Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2005

Surat itu...

astaghfirullah... maafkan saya saudari-saudariku... Surat Fatimah gemparkan kota Baghdad Fatimah adalah seorang saudara perempuan seorang mujahid yang terkenal di daerah Abu Gharib, yang berasal dari sebuah keluarga yang terkenal kebaikan dan ketaqwaannya. Suatu hari pasukan AS menyerbu rumahnya, dengan tujuan menangkap saudaranya. Namun karena mereka tidak dapat menemukannya, pasukan AS menangkap Fatimah dengan tujuan memaksa saudaranya menyerahkan diri. Surat tulisan tangan Fatimah, baru-baru ini berhasil diselundupkan keluar dari penjara Abu Gharib, surat ini menggambarkan penderitaan para tawanan wanita akibat perbuatan terntara AS. Segera surat ini tersebar dan menghebohkan kota Baghdad, mengirimkan gelombang yang akan terus berlanjut ke seluruh Iraq. ! Mafkarat al-Islam berhasil mendapatkan salinan surat tersebut. Bismillahirrahmanirrahiim. *Say He is God the One; God the Source [of everything]; Not has He fathered, nor has He been fathered; nor is anything comparable to Him.* [Q

Ajaib

Kehamilan itu benar-benar ajaib. Entah berapa kali saya menonton film harun yahya tentang penciptaan manusia. Dan selalu saja mata saya takjub melihat apa yang terjadi. Begitu sempurna kuasanya, mengatur segala hal. Jeli, teliti, amat presisi. Masya Allah...Subhanallah... Tapi mengalami sendiri? Saya tak sadar betul tentang apa yang sedang terjadi pada salah satu bagian diri ini. Karena gerak yang belum terdeteksi. Kepayahan, pertarungan, kelelahan, kekuyuan yang sebenarnya belum seberapa dibanding masa yang akan datang, katanya. Tapi kadang hiburan itu ada saja masanya. Misalnya, saat-saat melihat layar monitor di ruang dokter sabtu lalu. Disana ada sebentuk mahluk seperti casper, dengan denyut jantung dan bakal tangan yang melambai-lambai. Mata saya berkaca. Membayangkan ia sedang berusaha menyapa. Kelihatan begitu riang, dinamis. Baru dua senti saja tingginya. Ah, apa ia penggembira dan susah diam seperti ibunya? Berkali-kali lelaki itu bertanya, apakah masih mau punya yang kedua,

Guru Kehidupan

masih dari asasiyat Tarbawi... Guru Kehidupan Oleh : KH.Rahmat Abdullah Ada murid dapat belajar hanya dari guru yang ber-SK, disuapi ilmu dan didikte habis-habisan. Ada yang cukup belajar dari katak yang melompat atau angin yang berhembus pelan lalu berubah menjadi badai yang memporakporandakan kota dan desa. Ada yang belajar dari apel yang jatuh disamping bulan yang menggantung di langit tanpa tangkai itu. Ada guru yang banyak berkata tanpa berbuat. Ada yang lebih pandai berbuat daripada berkata. Ada yang memadukan kata dan perbuatan. Yang istimewa diantara mereka, “bila melihatnya engkau langsung ingat Allah, ucapannya akan menambah amalmu dan amalnya membuatmu semakin cinta akhirat (khiyarukum man dzakkarakum billahi ru’yatuh wa zada fi’amalikum mantiquh wa raggahabakum fil akhirati ‘amaluh)” Yang tak dapat belajar dari guru alam dan dinamika lingkungannya, sangat tak berpotensi belajar dari guru manusia. Yang tak dapat mengambil ibrah dari pelajaran orang lain, harus mengamb

Akhiran

Pernah ikutan training pengurusan jenazah? Atau malah ikut terjun langsung mengurus jenazah Mungkin banyak yang pernah, atau malah berkali-kali. Beberapa kesempatan datang pada saya, tapi hanya satu yang kemudian bisa dipenuhi. Meski baru berupa training, tapi berkali-kali membuat saya tersedak, dada sesak, dan ada rasa yang merinding. Ya, kematian memang nasihat yang sangat baik untuk kita. Apalagi ketika jenazah, simbol kematian itu yang mengabarkannya. Masih muda...kenapa juga harus diingat-ingat. Apalagi belajar mengurus jenazah. Ah, engga kok, malaikat sang pencabut nyawa itu tak mengenal batas usia. Di SMP, SMU, bahkan kuliah, selalu ada minus satu, kawan sekelas yang dipanggilNya terlebih dulu. Ah, sejak dulu, peringatan itu senantiasa ada disediakanNya... Kembali ke masalah pengurusan. Pengurusan itu dimulai sejak menjelang sakaratul maut, saat kritis. Saat malaikat izrail datang menemui kita dalam dua pilihan bentuk. Seperti tamu yang membawa kabar gembira, menarik dengan lemb

Rumah

Lagi, kenang-kenangan dari almarhum. Masih diambil dari asasiyatnya tarbawi edisi awal. Baitu-d Da’wah Oleh : KH.Rahmat Abdullah Suatu malam menjelang fajar, dalam inspeksi rutinnya, Khalifah II Umar bin Khattab mendengar dialog menarik antara seorang ibu dengan gadis kencurnya. “Cepatlah bangun, perah susu kambing kita dan campurkan dengan air sebelum orang bangun dan melihat kerja kita.” “Bu, saya tak berani, ada yang selalu melihat gerak-gerik kita.” “Siapa sih sepagi ini mengintai kita?” sang ibu balik bertanya. “Bu, Allah tak pernah lepas memperhatikan kita.” Khalifah segera kembali dengan satu tekad yang esok dilaksanakannya, melamar sang gadis untuk puteranya, ‘Ashim bin Umar. Kelak dari pernikahan ini lahir seorang cucu : Umar bin Abdul Aziz, khalifah kelima. Tuan & Nyoya Da’wah yang saya hormati, Tentu saja istilah baitu da’wah ini tidak dimaksudkan sebagai rumah tempat warganya setiap hari berpidato. Juga bukan keluarga dengan aktifitas belajar mengajar seperti laiknya

Cukup

Kapan waktunya memberi? Kalau kita merasa cukup bila kurang dan selalu merasa kurang tak kan pernah sanggup kita memberi Bukan uang semata tapi bahkan waktu, tenaga, perhatian dan cinta Kapan akan merasa cukup? setiap hari masalah datang silih berganti tanggung jawab tak pernah berkurang bahkan selalu bertambah Jadi kapan bisa mulai memberi?

Penggodok Batu

kenang-kenangan...diambil dr rubrik asasiyat tarbawi edisi lama. ada beberapa tulisan, mungkin akan saya simpan disini dalam beberapa edisi hati2 karena cukup panjang Penggodok Batu Oleh : KH.Rahmat Abdullah Sampai hari ini saya belum dengar ada yang menyalahkan sang ibu yang menggodok batu, agar anak-anaknya tertidur lantaran tak ada lagi bahan makanan yang dapat dimasaknya. Mungkin sejarah akan sangat kecewa bila Khalifah Umar bin Khattab ra tidak segera datang dan serta merta pergi ke gudang logistik negara, lalu bergegas memanggul sendiri tepung yang akan mengubah batu menjadi roti. Hari ini sejarah melihat banyak ibu merebus apa saja termasuk kucing (kebablasan), agar anak-anaknya tidak tidur, alias mati kelaparan. Sementara ada banyak orang yang terus meneurs menjanjikan batu (dan terigu), namun tak pernah membuktikannya, padahal secara pribadi mereka lebih kaya dari Umar. Sebagian pembaca mungkin terperanjat dan segera menyergah : “Nah, betul kan, agama itu candu untuk rakyat?

Mendung kali ini

Bukan cuman mendung, arima-kawasaki diguyur hujan perlahan. Sendu. Ternyata ada kabar duka yang dibawa, tentang seseorang yang baru saja pergi semalam. Pergi setelah menunaikan tugas. Bukan kawan dekat, apalagi kerabat. Tapi banyak hal yang terinspirasi darinya. Tulisan-tulisannya di tarbawi, kisah-kisahnya yang sangat menakjubkan. Nyata, menggugah, padahal bukan dongeng. Mengalirkan energi untuk bergerak. Allahummaghfirlahu warhamhu wa'aafihi wa'fu'anhu wa akrim nuzulahu, wawassi' mad khalahu wagh sil hu bi maa?fin, watsaljin, wabarodin, wanaqqihi minal kha thaaya, kamaa yunaq qotstsaubul abyadhu minad danas, wa abdil hu daaran khairan min daarihi, wa ahlan khairan min ahlihi, waqihi fit natal qabri wa'adzaabannaari." (Ya Allah, ampuni dan kasihanilah ia, sejahterakanlah ia dan maafkan dan hormatilah kedatangannya, lapangkanlah tempat kediamannya, dan bersihkanlah ia dengan air, es dan embun, serta bersihkanlah ia dari dosa-dosanya sebagaimana kain putih diber

Sia-sia

Berjalan menyelusuri lorong Huud, tersentak dengan catatan nomor 15 dan 16 15. Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. 16. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan Speechless... Teringat Abdurrahman bin Auf yang pemurah. Yang setiap kali bersedekah, setiap itu kali pula mendapatkan untung berlipat. Sehingga ia tersedu mengadu... apa yang tersisa untukku di akhirat nanti? Belum lagi kisah pejuang yang berjuang karena ingin disebut berani, orang kaya yang rajin bersedekah agar disebut pemurah, ... mereka semua tersungkur dihadapanNya. Kalau seperti saya yang kerja seadanya? Di sini tak dapat apa-apa, di sana bagaimana pula... astaghfirullah...

Janji

janji itu dipenuhinya dengan ratusan kayuh pada keremangan malam mencegah jelmaan galau serbuan kata-kata menjadi guyuran keringat maafkan saya

Citacita [2]

Setahun menjelang kelulusan, *uh...tesis baru permulaan sudah mikir mau lulus* pikiran tentang ingin melakukan apa dan ingin menjadi apa, berkecamuk di dalam kepala. Apakah tetap bertahan dengan rencana semula, atau harus kembali mengatur posisi mengingat harus banyak dikompromikan. Rasanya-rasanya banyak orang tahu persis apa yang diinginkan, tapi saya selalu merasa segalanya serba abstrak. Pengennya kemana, tapi perginya kemana. Ketika teman-teman sebaya bercerita tentang keinginan mereka untuk bekerja di kantor besar di gedung yang tinggi, saya membayangkan pinggiran hutan, tanah pertanian yang asri, pedesaan untuk menjadi tempat tinggal dan bekerja. Tapi alih-alih memasuki kedokteran *supaya menjadi dokter di desa* malah daftar di itb, yang kebanyakan lulusannya bekerja di berbagai industri. Sekarang pertanyaannya adalah, akan dimana saya belajar berkontribusi? Ah, saya yakin, sebenarnya, dimana saja, ladang amal bisa dicari. Pekerjaan tak akan ada habisnya bila dicari. Selalu ada

Puisi Faiz (kisah dari negeri yang menggigil)

Diambil dari salah satu site favorit saya . Makasih mbak helvy. Faiz menulis ini sambil menangis. Katanya ia harus menulis supaya bisa tertidur... KISAH DARI NEGERI YANG MENGGIGIL (untuk adinda: Khaerunisa) Kesedihan adalah kumpulan layang-layang hitam yang membayangi dan terus mengikuti hinggap pada kata-kata yang tak pernah sanggup kususun juga untukmu, adik kecil Belum lama kudengar berita pilu yang membuat tangis seakan tak berarti saat para bayi yang tinggal belulang mati dikerumuni lalat karena busung lapar : aku bertanya pada diri sendiri benarkah ini terjadi di negeri kami? Lalu kulihat di televisi ada anak-anak kecil memilih bunuh diri hanya karena tak bisa bayar uang sekolah karena tak mampu membeli mie instan juga tak ada biaya rekreasi Beliung pun menyerbu dari berbagai penjuru menancapi hati mengiris sendi-sendi diri sampai aku hampir tak sanggup berdiri : sekali lagi aku bertanya pada diri sendiri benarkah ini terjadi di negeri kami? Lalu kudengar episodemu adik ke

Tak hanya speechless...

Melanjutkan posting sebelumnya, pikiran saya melayang saat saya membaca ummi edisi bulan april lalu. Ohya, jangan heran kenapa di jepang masih bisa baca ummi atau majalah islam lainnya. Selain sekolah, saya juga menjadi distributor aneka majalah indonesia sejak setahun lalu. Awalnya menggantikan mbak yang pulang kampung, jadi keterusan. info lengkapnya ada di sini Eits, jangan keterusan promosi. Kembali pada topik semula ya... Di ummi itu, dikisahkan peraih ummi award 2004 kategori ibu bekerja. Nama beliau adalah dr Dyah Retnani Basuki. Beliau ini ibu empat anak yang juga menjadi Kepala Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Kab. Purbalingga. Ia menjadi tokoh penting terciptanya subsisdi silang yang menguntungkan banyak pihak dengan JKPM (Jaringan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) pada tahun 2001. Caranya adalah dengan membayar 50 ribu rupiah untuk setahun, seluruh anggota keluarga anggota JKPM akan mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan yang uangnya dikelola dari masyarakat sendir

Berita sedih

akhir-akhir ini sering ga kuat dengar berita dari tanah air. berita dimatikan di tengah jalan karena ga tahan. wabah polio, vaksin, dsb. mereka yang kecil yang tak mendapatkan pelayanan semestinya menjadi hak mereka. jujur saja, dulu saya sekeluarga juga agak berat untuk pergi ke dokter kala sakit, karena masalah biaya ini. hanya jika sangat terpaksa saja. tapi berita kali ini kali ini rasanya sangat menyedihkan sekali. membayangkan seorang bapak memangku jenazah anaknya di KRL... *maaf belum dicek lagi beritanya benar atau tidak* *** Salemba, Warta Kota PEJABAT Jakarta seperti ditampar. Seorang warganya harus menggendong mayat anaknya karena tak mampu sewa mobil jenazah. Penumpang kereta rel listrik (KRL) jurusan Jakarta - Bogor pun geger Minggu (5/6). Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono (38 thn) tengah menggendong mayat anak, Khaerunisa (3 thn). Supriono akan memakamkan si kecil di Kampung Kramat, Bogor dengan menggunakan jasa KRL. Tapi di Stasiun Tebet, Suprio

Puzzle 22 [Lontong alumunium]

Sebagai pemakan segala, perempuan itu hampir tak pernah risau soal makanan. Kata ayahnya, semua makanan buatnya hanya punya dua rasa: enak dan enak banget. Jadinya, suami yang mengaku tak pandai memasak selalu takjub tak percaya mendengarkannya memuji masakannya. Uniknya lelaki ternyata mempunyai level yang lebih rendah lagi tentang rasa. Dia tak pernah risau dengan rasa pada makanan. Meski perempuan itu bisa mengira-ngira, kapan suaminya makan dengan lahap berpiring-piring dengan mata berbinar, dan kapan biasa saja. Mungkin tarbiyah Allah di pesantren dan rantau selama bertahun-tahun, berada dalam kehidupan yang super sederhana, telah menyulapnya menjadi seseorang yang selalu sangat bersyukur dengan rizki makanan yang ia terima. Tapi perubahan telah terjadi selama sepekan ini. Perempuan itu menjadi sangat sensitif, tak tahan dengan aroma bawang dan juga nasi. Kadang ia meminta ia setuju dangan menu hari itu, tapi tak sesuap pun bisa dimakannya. Hasilnya bisa diduga, tubuh menjadi lema

Fase kali ini

banyak doa yang dipanjatkan agar anak sehat sempurna agar ibu sehat dan kuat agar semuanya lancar banyak nasihat, tentang asam folat ataupun memperbanyak istirahat lemas bercampur baur dengan malas lemah jiwa bertopengkan lemah badan ia tergugu mestinya, fase ini berarti sama fase yang harus membuatnya lebih dekat dengan pemilik jiwa sakit hari ini, adalah pengingat masa sakit yang tak terbayangkan yang harus ditanggung di akhirat ibadah hari ini, bukan lebih sulit dari masa berikutnya sekarang lebih luang, mestinya lebih bersemangat menambah tabungan sabar, keluasan hati dan juga tawakal bukan sebaliknya... astaghfirullah

Kahfi

Hari ini aku berhasil mengikuti lelaki ini menyelesaikan bacaan surat bernomor 18. Surat yang dianjurkan untuk dibaca setiap Jumat. Dulu, aku pernah merutinkannya, lalu kemudian kebiasaan itu hilang. Lalu muncul lagi, tapi sulit untuk selesai dalam satu kali duduk pada satu jumat. Sementara lelaki itu begitu menyukai surat ini. Ia sering melupakan hari, tapi tidak hari itu. Usai shubuh pada Jumat, dia selalu melafalkannya. Kadang sambil memegang mushaf, kadang tidak. Surat ini termasuk surat-sedikit panjang yang dihapalnya dengan cukup lancar. Jujur saja, pagi ini tiga halaman terakhir aku nyaris ingin berhenti karena capek dan mual yang hebat. Tapi akhirnya kuseret terus hingga ayat terakhir. Alhamdulillah... Bila tak dipaksa sekarang, kali berikutnya pasti akan lebih berat. Sayang, di rumah tak ada tafsir tentang surat ini. Kutipan dari terjemahan AQ, pokok-pokok isinya adalah: 1. Keimanan: Kekuasaan Allah swt untuk memberi daya tahan hidup pada manusia di luar hukum kebiasaan: dasar

Puzzle 21 (Perubahan)

Setelah ada penghuni baru di rahimnya, bertambah-tambahlah kekaguman perempuan itu pada para bunda... Mau tidak mau, ada perubahan di rumah itu. Meski awalnya ada beberapa keanehan, seperti perut yang seringkali sakit, linu di dalam, dsb., episode mual-mual yang cukup hebat di waktu pagi dan malam hari kini dirasai perempuan itu. Jujur saja, ia lebih bisa ridha menerima rasa itu daripada sakit aneh seribu tanda tanya. Minimal ia tahu, ini khas, normal, dan wajar dialami sekian perempuan dari sekian calon ibu di dunia. Meski kemudian, alhamdulillah, setelah bertanya kesana kemari, ternyata sakit di awal itu pun masih terbilang normal. Asal tidak pendarahan, katanya. Bukan hanya sakit yang dirasakan, tapi diam-diam, ada rasa bersalah yang kerap menyelusupi hatinya. Saat menyaksikan lelaki itu berkutat dengan aneka bumbu dan bahan. Ia lah yang beberapa hari ini mengambil tugas sepenuhnya dalam hal memasak dan mencuci piring, tugas yang biasanya dikerjakan berdua. Tapi bagaimana lagi, berd