Bukan cuman mendung, arima-kawasaki diguyur hujan perlahan. Sendu. Ternyata ada kabar duka yang dibawa, tentang seseorang yang baru saja pergi semalam. Pergi setelah menunaikan tugas.
Bukan kawan dekat, apalagi kerabat. Tapi banyak hal yang terinspirasi darinya. Tulisan-tulisannya di tarbawi, kisah-kisahnya yang sangat menakjubkan. Nyata, menggugah, padahal bukan dongeng. Mengalirkan energi untuk bergerak.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'aafihi wa'fu'anhu wa akrim nuzulahu, wawassi' mad khalahu wagh sil hu bi maa?fin, watsaljin, wabarodin, wanaqqihi minal kha thaaya, kamaa yunaq qotstsaubul abyadhu minad danas, wa abdil hu daaran khairan min daarihi, wa ahlan khairan min ahlihi, waqihi fit natal qabri wa'adzaabannaari."
(Ya Allah, ampuni dan kasihanilah ia, sejahterakanlah ia dan maafkan dan hormatilah kedatangannya, lapangkanlah tempat kediamannya, dan bersihkanlah ia dengan air, es dan embun, serta bersihkanlah ia dari dosa-dosanya sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Juga gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya dahulu, gantilah keluarganya dengan yang lebih baik daripada keluarganya dulu, Dan peliharalah ia dari petaka kubur dan siksa neraka). (dari HR Muslim)
***
Mba Helvy menuturkannya dengan lebih baik di sitenya:
Dari http://helvytr,multiply.com
EPISODE CINTA UNTUK RAHMAT ABDULLAH
Merendahlah,
engkau kan seperti bintang-gemintang
Berkilau di pandang orang
Diatas riak air dan sang bintang nun jauh tinggi
Janganlah seperti asap
Yang mengangkat diri tinggi di langit
Padahal dirinya rendah-hina
(Rahmat Abdullah)
Seperti tak percaya aku mendengar kabar itu: kau sudah pergi untuk selamanya. Dan kenangan demi kenangan berkelebat cepat di benakku, menyisakan satu nama: Rahmat Abdullah.
Kita memang tak banyak bertemu, tak banyak bercakap. Tapi percayakah kau, aku menjadikanmu salah satu teladan diri. Kau menjelma salah satu sosok yang kucinta.
Tahukah kau, hampir tak ada tulisanmu yang tak kubaca? Dan setelah membacanya selalu ada sinar yang menyelusup menerangi kalbu dan ikiranku. Tidak sampai di situ, buku-bukumu selalu membuatku bergerak. Ya, bergerak!
Kau mungkin tak ingat tentang senja itu. Tapi aku tak akan pernah melupakannya. Saat itu kau baru saja pulang dari rumah sakit untuk memeriksakan kesehatanmu. Aku dan seorang teman menunggumu. Kami membutuhkanmu untuk memberi masukan terhadap apa yang tengah kami kerjakan. Lalu tanpa istirahat terlebih dahulu, dengan senyuman dan kebersahajaan yang khas, kau menemui kami. Tak kau perlihatkan bahwa kau sedang tak sehat. Bahkan kau bawa sendiri makanan dan minuman untuk kami. Lalu dengan riang kau menyemangati kami.
“Ini kebaikan yang luar biasa,” katamu. “Bismillah. Berjuanglah dengan
pena-pena itu!”
Lalu kami mengundangmu untuk hadir pada acara milad organisasi kecil kami. Sekadar menyampaikan undangan, dan tak terlalu berharap kau datang, karena kami tahu kau sangat sibuk dengan begitu banyak persoalan ummat.
Hari itu, bulan Juli 2002, milad ke 5 organisasi kami: Forum Lingkar Pena. Semua panitia direpotkan oleh banyak hal yang harus dikerjakan. Aku masih sempat bertanya pada panitia: “Adakah yang menjemput Pak Taufiq Ismail dan Pak Rahmat Abdullah?”
Panitia menggeleng. Banyak yang harus dikerjakan. Tak ada mobil atau tenaga untuk menjemput. Sudahlah, pikirku. Pak Taufiq dan Pak Rahmat terlalu besar untuk hadir
di acara seperti ini.
