Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2005

Tak biasa [3]

Dipikir-pikir, ko niat banget ya, nulis sampe tiga bagian...udah gitu, ga biasa-biasanya cerita detil tentang satu event. Sesampainya di stasiun, bayangan manusia yang menyemut terlihat nyata. Tak hanya di depan loket tiket, tapi juga di halte bis, dan tempat menyetop taksi. Kami hanya bertatapan. Akhirnya seorang kawan menelepon suaminya, menanyakan dan meminta kemungkinan jemputan. Sepertinya bisa, tapi harus menunggu entah satu-dua jam, karena jalanan pun macet. Tol juga tak bisa dipakai katanya. "Nanti diantar saja sama suami, kita tunggu sama-sama." kata kawanku. "Duh tapi mungkin harus sampai shibuya...jauh sekali." Aku merasa tak enak merepotkan. Kami berempat (berlima plus adik kecil yang tampak polos di kereta dorongnya) terbagi dua aliran arah kereta. Dua kawan muslimah ina, serta aku dan seorang muslimah jepang. Sebuah trem lewat dengan frekuensi yang lebih sering di depan kami. "Trem ini sampai waseda, kita bisa naik, lalu jalan ke nishi-waseda kemu

Tak biasa [2]

Kemaren kecapekan juga, hingga menulis baru sepotong, tanpa ditulis 'bersambung'. Dua jam lepas ashar, rekan tadi, muslimah jepang dengan kedua putranya kembali berpamitan pulang. Di masjid kami mulai membicarakan alternatif jalan pulang. Aku tak tahu jalur bis ke rumah. Bisa jadi butuh lebih dari tiga kali ganti. Cara lain adalah menggunakan bis hingga beberapa stasiun, lalu menggunakan jalur kereta lain. Setelah berdiskusi, mendapatkan aneka masukan, aku dan tiga orang rekan pamit juga. Di pintu gerbang masjid, adik kecil (putri kawanku) menangis, ternyata pup dan harus ganti pampers. Ia dan ibunya kembali sebentar ke dalam, sementara kami menunggu di luar. Saat itulah rekan lain datang sambil berbicara dengan hpnya. Di dalam masjid sinyal hp memang kurang baik tertangkap. Ternyata rekan kami yang tadi lebih dulu pulang itu mengabarkan bahwa nyaris semua jalur kereta lumpuh. Padahal ini hampir 3 jam setelah kejadian. Bis penuh sesak sementara antrian calon penumpang tak kunju

Tak biasa

Sejak pagi, kegiatan sabtu normal adanya. Pagi ke dokter, lalu belanja, masak, sholat, dll, kemudian berangkat ke masjid. Pengajian pun berjalan lancar. kali ini lebih banyak ngobrol dan diskusi tentang pengalaman, karena temanya sudah mulai masuk ke tataran ahklak. Saat ashar tiba, kejutan muncul. Kami ashar berjamaah. Saat sujud, lantai masjid bergoyang. Lalu saat duduk, goyangan semakin hebat, seperti guncangan dalam kapal laut. Terhebat yang pernah kurasakan. Ternyata gempa skala 5, kata kawan. Tak hanya itu, ternyata seorang kawan yang setelah acara ditutup lalu berakrab-akrab, dan pamit pulang, datang kembali. Kereta tak ada yang jalan. Karena gempa, katanya. Kecemasan sedikit membayang, ah tapi mungkin dalam sejam selesai, pikir kami.

Menghapus

Komputer saya melambat, dan hardisknya penuh. Akhirnya dua malam ini mengubek-ngubek hardisk, membereskan file-file. Penghuni terbanyak adalah rekaman siaran cilukba, alias dongeng anak FLP yang hadir setiap jumat malam ditambah beberapa rekaman kuliah, ceramah, nasyid, lagu-lagu. Hemm... rata-rata suara, ya. Sebagai tipe bukan pembuang, dan selalu merasa sayang, sedikit sekali yang bisa saya hapus. Padahal satu item bisa lebih dari beberapa edisi. Misalnya rekaman cerita. Minimal saya punya tiga versi. Satu rekaman cerita asli, dua editan, dan ketiga rekaman yang sudah diberi pengantar oleh penyiar. Begitupun dengan foto. Beberapa yang aslinya kurang baik, dibuat beberapa edisi yang tersimpan lengkap. File-file kuliah, organisasi, dll pun masih dengan manis mengisi. Jadinya saya lebih memilih membeli beberapa CD dan memindahkan yang bisa dipindahkan. Terutama yang sifatnya arsip-arsip. Sulit sekali untuk mengapus mereka... Sama sulitnya seperti membuang barang-barang yang sudah tak be

Sukses

Sebenernya ingin ditulis kemarin malam, tapi entah kenapa kata-kata yang biasanya bergruntul dikepala, berebut untuk dituangkan menguap seiring mata yang memanas, karena hampir sepanjang hari menatapi layar komputer. Membaca tulisan di web/blog salah seorang senpai yang saya kagumi karena keproduktifannya dalam berkarya, ezokanzo , tentang seorang penjual mobil nomor satu di dunia. Seorang dengan latar belakang yang nyaris tidak mungkin untuk sukses karena kemiskinan, keterbelakangan, kondisi sosial, dsb. tapi akhirnya berhasil mewujudkan apa yang ia harapkan. Berhasil tidak hanya secara materi, tapi juga kepribadian. Ini menggugah saya, di tengah-tengah keputusasaan melihat betapa payahnya diri ini dalam mengelola masalah. Seringkali di benak saya hinggap perasaan, bahwa banyak orang sukses memang dilahirkan seperti itu. Bagaimana tempaan hidup, pendidikan orang tua, lingkungan, dsb., memang mendorong dia untuk seperti itu. Sebut saja misalnya Imama Syafii, dengan dukungan ibunya yang

Puzzle 24 (Jalan-jalan)

Selama kira-kira empat bulan setengah bersama, mereka nyaris tak pernah jalan-jalan. Jadi lelaki itu hanya akan tersenyum saja, kala ditanya sudah kemana saja selama di Tokyo atau Jepang ini? Alasannya selain waktu, semisal weekend yang padat acara, awal kehamilan yang menghebohkan, adalah penghematan. Jadinya dalam hitungan jarang pun, paling banter jalan-jalan ke koen (taman) dekat rumah atau menyepi di tepi sungai Futakotamagawa. Ajaibnya, dalam dua kali rekor bepergian jauh, diantaranya ke Sendai-Akita dan Hakone dua-duanya diputuskan dalam waktu sangat mendadak dan persiapan seadanya. Bisa sehari sebelumnya, atau malam sebelumnya. Dan tentu saja, efeknya adalah perjalanan pun dibumbui oleh kepanikan, keterburu-buruan, kelaparan (karena perbekalan yang tak memadai), dll. Menyenangkan, tapi... Uhm...rupanya style cuek dalam berperjalanan jauh masih dipertahankan perempuan itu dengan begitu baiknya. Sudah terlalu sering ia begitu. Masalahnya adalah, tanggungannya sekarang berubah. Ad

Separuh Abad

Barakallah... Untuk lelaki yang hari ini berusia separuh abad. Doaku masih sama, kesanku pun masih sama, seperti tahun lalu, dalam ini dan ini . Salam sayang selalu...

Sembunyi

"Do'a seseorang muslim kepada saudaranya dengan tanpa sepengetahuan saudaranya itu mustajab; pada kepala seorang muslim itu ada malaikat yang diberi tugas di mana bila ia mendoakan baik kepada saudaranya maka malaikat yang diberi tugas itu mengucapkan, "Semoga Allah mengabulkan, dan untukmu juga seperti itu." (HR. Muslim, dari Abu Darda' ra., Riyadlus Shalihin, bab Keutamaan Mendoakan Orang Lain Tanpa Sepengetahuannya).

Rindu kami

Saya membuka sebuah halaman seorang kawan, dan mengalir dengan lembut instrumen lagu dari bimbo yang selalu membasahkan mata... rindu kami padamu ya rasul rindu tiada bertepi berabad jarak darimu ya rasul serasa dikau disini cinta ikhlasmu pada manusia bagai cahaya suarga dapatkah kami membalas cintamu dengan bersahaja **syair ini dihapal saat kecil, dan saya tak pernah memperbaharui, jadi barangkali ada yang salah** Dan saya ingat tausiah kenangan yang diambil dari asasiyat Tarbawi ini. Tausiyah yang membuat saya harus memeriksa lagi sunnah-sunnah yang terserak, yang terlalaikan. Astaghfirullah... Shallu ‘alan Nabiy Oleh : KH.Rahmat Abdullah Apa yang Tuan fikirkan tentang seorang laki-laki berperangai amat mulia, yang lahir dan dibesarkan di celah-celah kematian demi kematian orang-orang yang amat mengasihinya? Lahir dari rahim sejarah, ketika tak seorangpun mampu mengguratkan kepribadian selain kepribadiannya sendiri. Ia produk ta’dib Rabbani (didikan Tuhan) yang menantang mentari

Tok tok [3]

Sebenarnya bukan tok-tok, tapi TOK! Ada suara di pintu depan (eh belakang? :D). Kami berpandangan. "Tolong diliat, Ka. Ada apa..." Suami bergegas membuka pintu. Seperti biasa aku mendengar dibalik pintu kamar sambil membenahi kostum rumah, jaga-jaga kalau harus keluar. Terdengar suara ibu-ibu dengan bahasa Jepang yang amat sopan. Wah, sepertinya percakapan yang agak rumit. Betul saja, tak lama suami memanggil, setelah ia menyampaikan pada tamu itu bahwa ia tak pandai berbahasa Jepang. "Ade, kesini dulu deh, kaka ga ngerti." Aku segera ke arah mereka. Seorang ibu dengan wajah yang agak familiar tersenyum di depan pintu. Uhm...ketemu dimana, ya? Pikirku ketika tersenyum dan menyapa beliau. Tanpa diminta beliau memperkenalkan diri. "Kita pernah bertemu di jalan. Masih ingat?" Ah ya, suatu sore, entah pulang sekolah atau pulang dari masjid, aku pernah bertemu beliau ini dengan anjing mungilnya di belokan dekat rumah. Dia tiba-tiba saja menyapaku karena jilbab

Promo

Sudah lama ingin mengabarkan tentang ini. Iya, saya ikut berbahagia, atas langkah-langkah yang ditempuh kawan-kawan seperjuangan di FLP-Jepang, sahabat-sahabat tercinta yang juga menjadi guru saya dalam banyak hal. Meraka sudah membuahkan beberapa jejak, berupa buku-buku islam (fiksi dan non fiksi). Mereka adalah: - Abu Aufa (Ferry Hadary) www.abuaufa.net menulis buku keduanya, yang berjudul Sapa Cinta dari Negeri Sakura, berisi kisah-kisah nyata dengan kemasan ala pak Ferry - Ummuthoriq (Tethy Permanasari) http://ezokanzo.rofiq.net menulis buku berupa kumpulan cerpen sendiri (Terbanglah Pinky) dan juga kumpulan cerpen keroyokan. dan sst...ada buku-bukunya yang lain yang sedang dalam proses **duh, asli...iri sekali sama teteh satu nan produktif ini** - Arida Istiarti http://aridaistia.blogdrive.com/ dengan bukunya Keil Duka Itu yang juga berupa kumpulan cerpen mba arida ini sekarang sudah kembali ke Surabaya, jadi sayang sekali tak bisa dapat tanda tangannya, hehe Perkenalan buku, prof

Untuk seseorang

Untuk seseorang: pada temaran senja, di tepi laut jangan minta maaf, apalagi menyerah kalah aku tak pernah malu rasa pada kesempitan, pada ketakpunyaan, yang kadang mengakrabi hari-hari kita karena sempit dan lapang adalah belang-belang pada jalan tempat kita menyeberangi kehidupan bersyukur, berusaha saja agar jepitan kali ini membuat kedua tangan semakin sering terangkat, menadah berkahNya biarkan tubuhmu lelah, bekerja untukNya smoga sedikit yang ada tak menjadi lampu merah berinfak salam, aku yang selalu mencintaimu ps. sebagian rizkimu dititipkanNya padaku seperti tahun-tahun lalu, kau padaku insya Allah!

Cinta

Seorang adik, dalam hitungan hari akan menggenapkan separuh diennya. Dan ia bertanya pada saya tentang bagaimana menumbuhkan cinta. Ah, mengapa engkau bertanya kepada saya, dik? Padahal kau tahu persis, bahwa saya bukan orang yang pandai mencinta. Buktinya, sebersit rasa di hati ini cuman bergumpal menyesakkan dada, saat kau sendiri pasti tak kan yakin, bila ditanya, apakah engkau merasa saya mencintaimu, dengan cinta yang sesungguhnya? Seperti cinta yang dibawa Abu Bakar ra pada Umar ra. Apalah lagi cinta pada seseorang yang akan menemani kita dalam separuh hidup. Ugh... Sampai hari ini saya masih tertatih-tatih... Mungkin sebaiknya kita berkaca pada junjunan terkasi, Nabi SAW tentang cinta yang ada bersama bunda Khadijah ra. Atau tentang kasih Aisyah ra pada beliau. Atau kepada bunda Hajar, atau kepada... Ya, sepanjang mata ini memandang, menyusuri jejak-jejak yang ada, cinta abadi itu hanya ada pada cinta yang berdasar padaNya, karenaNya, dan untukNya. Karena itu, bila kita ingin c

Halangan

Lama tak berjumpa, akhirnya aku dan dia memutuskan untuk bertemu. Duduk berdua selama lebih dari satu jam, di tengah-tengah kantin yang tak begitu ramai karena jam makan siang baru saja berlalu. "Aku sedih sekali, aku kembali tak bisa bangun pagi." ujarnya di tengah obrolan, tentang kemajuan riset, asrama, ataupun calon keponakannya. Aku mengerutkan kening. Mengingat masa dimana dialah gadis terajin di asrama kami, dimana kami sering berpapasan saat membuat roti bakar di dapur dulu. Sarapan yang relatif amat pagi bila dibandingkan kawan-kawan yang lain. "Aku bangung, hanya untuk mematikan jam. Aku sering melewatkan kuliah pagi karena terlalu malas untuk bangkit dan pergi." Aku hanya diam mendengar. Masalah ini pernah tercuat beberapa bulan yang lalu dan kami mendiskusikan banyak hal sebagai solusi. Owh, bukan hanya dia, kala itu aku mengalami nasib yang tak jauh berbeda. Kami lalu janjian untuk saling menelepon, atau mengetuk kamarnya pada saat dimana aku tahu ia ad

Tok tok [2]

Saya menekuni huruf-huruf di depan komputer, sampai kemudian mendengar ada yang mengetuk-ngetuk jendela kamar. "Ame ga futte kimasu" (hujan turun, loh) Huwaa....astaghfirullah...keasyikan membaca sampai tak sadar di luar hujan rintik-rintik. "Hai, arigatou..." (Ya, makasih...) teriak saya sambil menyambar jilbab. Seorang ibu-jepang berdiri di depan kamar. Saya tersenyum dan segera berusaha mengangkat jemuran. Menyadari tubuh saya yang mini-size, dia segera menawarkan bantuan. Mengambilkan pakaian satu persatu, lalu saya memasukkannya ke dalam rumah. Tempat jemuran itu memang lumayan tinggi. Saya harus memanjangkan tubuh dari ujung lantai rumah-melalui jendela, jika ingin menjemur/mengambil pakaian. Karena itu, biasanya suami yang mendapat tugas jemur-angkat ini. Saya mendapat tugas ringan memasangkan pada gantungan saja setelah dicuci, dan melipat setelah kering/diangkat. Hee... pekerjaan mencuci pun tak bisa dikerjakan mandiri. "Banyak juga jemurannya, ya.&quo

Uhm...

Maaf, ini curhat... Hari ini agak melelahkan. Ada dua orang yang harus ditemui. Pertama kepala departemen dan yang kedua tanto alias penanggung jawab beasiswa di ryugakuseisenta alias international student centre. Masalahnya? Jadwal lahiran si adek, insya Allah tanggal 27 Januari 2006. Dan jadwal presentasi tesis saya sekitar 7-8 Februari 2006. Artinya, bila jadwal ditepati, atau kelahiran mundur, sangat sulit bagi saya untuk presentasi pada waktunya. Sensei sangat khawatir dengan episode kali ini. Ini pengalaman pertama dia menangani mahasiswi yang hamil, ditengah-tengah pengerjaan tesis. Yah, pengalaman pertama saya juga. Mana trimester pertamanya agak heboh pula, dengan ditandai begitu banyak absen dari lab tercinta. Salah satu usulnya adalah postpone kelulusan saya. Setidaknya, bayi ini adalah persoalan utama, penting dan mendesak, sementara saya sekolah bisa kapan saja. Tapi masalahnya beasiswa saya ada batasnya. Belum lagi saya pikir, mendingan sibuk pas hamil dari pada sibuk pas

