Skip to main content

Menuju Tuhan

"Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka kamu pasti akan menemuinya" (al Insyiqaaq:6)

Aku menemukan ayat ini ketika dalam benakku sedang dipenuhi pertanyaan dan segala kemungkinan jawaban tentang bagaimana menemukan Tuhan. Aku berharap ayat ini dan ayat-ayat lain akan membantuku untuk mendapatkan jawaban.

Inilah sebagian yang berkecamuk dalam benakku:

---
MenemukanNya


”Dimana aku bisa menemukan Tuhan?” Tanyanya tiba-tiba.

Aku terpana dan memandangnya dalam diam. Segala yang kuketahui selama ini tentang Tuhan masih belum membuatku mampu menjawab pertanyaannya.

Gadis cerdas dari negeri panda ini mengaku tak beragama. Usianya dua tahun lebih muda dariku. Namun entah kenapa, aku tak merasakan jarak itu. Mungkin karena kami menempuh program yang sama dan tinggal di asrama yang sama. Kami juga sering sekali melewatkan waktu bersama. Berjalan kaki selama dua kali duapuluhlima menit untuk berbelanja pekanan, bermain badminton, atau berkeringat bersama di training Room asrama kami. Kami sering makan berdua saja sambil mengobrol aneka topik. Tapi Tuhan belum pernah sekalipun menjadi topik bahasan kami.

---
Bagaimana menemukan Tuhan? Aku tidak tahu. Aku tak pernah kehilangan Tuhan. Antara aku dan Tuhan, hanya ada jarak yang kubuat sendiri. Tuhan tak pernah sembunyi. Apalagi hilang. Aku yang sering berlari menjauh, bahkan kadang menghindar. Tapi Ia selalu setia, menungguku pulang. Ah tidak, bukan hanya menunggu. Tapi membuatku pulang...

Bagaimana menemukan Tuhan? Pertanyaan itu terngiang-ngiang lagi di telingaku. Membuatku mencarinya dalam buku, memikirkannya hampir setiap waktu. Bagaimana menemukan Tuhan?

Bercermin pada hati, berdialog dengan jiwa. Ada ftrah yang dititipkanNya dalam jiwa. Pengakuan akan keberadaan diri sebagai hamba yang kita lakukan tempo hari, sebelum udara dunia ini kita hirup. Tapi bila karat-karat hati membuat hati itu tak bisa dipakai bercermin lagi, apakah bisa?

Adanya Tuhan ditemukan dalam ciptaanNya. Banyak yang luar biasa di sekitar kita, dari atom sampai jagat raya, yang menunjukkan kekuasaan sang Pencipta. Bahkan kala kita belajar tentang diri sendiri: tentang kemanusian. Tapi bagaimana bisa berpikir kesana? Banyak ilmuan, pintar, cerdas, menemukan banyak hal, tapi tak menemukan Tuhan dalam temuan-temuanya.

Ketakberdayaan. Apakah orang yang mengenal Tuhan harus lebih dulu menderita? Apakah pengakuan akan keberadaanNya hanya muncul saat kita tak berdaya? Seperti aku, yang lebih sering menghampiriNya, kala penat mendera, kala ingin mengadu, atau meminta kekuatan baru. Apakah yang jaya dan punya kekuatan tak bisa menemukanNya?


risvya-13Feb2004
*memohon pencerahan

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar