Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2005

Dalam

Dua hari terakhir ini aku memburu kuliah umum tim Harun Yahya di Tokyo. Meskipun banyak bukunya sudah tamat dibaca, CD-CDnya berulang kali aku tonton, aku masih saja menyimpan kekaguman pada mereka. Pada kesungguhan, kegigihan, untuk menebarkan kebenaran bagi sesama. Ehm...buat yang tertarik dengan mereka, bisa dilihat di web mereka, www.harunyahya.com Ada beberapa alur pemikiran yang kembali mengendap di kepala, setelah pertemuan-pertemuan dengan mereka. Beberapa hal yang mereka coba kampanyekan dengan caranya, yang mungkin baik untuk beberapa kalangan. Pertama adalah tentang kepedulian pada sang Pencipta, dan yang kedua adalah pada Petunjuk yang diberikanNya pada kita.
Hemm... Kala kita meringankan beban seseorang, maka Allah akan meringankan beban kita. Keyakinan terpatri sekian lama. Tapi setiap ada bukti tentang itu dialami, maka setiap itu aku terkejut dan terpana. Begitu kontan. Duhai...Penguasa Alam.. Maka nikmat Tuhanmu manalagikah yang kamu dustakan? Siang itu saat aku berpamitan, gadis itu menahan tanganku. Mukanya dipasang memelas. Enggan. Aku lalu membatalkan niat untuk ke lab secepatnya. Meski kilasan kekhawatiran membayangkan pertemuan dengan pembimbing, sering menghentak. Akhirnya di padang rumput, duduk berdua, berbicara. Tentang keresahan, kebimbangan, kesepian, ... Sampai aku merasa dia cukup lega. Sore hari, pembicaraan yang membuat saraf ini menegang pun terjadi. Meski awalnya begitu kaku, lumayan mengalir. Rasa yang terpendam sekian lama keluar, tentang hubungan yang mestinya terjalin antara pembimbing dan mahasiswanya. Betapa menyenangkannya mendengarkan dan didengarkan, mengikis prasangka yang bisa mengikis habis nurani bila dib

Menular

bersama pandai besi, kau akan terperciki api bersama penjual parfum, maka dirimu kan menjadi harum Bukan ingin merendahkan pandai besi, tapi pepatah itu memang melukiskan kenyataan. Ingin menjadi seperti apa, maka seperti dengan orang seperti itulah kita berdekat-dekat. Saya ingin sekali menjadi penulis dan menulis dengan baik. Lalu saya bergabung dengan sebuah komunitas kepenulisan. Lambat laun, sedikit sedikit, pena sedikit terasah. Menggoreskan dengungan kata-kata di kepala Lalu kesibukan pindahan, akses internet, dan peran baru membuat saya harus mengunci beberapa pintu. Dan kemudian saat saya kembali, saya kehilangan dengungan. Pena menjadi kaku. Hari ini, milis rumah cinta tempat banyak orang berbagi untuk belajar menulis, baru sempat saya buka. Karya-karya berhamburan, beserta letupan semangat untuk saling mengoreksi. Subhanallah...Tiba-tiba kepala ini berdengung-dengung. Menggumankan banyak kata-kata...yang menunggu untuk digoreskan kembali. Bismillah Saya telah tertular lagi,

Pada gerimis

pada gerimis yang jatuh satu satu di baju menyelusupi sepatu ada ingatan tentang tangan yang terpaut beserta hati yang diam-diam membeku sesaat sesaat menggulung-hamparkan bentangan jarak antara jiwa

Puzzle 19 Barter

Konon katanya menikah itu seperti barter, saling menularkan, baik itu disadari atau tidak, keburukan ataupun kebaikan. Ya, telah terjadi barter. Meski sulit untuk mengimpaskan, karena lebih banyak yang diterima daripada yang diberi.

Jembatan [2]

Nikmat mana membaca buku asli dengan buku terjemahan ? Sebagian besar penikmat buku berbahasa asing yang memang memiliki kemampuan bahasa yang baik tentu memilih yang pertama. Betapa cita rasa bahasa, emosi penulis, pesan implisit yang ingin disampaikan, dsb. Lain halnya bila kurang menguasai bahasa asing ybs, maka terjemahan saja-apalagi terjemahan yang baik-akan lebih dari cukup. Tapi bukan hanya kenikmatan. Paparan yang utuh tentang apa yang ingin disampaikan penulis tentu berbeda penangkapannya antara bahasa asli atau terjemahan. Pun begitu dengan kitab yang satu ini. Kitab yang menjadi hidup, penuntun jalan, dibuat dalam bahasa yang bukan bahasa kita. Ia kemudian menjadi bahasa asing bagi kita. Bergantunglah kita pada para penerjemah (semoga Allah mengkaruniakan pahala yang berlimpah bagi mereka). Apakah bisa kita utuh memahami agama ini bila sumber asli-terpercayanya pun kita tak mengerti? Hiks... Lagi-lagi ada jembatan rapuh. Kali ini dengan sang pedoman hidup ***barakallah.. un

Sembilanbelas

Bocah itu muncul dalam kehidupan anak perempuan usia 7 tahun setengah. Bayi laki-laki yang tampan. Sangat manis. Dia senang sekali menggendongnya, dan melihatnya sebagai bayi tertampan sedunia. Tahun demi tahun berlalu, bocah dan dua kakaknya sering bermain bersama. Seringkali mereka berpura-pura menjadi tiga anak yatim piatu yang hidup bersama, saling menyayangi. Tak jarang sepeda mungil itu bergoyang goyang karena mereka naiki bertiga. Jarak tujuh tahun lebih membentangkan berbedabra realitas zaman yang dihadapi. Karakter diri pun jauh berbeda. Si sulung sangat suka mengamati, dan betah membaca selama berjam-jam atau mengotak atik angka. Si bungsu sangat lincah bergerak. Dia bisa bersepeda roda dua di usia tiga tahun, menyusul pada tahun-tahun kemudian motor dan mobil. Ada masa-masa saat mereka berbagi tugas, misalnya saat berolah raga-otak dengan game computer. Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kecepatan gerak-semisal menghindari mahluk-mahluk penjerat-menjadi jatah si bungsu, se

Jembatan

Salah satu kengerian pada diri adalah saat kita tak bisa berbicara, mengungkapkan isi hati. Bukan karena mulut ini menjadi bisu semata, tapi karena jembatan hati tak lagi ada. Ya, bahasa yang tak sama. Satu pengalaman yang tak terlupakan saat aku terjebak sehari-semalam, lebih dari 24 jam, di bandara Muhammad V, Casablanca, Maroko. Di sekelilingku berkeliaran banyak sekali muslimah dengan tutup kepala. Tapi aku tak dapat mengobrol dengan satupun dari mereka. Karena aku tak bisa mengeluarkan kata-kata dalam arab apalagi prancis. Hiks... Apakah persaudaraan yang katanya tak mengenal suku dan bangsa bisa terjalin kala jembatan itu tak ada?

Tadaima

Ya, saya kembali... Setelah hampir sebulan nyaris terputus dari dunia maya, saya kembali duduk di depan komputer, menuliskan kembali lintasan jiwa. Meski apato mungil kami belum tersambung internet, saya mulai kembali rutin ke sekolah sehingga bisa sedikit mencuri waktu. Sayang, masih belum bisa main-main ke rumah-rumah maya yang lain. Apa kabar semua? Kangen sekali... Semoga limpahan nikmat dan karuniaNya senantiasa tercurah untuk anda semua. Beserta curahan karunia terindah, hidayah dariNya yang semoga selalu menjiwai hari-hari agar senantiasa berkah dan berarti. Hingga masa susah dan senang, sakit dan sehat, sama baiknya, karena dua-duanya menjadi sarana tabungan untuk pulang ke kampung halaman sejati. Rumah baru saya menyenangkan, alhamdulillah. Saya tak berani berjanji untuk menulis tentang puzzle-puzzle yang berserak selama hari-hari ini. Tapi saya ingin berjanji untuk tak berhenti berbagi. Meski memang lain, bila di sisi ada yang bisa mendengar seribu satu cerita menjelang mata