Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2004

Hiburan

Di masa-masa sulit itu pun seringkali kita temukan hiburan-hiburan kecil. Sederhana, namun mampu mengendurkan urat-urat saraf yang sebelumnya tegang... Alhamdulillah...

Devoted Friend

Masih kupikirkan apa yang hendak aku tuliskan malam ini disini. Lalu kutemukan sebuah puisi yang dibuat dan dikirim kawan, sahabat, dan saudaraku terkasih. Aku ingin mematrinya disini, mengingat hangat yang menjalari hatiku, serta mengenang kebersamaan kami... Ya, Allah kekalkan ikatannya, satukan kami senantiasa dalam cinta dan taat kepadaMu --- Bismillah.... Untuk dua orang berharga yang ALLAH kirimkan dalam kehidupanku : Every minute bestows something precious Whether being known or imperceptible Every second furnished by sense Whether being gathered or undiscovered Until we realized Allah has sent that precious things through a friends, and friends create a sense it self. Dear Allah, You made us have an enormous encounter You made us have a time to know each other You made us have a completely regardful relation and YOU unite our heart without nothing, but YOUR Affection Dear Allah, Let us have that wonderful LOVE The LOVE that could bring us to se

Cemas

Rasa cemas yang menelusup di hatiku bersalin rupa. Dulu konstruksi bangunan tentangnya teramat samar, dan sulit tercipta dalam bayangan. Galau. Cemas. Takut. Hingga berkali-kali, dalam kesendirian aku memohom agar Ia tak menitipkan diriku pada orang yang zalim. Dia tahu sebesar apa cita-citaku, dan sebanyak apa kekurangan serta keterbatasanku. Berada antara kenaifan dan ketsiqahan, masya Allah... sepertinya benang tipis saja yang membuat perbedaannya. Dan apa yang membentang di depanku itu begitu gelap, mencemaskan. Namun fakta demi fakta yang kemudian ditemukan, mengumpul membuat bayangan serupa potongan puzzle. Ternyata dia istimewa... Dan aku kehilangan rasa percaya diri. Ya Rahman... apa benar hamba ini sudah siap dengan amanah baru? Seperti ketika masa sebelum aku pergi ke negeri sakura ini, pertanyaan besar yang menghantuiku adalah sanggupkah aku istiqomah? Dalam kondisi apa akan kuhadapi hari-hari disana? Apakah kecintaanku akan perjuangan di jalan ini akan menjadi

Titipan

Ya Rahman, kutitipkan hati ini dalam bilangan jenak agar ia tidak mengelana pada daratan yang masih jauh dari jangkauan cukup biarkan ia menyelami apa yang ada di hadapan agar sempurnalah ikhtiar hamba

Kucing

Seiring dengan bergulirnya masa publikasi, maka interogasi demi interogasi pun harus kuterima. Sebenarnya agak jengah, menghadapi pertanyaan berulang yang aku terima dari kawan-kawanku. Dari yang satu aliran, sampai aliran yang melawan arus, mengajukan hal yang sama. Kenapa pilihan sulit itu aku ambil? Kadang aku merasa lelah menjawabnya, dan ingin menutup telinga saja. Pertanyaan-pertanyaan memburuku sementara tugas-tugas menuntut konsentrasiku. Berkali kali kupintakan kepada Allah untuk menjaga diri ini karena hati dan pikiranku sulit untuk dikendalikan. Padahal dalam sepekan ini, ada satu ujian dan enam report yang harus dituntaskan. Ada masa dimana aku hanya memasang tampang emoticon senyum, dan pada masa yang lain aku harus menerangkan panjang lebar, karena logika yang kupunya tak serupa dengan yang kuajak bicara. Ya Rahman...dalam jengah ini, aku tahu...rasa sayang dan kekhawatiran yang mendalam yang membuat mereka melakukan itu. Mereka takut aku salah pilih, merek

Patah Hati

Apa yang akan menyertai perasaan saat kita jatuh cinta? Ya. Patah hati. Serupa perpisahan yang merupakan sebuah konsekuensi dari pertemuan. Seperti itulah perasaanku saat mengantar kawan dan saudaraku menikah. Kesadaran bahwa akan ada yang berubah, kadang menjerat kita pada kesedihan yang dalam. Aku ingat, di ulang tahunku beberapa tahun yang lalu, seorang kawan, yang sudah seperti abang sendiri, mengucapkan selamat ulang tahun. Saat aku menagih hadiah (sambil bercanda) dia bilang..."hadiahnya teteh aja, yaa..." Aku tahu, saat itu persaanku bercampur menjadi satu. Antara haru, membayangkan dia akan menggenapkan separuh diennya, sekaligus sedih, karena akan ada hal yang berubah di antara kami. Tak lupa ia tanyakan kriteria ipar yang baik buat dia. Huwaa...mana ku tahu... kusarankan bertanya pada orang yang mengenalnya dengan lebih baik. Bukankah meski selama kami ini "rukun dan damai" ada banyak tabir yang tak kuketahui sebagai bagian dari konsekuensi hijab

Sabtuku

Setiap orang punya hari favorit. Akhir-akhir ini hari favoritku adalah sabtu. Ada sabtu dimana aku bisa menjadi diriku sendiri, dan ada sabtu dimana aku bisa berjumpa saudari-saudariku dalam pertemuan kecil. Selalu ada getaran rasa haru, setiap kali aku melangkahkan kaki ke ataupun pulang dari salah satu masjid di sudut kota Tokyo. Masjid mungil dua lantai yang berada diantara bangunan pertokoan, yang terkadang terlewati karena imutnya. Disana berkumpul muslimah beragam bangsa. Jepang, Pakistan, dan juga Indonesia, adalah sebagian besar yang mendominasi. Kegiatan disana beragam. Ada belajar baca Quran, pengajian, bimbingan untuk yang non islam yang mau belajar Islam, dsb. Aku mendapat kesempatan untuk mengisi pengajian rutin disana. Bahasa Jepangku yang amat terbatas, membuatku hanya sanggup menyampaikan dengan bahasa Indonesia, pun dalam menulis bahan materi. Seorang rekan, membantuku menerjemahkan tulisan dan juga bicaraku. Semangat mereka, ukhuwah yang kemudian terj

Pertempuran

Preparing for the battle is the battle itself Aku benar-benar kena batunya. Betapa beratnya persiapan menuju sebuah pertempuran selama satu setengah jam saja. Bukan karena permasalahannya sangat berat, tapi karena aku tak cukup bersabar untuk menatap deretan kanji, untuk memahami makna di balik itu. Dan aku benar-benar kalah... (jadikan pelajaran yang tak boleh dilupakan, ka. jangan jatuh lagi ke lubang yang sama. imanmu kalah. itu hal yang sangat mendasar. mestinya kamu tahu, kalau kamu tak bisa percaya dirimu sendiri sepenuhnya. tapi kenapa tipis nian kepercayaanmu kepada ALLAH???)

Akronim Nama

Dari bulletin boardnya friendster , temen saya mengabarkan tentang bagaimana mengetahui karakter dari nama kita, dimana nama itu menjadi akronim sifat-sifat kita (dalam bahasa inggris tentu) dan inilah hasilnya... R Realistic I Influential E Enjoyable S Sweet K Keen A Awesome Tepat atau tidak karakter itu, mungkin kawan-kawan saya akan lebih bisa menilainya. Pada dasarnya saya percaya bahwa manusia itu punya karakter dasar yang kemudian berinteraksi dengan lingkungan dan mengahasilkan tampilan prilaku yang berbeda-beda. Tampilan itu sendiri dapat berubah dengan cara membangun karakter dasar (awalnya dari paradigma, lalu menjadi kegiatan, kemudian menjadi karakter) dan yang kedua adalah mengcreate lingkungan itu sendiri. Sebagian besar orang tak yakin bahwa karakter dasar itu bisa berubah. Barangkali demikian adanya. Tapi saya lebih menyukai proses bagaimana kita senantiasa belajar memperbarui diri, menghiasinya dengan sifat-sifat yang baik. Sulit, memang. Tapi kita tak boleh

Ungkapan

Kita boleh saja memendam cinta yang tak terungkapkan oleh kata-kata. Tapi Nabi SAW mengajarkan sahabat-sahabatnya untuk senantiasa menyatakan cinta pada orang-orang terkasih. Seperti e-mail seorang kawan padaku, "Mbak rindu melihat binar di matamu..." Atau saat mama merelakan barang kesayangannya buatku, karena aku menyukainya. "Apa yang ga boleh buat neng? Nyawa aja dikasih kalo neng minta..." "Kak, u re very special for me..." Ungkap seorang kawan lagi setelah sekian lama tak bersua, meski dalam dunia maya. ... Nyatanya cinta memang tak boleh tak dikatakan. Mengungkapkannya akan membantu kita mengikatkan hati. Bukan hanya mengikatkan hati dengan hati, tapi juga mengingatkan hati-hati padaNya. Serupa bangunan limas yang kuat dan kokoh, bila cinta itu terbangun karenaNya. Hingga boleh lah kita berharap, dengan cinta yang terpatri antar kita, hati yang senantiasa bertaut karenaNya, kan kita peroleh naungan di hari tak ada naungan, kec

Jiwa

berdamai dengan jiwa sembari menyeretnya untuk terus berkhidmat pada Sang Pemilik... di masa sulit -- bunga dan duri di jalanan itu mestinya sama saja, tak membuat kita berhenti berjalan

Dunia maya

e (8:07:53 PM): ka .. give me a litte spirit e (8:08:39 PM): to kill this lazyness r (8:08:58 PM): ups r (8:09:00 PM): : e (8:09:06 PM): :-S e (8:09:17 PM): beneran .. bsk ujian.. tp bwatg buka buku ga niat banget e (8:09:19 PM): T T e (8:09:33 PM): ga tau ni... jenuh banget r (8:10:23 PM): hemmm e (8:13:00 PM): need wise words   status: my dear e ...pergi berjuang pada masa susah dan senang, rela ataupun dipaksa, berdiri menentang badai walau jenuh menerpa   r (8:16:39 PM): is that enough? e (8:18:11 PM): :-O e (8:18:17 PM): terharuuuu e (8:18:37 PM): :-S e (8:19:08 PM): arigatouu e (8:19:16 PM): ganbarimasuuuu r (8:19:37 PM): :) e (8:19:49 PM): :x :-* r (8:20:04 PM): >:D<    Mengenang salah satu percakapan kecil, bahwa dialog pendek lewat hati pada dunia maya, kadang memberi inspirasi untuk dunia nyata.   Kawanku yang satu ini sama sekali bukan pemalas. Ini hanya masa sulit buatnya. Dia selalu berusaha melakukan yang terbaik untu

Sedih

"teteh..aku ga lulus. hiks sih. tapi ga akan sedih, insya Allah. jd gak perlu dihibur ya..hehe. doakan.."   Itu teks yang terbaca pada layar HPku. Aku mencuri-curi membacanya saat kuliah "Human Interface" Jumat kemarin. Dengan mencuri-curi juga, aku membalasnya tanpa banyak bergerak dan tetap memasang mata ke arah sensei agar tak menarik perhatiannya.   "mudah2an rejeki dikau ada di kobe. ganbatte dan optimis ya..jgn takut sedih. klo perlu nangs ma Allah.   Mataku berkaca-kaca. Aku susut berkali-kali, butiran bening tetap saja berusaha meluncur. Setelah beberapa saat baru aku berhasil menguasai diri dan kembali menyimak materi kuliah.   Aku teringat beberapa waktu yang lalu saat meneleponnya, dia mengatakan padaku perihal proses ujian masuk univ. Katanya dia aga pesimis dan hanya berdoa tak terlalu sedih. Aku hanya mengerutkan kening mendengarnya.   Dalam banyak hal, orang memandang harapan yang ia bangun dengan cara berbeda. Pun melihat k

Politik di negeri kami

Pagi ini, saat saya membuat sarapan standar, roti bakar dan sosis (hari ini tanpa keju), saya berpikir tentang situasi politik di kampung halaman. Masih ingat cerita saya tentang penonton ? Ya, pemilu baru saja diadakan tanggal 5 Juli yang lalu, hampir dua pekan dari sekarang.  Sebenarnya saya masih belum terlalu faham tentang masalah itu. Saat di ITB dulu, meski ikut terlibat di organisasi mahasiswa, ikut berdiskusi tentang gerakan mahasiswa, dan sebagainya, tetap saja saya adalah yang paling awam tentang ini dibanding kawan-kawan yang lain. Jujur saja, dibanding berkutat dengan dunia abu-abu itu, hal-hal yang lebih sosial, memasyarakat, dsb., sepertinya lebih menghanyutkan untuk ditelusuri. Tapi kadang tak banyak pilihan yang bisa diambil, karena tugas itu bukan suka atau tidak suka, ataupun mau tidak mau. Lebih kepada melihat kebutuhan lapangan. Siap tak siap harus maju. Katanya...   Persis seperti saat diminta orasi di BIP, atau menjadi humas dan publikasi saat aksi, padaha

Lelaki itu [2]

Lelaki itu mengajarkan banyak lagu, pandai memainkan segala alat musik dan aku menyumbangkan nyanyian (membuat nyanyian menjadi sumbang, red). Membuat peralatan sederhana dengan tangannya sendiri, hingga sampai menjelang remaja, aku mengira dialah orang paling serba bisa. Dia sangat lembut. Saat aku menangis karena tanganku yang retak-oleh-oleh bermain kasti-, diurut oleh ahlinya, dia menangis diam-diam. Membuatku menahan untuk tidak mengaduh dan hanya menangis diam-diam agar tak menambah gusarnya. Jelang usia 11 tahun, dibawakannya bacaan-bacaan tentang muslimah. Tentang jilbab, dsb. Mengizinkan dengan berat hati saat aku menolak masuk pesantren dan memilih smp favorit di kotaku. Alhamdulillah...Allah karuniakan hidayahNya untukku, hingga Ramadhan 1992, jelang penghujung kelas 1 SMP aku putuskan untuk berjilbab. Pada masa kritis usia puber, saat seseorang datang menawarkan 'cinta', dia pahatkan dalam hatiku tentang arti sebuah kehormatan diri seorang muslimah. Membuat

Lelaki itu

Mamah memintaku memanggilnya bapak. Tapi lidah kecilku hanya bisa mengulang-ngulang papap, papap, sehingga dengan itulah ia aku panggil sampai sekarang, saat usiaku sudah lebih dari separuh usianya. Banyak hal-hal pertama dalam hidupku, kulakukan bersamanya... Dialah yang pada usia kelimaku, mengajarkanku membaca, sehingga saat TK aku bisa mulai memahami aksara dan menyukai buku. Latihan berpuasa, membangunkan saat ku tidur nyenyak, memangku untuk cuci muka, duduk di meja makan, dan kantukku baru hilang sempurna, saat makanan di piring tinggal separuh. Seharian aku bermain dengan perut menahan sakit dan dia berusaha menjaga supaya aku tak berbuka. Meski orang-orang di sekitarku mencemaskanku dan memarahinya. Dia memilih memboncengku dengan sepeda motornya, berharap pemandangan sore akan membuatku melupakan lapar. Nyatanya, barangkali menahan lapar sejak kecil itulah yang menjadikan puasa menjadi favoritku sebelum kemudian kutemukan sholat lail di sekolah menengah. Bacaan iftit

Memberi warna pada lelah

Setiap kali status YM saya 'memberi warna pada lelah' , ada saja kawan-kawan yang mengirimkan 'buzznya' via YM. "Warna apa, Ka?" "Gimana kalo biru?" Kata penyuka biru. "Dikasih warna pink ajah" Kata mbak yang menyukai warna pink. Saya hanya tersenyum, kadang saya jelaskan, kadang tidak. Tapi disini akan saya ceritakan sebagian maknanya. Biasanya status itu saya buat kala masih saya rasakan sisa-sisa lelah yang menyusup sepulang kuliah atau melakukan kegiatan akhir pekan. Meski tak setiap hari, tapi ada masa-masa dimana tenaga dan pikiran serta emosi benar-benar terkuras habis. Tapi kemudian saya menemukan bahwa tak ada warna untuk lelah yang lebih tepat selain warna pengabdian padaNya. Satu-satunya warna, yang membuat lelah kita menjelma serupa pelangi. Melengkung, menghubungkan kaki langit, terurai menjadi tujuh warna yang mempesona. Selain memberi warna, apa ada penawar untuk lelah? Saya mencoba beragam cara untuk m

About Me & Tokyo [3]

Saya lanjutkan cerita tentang kehidupan disini spesial untuk orang-orang yang selalu memperhatikan, kehidupan macam apa yang saya jalani disini. KAMPUS Kampus tempatku menuntut ilmu adalah Tokyo Institute of Technology (TIT). Dalam bahasa setempat namanya adalah Tokyo Kogyo Daigaku (東京工業大学) dengan nama kecil Tokodai (東工大). Dibanding ITB-kampusku tercinta, Tokodai lebih luas. Letaknya persis berhadapan dengan stasiun Ookayama. Saat memasuki kampus, Gedung Perpustakaan dan Centenian Hall menyambut kita. Lalu pemandangan hijau taman utama yang cantiknya luar biasa kala sakura bermekaran. Perpustakaan Perpustakaan kampus ini lengkap dan hidup. Padahal menurut sensei (dosen-dosen) tahun-tahun terakhir ini perpustakaan bertambah sepi. Sebagian besar pelajarnya lebih tertarik untuk kerja parttime dari pada belajar benar-benar di perpus. Masuk ke perpus perlu menggunakan kartu mahasiswa untuk menembus sensor yang dipasang dipintu. Begitupun saat meminjam buku, kartu mahasiswa

Amanah

Jelang tengah malam, hampir saja aku lupa untuk menulis disini. Lupa menulis sebenarnya tak berarti lupa berpikir, karena ada yang menghantuiku hampir seharian ini sebagai letupan dari bisikan yang hadir dalam benak di hari-hari pekan ini. Masa-masa ini merupakan salah satu masa sulit buatku. Akhir semester dimana segala tugas memburu, sementara tanggung jawab-tanggung jawab non akademis pun menanti untuk ditepati. Aku hampir tak sanggup bernafas lega, karena tugas-tugas ini seperti tak selesai-selesai. Deadline yang ada tak berhasil memecutku untuk bekerja makin cepat dan cekatan. Tetap saja masih kuhabiskan waktu untuk menyalurkan hobiku, semisal membaca hal-hal yang sebenarnya bisa kutunda. Terkadang, saat aku agak sedikit lemah saat kuliah atau menyelesaikan tugas pada limit deadline dengan segala keterbatasan, organisasi yang disalahkan. Saat tugas organisasi tak bisa ditunaikan maka tuntutan kuliah yang kemudian menjadi kambing hitam. Mungkin itu tak sepenuhnya salah, ba

Pertemuan Kecil

Kalau aku ditanya, apa pemandangan favoritku selain langit biru beserta segala sketsa alam yang dilukiskanNya, maka jawaban pertama adalah pemandangan orang-orang yang bersujud. Apalagi melihat orang-orang yang tersungkur di Masjidil Haram pada bulan Ramadhan. Melihat barisan punggung di Masjid Salman, atau tersungkurnya orang-orang di Lapangan Ied saat Lebaran saja, sudah mewarnai hatiku demikian dalam. Menyusupkan rasa damai dan haru. Pemandangan lain yang menjadi favoritku adalah melihat kelompok-kelompok manusia yang melingkar dan disana dibacakan ayat-ayat Allah. Bukan sekali dua kali aku sengaja duduk di selasar jurusan, untuk menikmati pemandangan itu. Setahun sekali, Salman penuh dengan kelompok-kelompok kecil mentoring Orientasi Mahasiswa, akupun menikmatinya. Kadang menyengaja duduk dan memandang dalam diam, menahan haru. Meskipun tak jarang pula harus sambil hilir mudik menyelesaikan beberapa urusan. Pertemuan kecil, dimana aku selalu membayangkan banyak malaikat menge

Yang Pertama

Hari ini, kulewatkan waktu jelang subuh tidak sendirian. Meski al Quran tetap di tangan, YMku selalu berkelap-kelip. Ada koordinasi untuk menyelesaikan masalah agar siaran pertama esok hari bisa berjalan sesuai rencana. Besok adalah siaran pertama Cerita Anak FLP-Jepang di Radio Tarbiyah . Sebuah program yang dirancang untuk berusaha mengisi ruang kosong anak-anak muslim Indonesia yang ada di Jepang ini. Berharap ini dapat sedikit mengakrabkan mereka pada nilai-nilai islam yang masih asing disini. Selain tentunya, ini pun mengakrabkan mereka pada dunia baca, tulis, dan bertutur, sebagai cara berkomunikasi. Kawan-kawanku bersemangat 45 menggarap program ini disela-sela kesibukan mereka. Dari yang masih kuliah tingkat satu, sampai bapak-bapak berputra-putri yang beranjak dewasa yang sedang menjalankan program doktornya disini. Hal yang pertama, memang senantiasa membuat sensasi. Ia seringkali dikerjakan tanpa perhitungan yang cukup matang akan segala sumber masalah. Karena dal

Masa

Mestinya sore ini kuselesaikan satu dari dua tugas: membaca paper dan membuat resumenya agar nanti malam di rumah siap untuk ditampilkan dalam website, atau membaca paper dan artikel lain untuk bahan diskusi persiapan presentasi kelompok yang akan diadakan satu jam lagi. Tapi ternyata mataku terlalu payah untuk kuajak membaca. Beberapa menit yang lalu aku jatuh tertidur di meja, setelah membaca satu dua berkas artikel. Mungkin menulis saja akan lebih baik, karena bada ashar seperti ini konon bukan waktu yang tepat untuk tidur. Entah sejak kapan, waktu antara ashar dan maghrib ini sebenarnya adalah salah satu waktu waktu favoritku untuk menyelesaikan tugas-tugas. Pikiran rasanya lebih jernih, dan ide cukup mudah mengalir saat aku memikirkan solusi-solusi akan permasalahan yang harus kuselesaikan. Aku pikir memang benar pepatah yang mengatakan, saatan saatan (entah benar entah tidak tulisannya) tapi artinya kira-kira segala sesuatu itu punya waktunya sendiri. Ada waktu yang ena

Akhiran

Kematian kembali menjadi peringatan bagiku. Hari Ahad yang lalu aku mendengar kabar kakak dari seorang kawan (mbak) disini telah pergi menghadap Rabb kami. Dia mengidap penyakit kanker sejak lama (1999) dan kemudian menghebat akhir-akhir ini (koma 3 kali, lumpuh, dsb) karena kanker yang semula dari payudara itu lalu menjalar ke paru-paru, kemudian tulang. Kisah perjuangannya pernah dimuat di majalah aisha bulan maret/april. Aku ingat karena pada masa kampanye yang lalu itu, sambil berjualan dan direct selling, aku sempat membaca kisahnya itu di majalah yang dibawa salah seorang mbak. Aku tak mengenalnya, karena periode keberadaannya di Jepang jauh sebelum aku datang. Namun kawan-kawan yang lain terutama mbak-mbak yang telah lama tinggal disini mengenalnya cukup baik. Setiap orang yang kudengar berbicara tentangnya senantiasa dengan suara menahan haru. Dan kesan mereka adalah tentang semangatnya dalam berdakwah, pintu rumah yang selalu terbuka, kecerdasan yang luar biasa, hidangan

Penonton

Hari ini akan dipilih orang nomor satu di negeriku. Dan aku merasa hanya menjadi penonton saja. Tanpa diskusi-diskusi panjang, tanpa kunjungan ke rumah-rumah-seperti saat pemilu legislatif-untuk mengikhtiarkan kemenangan bagi sang pilihan. Dia memang bukan yang terbaik untuk menjadi nomor satu. Namun ijtihad telah dilakukan dan semestinya kita memperjuangkannya sepenuh hati. Catatan tentang kemenangan dan kekalahan itu telah ditentukanNya. Semestinya kekhawatiran pada diri adalah apakah kita sudah melakukan amal dengan sebaik-baiknya? Agar pertanggungjawaban itu bisa kita hadapi. Hem...mencukupkan hanya dengan sebaris doa? Atau barangkali karena hal yang dihadapi kali ini terlalu abu-abu. Kita bahkan tak yakin dengan hamparan fakta di depan mata, mana yang real dan maya. Mana kejujuran dan kebusukan, mana ketulusan dan kemunafikan. Kebusukan bersalin rupa, karena aromanya serupa parfum dan tampilannya begitu menawan, dengan kekuatan prima. Kebenaran bersembunyi dan dalam keada

Dunia Kecilku

Akhir-akhir ini bertubi-tubi kudengarkan kabar tentang kebusukan-kebusukan yang dihadapi oleh kawan-kawan ataupun saudaraku. Sepupuku, misalnya dia seorang insinyur yang berada dalam pertarungan ambisi di tempat kerjanya. Kawanku wartawan yang setiap jenak pada pekerjaannya menghadapi kebusukan-kebusukan manusia dan tawaran-tawaran menggiurkan untuk memanipulasinya. "Kebenaran mudah sekali dijual dengan rupiah," ujarnya. Lama-lama aku tersadar, di belantara dunia yang penuh corak dan ragam ini, aku hanya hidup dalam ruang sempitnya. Duniaku begitu manis, hampir tanpa intrik. Dunia sekolah yang kukecap selama hampir dua puluh tahun. Sejak aku berseragam biru muda dan hanya mengenal bermain saja. Sesekali memang kutemui hal-hal yang membuat hatiku tersayat. Dan apa yang kulakukan selama ini saat menghadapi hal-hal di luar jangkauan nuraniku? Menangis. Aku hanya bisa menangis. Tangisan berat pertama adalah saat ujian akhir menjelang kelulusan, dimana atas nama cinta

Rajawali

rajawali itu bukan pipit biarkan kepakan sayapnya mengitari langit menjelajah bumi sesekali hinggap di ranting, mengunjungi pipit berbagi cerita tentang negeri yang disinggahi beserta hikmah yang terpatri atau titipkan rasa lelah itu dalam jenak-jenak rindu agar pada kepakan ada luapan energi baru dan pipit akan berkicau, mengabarkan pada pohon, serangga, bunga tentang bijak yang baru dipahatkan atau doa yang harus dipanjatkan tolong, jangan berhenti menjadi rajawali --- masih memberi warna pada lelah, pada purnama di Komaba-Tokyo

Hati

Katanya, salah satu ciri hati yang sehat adalah jasmani merasa lelah untuk berkhidmat kepadaNya tapi hati tak pernah merasa jemu. Karena cintaNya pada Allah begitu besar dan kerinduannya pada kampung akhirat. Karuniakan aku hati yang seperti itu, ya Rahman... --- Memberi warna pada lelah, saat purnama di Komaba-Tokyo

Mimpi

Kemarin sepupuku mengunjungiku. Untung dia datang saat cacarku sudah nyaris sempurna keringnya. Akupun baru saja usai membersihkan setiap sudut kamar, mengusir virus-virus yang mungkin tersisa. Belum sempat kami mengobrol panjang, panggilan ashar menyentakkanku. Dan kutemukan tak ada siapapun di kamar ini. Jelang dini hari, pada jam dimana aku terbiasa terjaga, aku tersentak dengan cara yang berbeda dari biasa. Episode petualangan yang kualami menghadirkan tokoh-tokoh dari kampung halaman, beserta setting delman, angkutan kota, jalanan sempit, sawah dan sungai, yang akrab dengan tanah kelahiran. Aku masih mencari, ada apa gerangan. Kerinduan yang memuncak akan kampung halaman? Baru setelah muka ini terbasuh wudhu, sebuah lintasan hadir. Tentang kelalaian yang selama ini kulakukan. Kupanjatkan doa untuk saudara-saudara satu hatiku tapi rasanya aku lupa saudara-saudara satu darahku. Astaghfirullah... Ya Rahman, ampuni kelalaian saya... ... (biarpun terlambat, bait-b