Skip to main content

Penonton

Hari ini akan dipilih orang nomor satu di negeriku. Dan aku merasa hanya menjadi penonton saja. Tanpa diskusi-diskusi panjang, tanpa kunjungan ke rumah-rumah-seperti saat pemilu legislatif-untuk mengikhtiarkan kemenangan bagi sang pilihan. Dia memang bukan yang terbaik untuk menjadi nomor satu. Namun ijtihad telah dilakukan dan semestinya kita memperjuangkannya sepenuh hati.

Catatan tentang kemenangan dan kekalahan itu telah ditentukanNya. Semestinya kekhawatiran pada diri adalah apakah kita sudah melakukan amal dengan sebaik-baiknya? Agar pertanggungjawaban itu bisa kita hadapi.

Hem...mencukupkan hanya dengan sebaris doa?

Atau barangkali karena hal yang dihadapi kali ini terlalu abu-abu. Kita bahkan tak yakin dengan hamparan fakta di depan mata, mana yang real dan maya. Mana kejujuran dan kebusukan, mana ketulusan dan kemunafikan. Kebusukan bersalin rupa, karena aromanya serupa parfum dan tampilannya begitu menawan, dengan kekuatan prima. Kebenaran bersembunyi dan dalam keadaan payah.

Maka doa dam ibadah yang diperkuat, adalah jalan yang dipilih satu-satunya sebagai ikhtiar kita, agar dibukakanNya kebenaran, dikaruniakannya kemampuan untuk memilih dan memilah, dan semoga dipilihkanNya pemimpin yang akan mampu melakukan perubahan (minimal tak membuat kondisi semakin memburuk).

Yang pasti, apapun yang terjadi, dakwah ini tak boleh berhenti...

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R