Skip to main content

Gomen, ne...

Siang itu akhirnya saya menyerah. Menelepon klinik ibu-anak dekat rumah untuk meminta infusan. Kepala penuh kunang, dan perut yang teraduk-aduk karena mual dan kurang asupan, harus ditambal langsung supaya tidak berbahaya bagi saya dan juga si kecil. Mereka mempersilahkan saya datang di waktu yang saya inginkan.

Lepas sholat tengah hari, saya pergi kesana, sendiri. Lelaki itu jumatan di Hiroo, salah satu masjid di Tokyo. Tujuan saya adalah klinik ibu anak yang letaknya sekitar 15 menit jalan kaki ala saya. Klinik itu dipilih karena ia yang terdekat, dan ada dokter kandungan wanita yang pandai berbahasa Inggris pula.

Setiba disana saya menyerahkan kartu periksa, lalu menunggu panggilan. Tak begitu ramai ruang tunggu berukuran sekitar 3 kali 4 meter itu. Ada beberapa ibu hamil dan beberapa ibu dengan bayi mungilnya. Jarang sekali ada anak-anak di ruang ini. Biasanya anak-anak yang menyertai ibunya bermain di ruang anak yang disediakan klinik itu. Ruangan mungil dengan TV dan buku-buku khas mereka.

Satu-satunya anak laki-laki di dekat saya tampak bosan. Ia bolak balik berjalan, kadang berteriak. Kali lain menghentak-hentakan kaki. Beberapa orang memandangnya, termasuk saya yang masih merasakan adukan di perut. Ibunya (yang kelihatan sedang mengandung) memanggilnya, memegang tangannya, dan berkata lembut dalam bahasa Jepang yang saya tangkap samar-samar.

"Ini rumah sakit, sayang...banyak orang yang mungkin terganggu kalau kamu bersikap seperti itu. Kasihan kan..."

Si anak menunduk. Lalu ia duduk dekat ibunya.

"Gomen, nee..."

Ibunya lalu mengusapnya lembut, lalu mengangguk pada kami yang memperhatikan mereka sejak tadi.

Ada yang mengahangat di hatiku, melihat kejadian itu. Tak ada teriakan, apalagi amarah seperti yang biasa saya temukan pada banyak adegan ibu-anak di keramaian. Rasanya adukan di perut ini pun berhenti sejenak.

Ya Rahman, ajari saya untuk bisa selembut itu...

Comments

Anonymous said…
assalaamu`alaykum..mbak Riska..sabar ya..wah..memang berat ya perjuangan seorang ibu, semoga anaknya jadi anak yg sholeh/solehah ya mbak..karena ia tahu gimana perjuangan ibunya sewaktu mengandungnya...ia suka semua tulisan mbak..pengen deh bisa nulis kayak mbak..yang mungkin bisa jadi motivasi buat orang yang membacanya..:).salam kangen dari fukushima..wassalaamu`alaykum

...Iya..
Mbak Rieska..bagaimana kondisinya sekarang? mudah-mudahan kembali sehat ya mbak..

Selamat dulu ding yang pertama..maaf mbak, baru tahu kalo mbak hamil:D
Sudah berapa bulan mbak? Semoga sehat selalu ya dan lancar proses melahirkannya nanti..

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Berhenti Sejenak

Pagi itu kami berempat (saya dan A3-A5) menuju stasiun. Baby Anas (A5) setia duduk di strolernya. Dinginnya menggigil tapi matahari menyapa dengan hangat. Tujuan kami adalah Kabe, rumah mba Nita tuk bersilaturahim dengan sahabat Azzahra. Di tengah jalan, di area favorit anak-anak untuk berhenti, Azmi (A3) tiba-tiba bertanya, "Bunda, itu tulisannya apa?" Ia menunjuk setengah bola yang biasanya mereka duduk bermain di atasnya.  Setiap melewati area ini memang mereka hampir selalu berhenti untuk bermain. Tapi pagi ini (seperti biasa) kami sedang mengejar waktu. Jadi saya menjawab sekenanya, "Engga tahu. Ayo kereta menunggu!" "Karena jauh ga keliatan? Ayo kesana!" Ah...  "Seperti ini tulisannya. Apa bacanya bunda? Tapi ini kanji bunda ga ngerti ya?" Akhirnya saya (seperti biasa, harus) mengalah. Berjongkok mengamati tulisan. Ternyata.... Tulisannya adalah "Saturn" lengkap dengan kanji di bawahnya dan angka2.... Saya lalu melihat ke sekelili...

Puzzle 46 (Terkurung di rumah)

Puzzle 46 (Terkurung di rumah) Puzzle terakhir ditulis 28 Desember 2009. Seperti apa kepingan yang ada 10 tahun kemudian? Dengan covid-19 yang sedang mewabah di seluruh dunia. perempuan itu bekerja dari rumah. Sewaktu-waktu lelaki itu juga di rumah. Serasa liburan tapi banyak kerjaan. Mereka berbagi tugas. Siapa yang belanja siapa yang masak. Siapa yang beres-beres siapa yang menemani anak belajar. Ada banyak istri stress karena suaminya di rumah. Repot katanya. Tapi perempuan itu bahagia. Ada hari-hari dimana ia bisa puas memandang suaminya sepanjang hari. Alhamdulillah. Pekerjaan lebih ringan, hati juga lebih lapang. Ada banyak target yang bisa dikejar, alhamdulillah