Aku hampir melompat ketika melihat Pak Taufiq Ismail datang sendirian dengan taksi dan menyapa kami riang. Dan aku tak percaya ketika tak lama kemudian kau muncul!
“Ustadz, terimakasih sudah datang. Kami tidak menyangka…,” sambutku.
Kau tersenyum. “Saya sudah agendakan untuk datang,” katamu. “Ini acara FLP. Istimewa.”
Mataku berkaca. Ini ustadz Rahmat Abdullah, ia terbiasa diundang sebagai pembicara dalam berbagai acara nasional sampai internasional. Dan kini ia sudi hadir sebagai undangan biasa!
“Maaf ustadz tidak dijemput. Ustadz naik apa tadi?”
"Naik bis. Tempatnya mudah dicari,” katamu biasa.
Kau sempat turut memberikan award dalam acara tersebut dan memimpin doa penutup. Aku menangis mendengar doa yang kau lantunkan, Ustadz. Kau berulangkali mendoakan agar organisasi kami: FLP selalu bisa melahirkan para pemuda yang tak akan berhenti berjuang dengan pena….
Pada akhir acara, kau turut berjongkok bersama para pemuda lainnya dan menandatangani spanduk yang kami gelar bertuliskan “Sastra untuk Kemanusiaan.”
“Saya mencintai sastra dan suka membuat puisi,” ceritamu.
Hari itu kehadiranmu benar-benar memberi semangat baru bagi kami.
Ustadz, aku selalu mengenangmu sebagai suami dan ayah yang baik dalam keluarga. Sebagai guru sejati bagi ribuan da’i. Dan ketika kau terpilih menjadi anggota DPR RI tahun 2004 lalu, tak ada yang berubah darimu, kecuali usaha yang lebih keras untuk membuat rakyat tersenyum. Dalam keadaanmu yang sederhana, kau tak berhenti memberi zakat dan infaq dari gajimu. Kau satu dari sedikit orang yang pernah kutemui, yang sangat berhati-hati dengan amanah dan berjuang untuk menunaikannya tanpa cacat.
Ah, pernahkah kau meminta tarif untuk mengisi ceramah? Tak ada. Kau bahkan pernah berkata: “Alhamdulillah ada lagi orang yang mau mendengarkan taushiyah dari hamba Allah yang lemah ini.”
Terakhir kali kita bertemu, Ustadz, di sebuah jalan raya, sekitar akhir tahun lalu. Dan aku tak percaya, kau—anggota dewan yang terhormat--- masih saja menyetop kopaja.
Kini kau telah kembali untuk selamanya. Ribuan orang, tak terhingga orang, datang mengiringi untuk terakhir kali, sambil tak henti bersaksi tentang keindahanmu.
Selamat jalan, Ustadz. Jalan kebaikan dan cinta yang selalu kau tempuh di dunia, semoga mengantarkanmu ke gerbang yang paling indah di sisiNya.
Amiin.
(Helvy Tiana Rosa)
BERITA LENGKAP:
Berita Duka: Syaikhut Tarbiyah Kita Telah Berpulang Ke Rahmatullah
PKS Online: Innalillahi Wa Inna Illaihi Rojiun. Telah Berpulang ke Rahmatullah, salah satu ustadz yang kita cintai, Rahmat Abdullah. Beliau meninggal dunia pada hari ini (14/06) sekitar jam 19.30 di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih.
Mantan Ketua Majelis Syuro DPP PKS itu meninggal dunia dikarenakan penyakit stroke. Beliau terkena stroke ketika wudhu untuk mengerjakan sholat Magrib di Kantor DPP PKS yang berletak di Gedung Kindo, Duren Tiga Jakarta. Saat itu beliau dan rekan-rekan DPP sedang mengadakan Rapat Rutin DPP. Kemudian beliau dibawa ke rumah sakit Islam Cempaka Putih Jakarta, namun Allah mentakdirkan beliau untuk menghadap keharibaan-Nya ketika beliau sampai di rumah sakit tersebut.
Ustadz, yang juga anggota Komisi III DPR RI, meninggalkan 1 orang istri, 3 orang anak laki-laki, dan 4 orang anak perempuan.
Insya Allah jasad beliau akan dishalatkan ba'da shalat dzuhur besok (15/06) di Masjid Komplek Iqro, Jl. Ayat, Jati Makmur Pondok Gede Jakarta Timur. Serta kemudian akan dimakamkan di pemakaman umum di Pondok Gede. (Novri)
Bukan kawan dekat, apalagi kerabat. Tapi banyak hal yang terinspirasi darinya. Tulisan-tulisannya di tarbawi, kisah-kisahnya yang sangat menakjubkan. Nyata, menggugah, padahal bukan dongeng. Mengalirkan energi untuk bergerak.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'aafihi wa'fu'anhu wa akrim nuzulahu, wawassi' mad khalahu wagh sil hu bi maa?fin, watsaljin, wabarodin, wanaqqihi minal kha thaaya, kamaa yunaq qotstsaubul abyadhu minad danas, wa abdil hu daaran khairan min daarihi, wa ahlan khairan min ahlihi, waqihi fit natal qabri wa'adzaabannaari."
(Ya Allah, ampuni dan kasihanilah ia, sejahterakanlah ia dan maafkan dan hormatilah kedatangannya, lapangkanlah tempat kediamannya, dan bersihkanlah ia dengan air, es dan embun, serta bersihkanlah ia dari dosa-dosanya sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Juga gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya dahulu, gantilah keluarganya dengan yang lebih baik daripada keluarganya dulu, Dan peliharalah ia dari petaka kubur dan siksa neraka). (dari HR Muslim)
***
Mba Helvy menuturkannya dengan lebih baik di sitenya:
Dari http://helvytr,multiply.com
EPISODE CINTA UNTUK RAHMAT ABDULLAH
Merendahlah,
engkau kan seperti bintang-gemintang
Berkilau di pandang orang
Diatas riak air dan sang bintang nun jauh tinggi
Janganlah seperti asap
Yang mengangkat diri tinggi di langit
Padahal dirinya rendah-hina
(Rahmat Abdullah)
Seperti tak percaya aku mendengar kabar itu: kau sudah pergi untuk selamanya. Dan kenangan demi kenangan berkelebat cepat di benakku, menyisakan satu nama: Rahmat Abdullah.
Kita memang tak banyak bertemu, tak banyak bercakap. Tapi percayakah kau, aku menjadikanmu salah satu teladan diri. Kau menjelma salah satu sosok yang kucinta.
Tahukah kau, hampir tak ada tulisanmu yang tak kubaca? Dan setelah membacanya selalu ada sinar yang menyelusup menerangi kalbu dan ikiranku. Tidak sampai di situ, buku-bukumu selalu membuatku bergerak. Ya, bergerak!
Kau mungkin tak ingat tentang senja itu. Tapi aku tak akan pernah melupakannya. Saat itu kau baru saja pulang dari rumah sakit untuk memeriksakan kesehatanmu. Aku dan seorang teman menunggumu. Kami membutuhkanmu untuk memberi masukan terhadap apa yang tengah kami kerjakan. Lalu tanpa istirahat terlebih dahulu, dengan senyuman dan kebersahajaan yang khas, kau menemui kami. Tak kau perlihatkan bahwa kau sedang tak sehat. Bahkan kau bawa sendiri makanan dan minuman untuk kami. Lalu dengan riang kau menyemangati kami.
“Ini kebaikan yang luar biasa,” katamu. “Bismillah. Berjuanglah dengan
pena-pena itu!”
Lalu kami mengundangmu untuk hadir pada acara milad organisasi kecil kami. Sekadar menyampaikan undangan, dan tak terlalu berharap kau datang, karena kami tahu kau sangat sibuk dengan begitu banyak persoalan ummat.
Hari itu, bulan Juli 2002, milad ke 5 organisasi kami: Forum Lingkar Pena. Semua panitia direpotkan oleh banyak hal yang harus dikerjakan. Aku masih sempat bertanya pada panitia: “Adakah yang menjemput Pak Taufiq Ismail dan Pak Rahmat Abdullah?”
Panitia menggeleng. Banyak yang harus dikerjakan. Tak ada mobil atau tenaga untuk menjemput. Sudahlah, pikirku. Pak Taufiq dan Pak Rahmat terlalu besar untuk hadir
di acara seperti ini.
Aku hampir melompat ketika melihat Pak Taufiq Ismail datang sendirian dengan taksi dan menyapa kami riang. Dan aku tak percaya ketika tak lama kemudian kau muncul!
“Ustadz, terimakasih sudah datang. Kami tidak menyangka…,” sambutku.
Kau tersenyum. “Saya sudah agendakan untuk datang,” katamu. “Ini acara FLP. Istimewa.”
Mataku berkaca. Ini ustadz Rahmat Abdullah, ia terbiasa diundang sebagai pembicara dalam berbagai acara nasional sampai internasional. Dan kini ia sudi hadir sebagai undangan biasa!
“Maaf ustadz tidak dijemput. Ustadz naik apa tadi?”
"Naik bis. Tempatnya mudah dicari,” katamu biasa.
Kau sempat turut memberikan award dalam acara tersebut dan memimpin doa penutup. Aku menangis mendengar doa yang kau lantunkan, Ustadz. Kau berulangkali mendoakan agar organisasi kami: FLP selalu bisa melahirkan para pemuda yang tak akan berhenti berjuang dengan pena….
Pada akhir acara, kau turut berjongkok bersama para pemuda lainnya dan menandatangani spanduk yang kami gelar bertuliskan “Sastra untuk Kemanusiaan.”
“Saya mencintai sastra dan suka membuat puisi,” ceritamu.
Hari itu kehadiranmu benar-benar memberi semangat baru bagi kami.
Ustadz, aku selalu mengenangmu sebagai suami dan ayah yang baik dalam keluarga. Sebagai guru sejati bagi ribuan da’i. Dan ketika kau terpilih menjadi anggota DPR RI tahun 2004 lalu, tak ada yang berubah darimu, kecuali usaha yang lebih keras untuk membuat rakyat tersenyum. Dalam keadaanmu yang sederhana, kau tak berhenti memberi zakat dan infaq dari gajimu. Kau satu dari sedikit orang yang pernah kutemui, yang sangat berhati-hati dengan amanah dan berjuang untuk menunaikannya tanpa cacat.
Ah, pernahkah kau meminta tarif untuk mengisi ceramah? Tak ada. Kau bahkan pernah berkata: “Alhamdulillah ada lagi orang yang mau mendengarkan taushiyah dari hamba Allah yang lemah ini.”
Terakhir kali kita bertemu, Ustadz, di sebuah jalan raya, sekitar akhir tahun lalu. Dan aku tak percaya, kau—anggota dewan yang terhormat--- masih saja menyetop kopaja.
Kini kau telah kembali untuk selamanya. Ribuan orang, tak terhingga orang, datang mengiringi untuk terakhir kali, sambil tak henti bersaksi tentang keindahanmu.
Selamat jalan, Ustadz. Jalan kebaikan dan cinta yang selalu kau tempuh di dunia, semoga mengantarkanmu ke gerbang yang paling indah di sisiNya.
Amiin.
(Helvy Tiana Rosa)
BERITA LENGKAP:
Berita Duka: Syaikhut Tarbiyah Kita Telah Berpulang Ke Rahmatullah
PKS Online: Innalillahi Wa Inna Illaihi Rojiun. Telah Berpulang ke Rahmatullah, salah satu ustadz yang kita cintai, Rahmat Abdullah. Beliau meninggal dunia pada hari ini (14/06) sekitar jam 19.30 di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih.
Mantan Ketua Majelis Syuro DPP PKS itu meninggal dunia dikarenakan penyakit stroke. Beliau terkena stroke ketika wudhu untuk mengerjakan sholat Magrib di Kantor DPP PKS yang berletak di Gedung Kindo, Duren Tiga Jakarta. Saat itu beliau dan rekan-rekan DPP sedang mengadakan Rapat Rutin DPP. Kemudian beliau dibawa ke rumah sakit Islam Cempaka Putih Jakarta, namun Allah mentakdirkan beliau untuk menghadap keharibaan-Nya ketika beliau sampai di rumah sakit tersebut.
Ustadz, yang juga anggota Komisi III DPR RI, meninggalkan 1 orang istri, 3 orang anak laki-laki, dan 4 orang anak perempuan.
Insya Allah jasad beliau akan dishalatkan ba'da shalat dzuhur besok (15/06) di Masjid Komplek Iqro, Jl. Ayat, Jati Makmur Pondok Gede Jakarta Timur. Serta kemudian akan dimakamkan di pemakaman umum di Pondok Gede. (Novri)
Comments