Skip to main content

Lelaki itu [2]

Lelaki itu mengajarkan banyak lagu, pandai memainkan segala alat musik dan aku menyumbangkan nyanyian (membuat nyanyian menjadi sumbang, red). Membuat peralatan sederhana dengan tangannya sendiri, hingga sampai menjelang remaja, aku mengira dialah orang paling serba bisa.

Dia sangat lembut. Saat aku menangis karena tanganku yang retak-oleh-oleh bermain kasti-, diurut oleh ahlinya, dia menangis diam-diam. Membuatku menahan untuk tidak mengaduh dan hanya menangis diam-diam agar tak menambah gusarnya.

Jelang usia 11 tahun, dibawakannya bacaan-bacaan tentang muslimah. Tentang jilbab, dsb. Mengizinkan dengan berat hati saat aku menolak masuk pesantren dan memilih smp favorit di kotaku. Alhamdulillah...Allah karuniakan hidayahNya untukku, hingga Ramadhan 1992, jelang penghujung kelas 1 SMP aku putuskan untuk berjilbab.

Pada masa kritis usia puber, saat seseorang datang menawarkan 'cinta', dia pahatkan dalam hatiku tentang arti sebuah kehormatan diri seorang muslimah. Membuatku menahan diri, menguatkan hati, bahkan bersabar untuk dimusuhi selama satu dua purnama.
Bila kawan laki-laki ingin mengunjungi ku di rumahku, maka aku cukup mengatakan: "wah ayah saya galak" untuk membatalkan niatnya. Sampai-sampai seorang kawan yang ingin meminjam buku harus meminta kawalan sepasukan kawan wanita untuk menemaninya ke rumah!

Barangkali doanya pula, yang mengantarkanku pada komunitas orang-orang shalih saat smu, untuk makin membuatku terarah, dan makin mampu menjaga diri.

Lelaki itu pula yang meyakinkanku bahwa memiliki akhlaq yang baik, lebih berharga dari setiap prestasi manapun. Membuatku tegar kembali saat aku merasa gagal dengan kuliah lalu ingin bangkit membuktikan harapannya.

Dia telah menahan harapannya, untuk melihatku berada disisinya. Melepaskan ku terbang, mengembara, melihat berbagai sisi bumi Allah. Dia hanya minta, sediakan tempatku pulang, berkumpul bersama adik-adikku di hari tua.

Aku berharap, saat satu hari nanti dia melepaskanku pada seorang lelaki yang shalih, yang akan mengambilkan tanggungjawabnya, maka ia akan melepasnya dengan ikhlas, karena ia yakin lelaki itu akan membawaku semakin menjadi mulia. Dan aku berharap, setelah itu, para malaikat akan mencatatkan seribu kebaikan padanya, karuni terbaik dari sisinya karena telah dia curahkan segenap kebisaannya untuk mendidik seorang anak perempuan.

Sungguh...sedikit kebaikan yang kupunya, sebagian besar diantaranya adalah terbangun melalui tanganya.

Lelaki itu bukan pujangga, tapi dalam aliran cinta yang tak ada muara, dia puisikan setiap nafasnya untukku.

Tokyo, 16 Juli 2004

neng
-mengenang kebaikan yang masih pada ingatan, hanya sedikit sekali dari limpahan kebaikan yang telah dibuatnya untukku.
Allah lebih tahu-

---
Barakallah...untuk papap yang hari ini berusia 49 tahun.
Semoga Allah karuniakan sisa umur yang berkah, semakin shalih, semakin berkarya, sehat lahir batin, bahagia dunia akhirat, dan selalu disayang Allah.
Dan semoga Allah memberikan kesempatan pada kami untuk semakin berbakti dan membahagiakan papap dan mamah...
Amin


Comments

Faiz said…
subhanAllah. bestnya :)
sarah said…
¬yep, true..

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar