Skip to main content

Lelaki itu

Mamah memintaku memanggilnya bapak. Tapi lidah kecilku hanya bisa mengulang-ngulang papap, papap, sehingga dengan itulah ia aku panggil sampai sekarang, saat usiaku sudah lebih dari separuh usianya.

Banyak hal-hal pertama dalam hidupku, kulakukan bersamanya...

Dialah yang pada usia kelimaku, mengajarkanku membaca, sehingga saat TK aku bisa mulai memahami aksara dan menyukai buku. Latihan berpuasa, membangunkan saat ku tidur nyenyak, memangku untuk cuci muka, duduk di meja makan, dan kantukku baru hilang sempurna, saat makanan di piring tinggal separuh. Seharian aku bermain dengan perut menahan sakit dan dia berusaha menjaga supaya aku tak berbuka. Meski orang-orang di sekitarku mencemaskanku dan memarahinya. Dia memilih memboncengku dengan sepeda motornya, berharap pemandangan sore akan membuatku melupakan lapar. Nyatanya, barangkali menahan lapar sejak kecil itulah yang menjadikan puasa menjadi favoritku sebelum kemudian kutemukan sholat lail di sekolah menengah.

Bacaan iftitah diketikkan rapi, dan memintaku menghapalnya saat aku akan masuk SD. Sholatku baru maghrib saja kala itu. Sepeda tabungan TK pun baru aku bisa pakai tanpa roda tambahan setelah berlatih di satu senja bersamanya. Lalu mulai belajar membaca AQ, tanpa Iqra, lama sekali. Anehnya baru setelah bergabung di madrasah baru bisa lancar. Memang tak semua hal bisa diajarkannya.

(bersambung...)

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar