Skip to main content

Puisi Faiz (kisah dari negeri yang menggigil)

Diambil dari salah satu site favorit saya. Makasih mbak helvy. Faiz menulis ini sambil menangis. Katanya ia harus menulis supaya bisa tertidur...

KISAH DARI NEGERI YANG MENGGIGIL
(untuk adinda: Khaerunisa)


Kesedihan adalah kumpulan layang-layang hitam

yang membayangi dan terus mengikuti

hinggap pada kata-kata

yang tak pernah sanggup kususun

juga untukmu, adik kecil



Belum lama kudengar berita pilu

yang membuat tangis seakan tak berarti

saat para bayi yang tinggal belulang

mati dikerumuni lalat karena busung lapar



: aku bertanya pada diri sendiri

benarkah ini terjadi di negeri kami?



Lalu kulihat di televisi

ada anak-anak kecil

memilih bunuh diri

hanya karena tak bisa bayar uang sekolah

karena tak mampu membeli mie instan

juga tak ada biaya rekreasi



Beliung pun menyerbu

dari berbagai penjuru

menancapi hati

mengiris sendi-sendi diri

sampai aku hampir tak sanggup berdiri



: sekali lagi aku bertanya pada diri sendiri

benarkah ini terjadi di negeri kami?



Lalu kudengar episodemu adik kecil

Pada suatu hari yang terik

nadimu semakin lemah

tapi tak ada uang untuk ke dokter

atau membeli obat

sebab ayahmu hanya pemulung

kaupun tak tertolong



Ayah dan abangmu berjalan berkilo-kilo

tak makan, tak minum

sebab uang tinggal enam ribu saja

mereka tuju stasiun

sambil mendorong gerobak kumuh

kau tergolek di dalamnya

berselimut sarung rombengan

pias terpejam kaku



Airmata bercucuran

peluh terus bersimbahan

Ayah dan abangmu

akan mencari kuburan

tapi tak akan ada kafan untukmu

tak akan ada kendaraan pengangkut jenazah

hanya matahari mengikuti

memanggang luka yang semakin perih

tanpa seorang pun peduli



: aku pun bertanya sambil berteriak pada diri

benarkah ini terjadi di negeri kami?



Tolong bangunkan aku, adinda

biar kulihat senyummu

katakan ini hanya mimpi buruk

ini tak pernah terjadi di sini

sebab ini negeri kaya, negeri karya.

Ini negeri melimpah, gemerlap.

Ini negeri cinta



Ah, tapi seperti duka

aku pun sedang terjaga

sambil menyesali

mengapa kita tak berjumpa, Adinda

dan kau taruh sakit dan dukamu

pada pundak ini



Di angkasa layang-layang hitam

semakin membayangi

kulihat para koruptor

menarik ulur benangnya

sambil bercerita

tentang rencana naik haji mereka

untuk ketujuh kalinya



Aku putuskan untuk tak lagi bertanya

pada diri, pada ayah bunda, atau siapa pun

sementara airmata menggenangi hati dan mimpi.


: aku memang sedang berada di negeriku

yang semakin pucat dan menggigil




(Abdurahman Faiz, 7 Juni 2005)

Comments

SAM said…
Coba kirim ke lembaga legislatif, exekutif sama semua pejabat kita. mungkin kita bisa liat hatinya siapa yang masih bisa menyentuh rakyat
This comment has been removed by the author.
greenicha said…
asslmkm,,salam kenal bu, trimakasih tuk puisi ini, sy numpang copy yaa..lagi butuh tuk teman..
klihatannya hobi qta sama...
^_^ greenicha

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R