Tok tok

Beberapa hari yang lalu, di apato mungil kami... Tok tok tok... Terdengar ketukan di pintu. Seperti biasa, karena kostumku kostum rumah, suami yang membuka pintu. Aku menyimak perlahan, menunggu apakah ia perlu bantuan atau tidak untuk berkomunikasi. Ternyata tak lama, tamu pergi. Dari pintu dapur, suami muncul. Iya, apato kami pintu luarnya dari arah dapur. Kebanyakan apato disini bagian dapur/kamar mandi plus WC selalu di bagian depan, baru masuk ke ruang utama atau kamar tidur. Aku terkejut, melihat sebuah benda hijau muda di tangannya. Benda yang selama hampir dua tahun disini, tak pernah kumakan. Jagung rebus-hangat-berdaun lengkap dari tetangga jepang di sebelah. Subhanallah... Tak berapa lama, jagung itu pun segera dibagi dua, dan dengan cepat tandas. Manis, enak...alhamdulillah...

Puzzle 23 [Tanggung Jawab]

Beberapa orang pernah bertanya kepada perempuan itu, yang kurang lebih berarti: apakah kemampuan ekonomi seorang laki-laki menjadi sebuah prasyarat ketika dia mengajukan proposal kepada seorang wanita? Ia harus berpikir keras untuk menemukan jawabannya. Tapi akhirnya keluar jawaban mantap: iya. Harus. Tapi dengan catatan. Catatan? Tak ada bilangan mutlak, standar gaji, apalagi segala perlengkapan pribadi. Lebih kepada tanggung jawab. Maksudnya? Ada tanggung jawab, upaya, seorang suami untuk menafkahi istrinya. Tentu, sebatas kemampuannya. Visi menjadi suami yang bertanggung jawab ini harus dibangun oleh para pemuda, sehingga tak hanya persiapan fisik dan mental yang harus ia siapkan, tapi juga masalah ekonomi ini. Yakin saja, ada kemauan, insya Allah ada jalan. Tapi kasusnya tak selalu mulus. Perempuan itu tinggal di sebuah negara yang biaya hidupnya amat tinggi. Beasiswa suaminya yang merupakan penghasilan utamanya di negara lain hanya kira-kira 1/17.5 beasiswanya disini, alias 1/3.5

Gomen, ne...

Siang itu akhirnya saya menyerah. Menelepon klinik ibu-anak dekat rumah untuk meminta infusan. Kepala penuh kunang, dan perut yang teraduk-aduk karena mual dan kurang asupan, harus ditambal langsung supaya tidak berbahaya bagi saya dan juga si kecil. Mereka mempersilahkan saya datang di waktu yang saya inginkan. Lepas sholat tengah hari, saya pergi kesana, sendiri. Lelaki itu jumatan di Hiroo, salah satu masjid di Tokyo. Tujuan saya adalah klinik ibu anak yang letaknya sekitar 15 menit jalan kaki ala saya. Klinik itu dipilih karena ia yang terdekat, dan ada dokter kandungan wanita yang pandai berbahasa Inggris pula. Setiba disana saya menyerahkan kartu periksa, lalu menunggu panggilan. Tak begitu ramai ruang tunggu berukuran sekitar 3 kali 4 meter itu. Ada beberapa ibu hamil dan beberapa ibu dengan bayi mungilnya. Jarang sekali ada anak-anak di ruang ini. Biasanya anak-anak yang menyertai ibunya bermain di ruang anak yang disediakan klinik itu. Ruangan mungil dengan TV dan buku-buku kh

Mewah

Saya tak tahu apa sebenarnya definisi mewah dalam kamus bahasa Indonesia. Mungkin mewah itu sesuatu yang ditujukan untuk barang yang langka atau harganya sangat mahal. Yang pasti sesuatu yang sangat berharga. Dulu, saat saya masih kanak-kanak-hingga dewasa di Indonesia, di masa sulit, ibu seringkali memasak 'hanya' tumis kangkung dan tempe goreng. Ada masa dimana menu itu menjadi favorit kami, ada masa juga dimana kami merasa benar-benar bosan. Tapi apadaya, harga daging terlalu mahal. Mewah menurut ukuran kami. Disini, setiap kali saya membayangkan tempe goreng ataupun tumis kangkung, butuh waktu untuk mendapatkannya. Selain karena tempe hanya ada di toko-toko khusus atau momen-momen khusus, ia pun begitu mewah. Kangkung hanya ada pada musim panas. Itupun tak selalu ada di setiap toko.Sepotong tempe berukuran kira-kira 20x15x3 cm setara dengan harga satu ekor ayam halal UTUH. Saya harus berpikir seribu kali. Menahan keinginan, hingga tempe terhidang hanya pada moment-moment is