Skip to main content

Yang Pertama

Hari ini, kulewatkan waktu jelang subuh tidak sendirian. Meski al Quran tetap di tangan, YMku selalu berkelap-kelip. Ada koordinasi untuk menyelesaikan masalah agar siaran pertama esok hari bisa berjalan sesuai rencana.

Besok adalah siaran pertama Cerita Anak FLP-Jepang di Radio Tarbiyah. Sebuah program yang dirancang untuk berusaha mengisi ruang kosong anak-anak muslim Indonesia yang ada di Jepang ini. Berharap ini dapat sedikit mengakrabkan mereka pada nilai-nilai islam yang masih asing disini. Selain tentunya, ini pun mengakrabkan mereka pada dunia baca, tulis, dan bertutur, sebagai cara berkomunikasi.

Kawan-kawanku bersemangat 45 menggarap program ini disela-sela kesibukan mereka. Dari yang masih kuliah tingkat satu, sampai bapak-bapak berputra-putri yang beranjak dewasa yang sedang menjalankan program doktornya disini.

Hal yang pertama, memang senantiasa membuat sensasi. Ia seringkali dikerjakan tanpa perhitungan yang cukup matang akan segala sumber masalah. Karena dalam rencana biasanya kondisi ideal-lah yang kita rancangkan. Kemudian pelaksanaannya banyak yang di luar dugaan. Ada saja hambatan mau pun kendala yang kemudian hadir.

Ah, bukankah ujian merupakan sebuah keniscayaan untuk setiap niatan baik?

Namun aku selalu bersyukur, berkali-kali menghadapi masalah menghadapi saat pertama, tangan-tangan penolong selalu dikirimkanNya. Selalu ada jalan keluar sepanjang kita mengerahkan segala kemampuan untuk berusaha. Insya Allah...

Terkadang permasalahannya adalah kita terlalu cepat berputus asa. Menyerah, merasa diri tak mampu, dan sebagainya. Mungkin benar, bahwa kemampuan kita terbatas. Tapi kita tak diperkenankan untuk berputus asa dari Rahmat Allah. Keyakinan kepada Allah itulah yang menjadi sumber kekuatan untuk bertahan dan bergerak maju.

Lalu dengan keyakinan itu, Allah kirimkan tangan-tangan penolong. Celah-celah yang kemudian membuat banyak hal terjadi menjadi suatu rangkaian skenario yang indah. Kadang-kadang aku sering berpikir, betapa 'seringnya' Ia membuatku cemas. Sebentar panik, sebentar kemudian bahagia karena ada jalan keluarnya. Dan hal ini kadang terjadi dalam hitungan detik.

Adikku dan kawan-kawanku bilang, senang dan sedih itu tak boleh berlebihan. Secukupnya saja. Untuk hal ini, aku pikir aku masih harus banyak belajar mengelola emosi.

--
Dear my team, otsukaresama deshita
Jazaakumullah khairan katsiraa

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R