Skip to main content

Cemas

Rasa cemas yang menelusup di hatiku bersalin rupa.

Dulu konstruksi bangunan tentangnya teramat samar, dan sulit tercipta dalam bayangan. Galau. Cemas. Takut. Hingga berkali-kali, dalam kesendirian aku memohom agar Ia tak menitipkan diriku pada orang yang zalim. Dia tahu sebesar apa cita-citaku, dan sebanyak apa kekurangan serta keterbatasanku.

Berada antara kenaifan dan ketsiqahan, masya Allah... sepertinya benang tipis saja yang membuat perbedaannya. Dan apa yang membentang di depanku itu begitu gelap, mencemaskan.

Namun fakta demi fakta yang kemudian ditemukan, mengumpul membuat bayangan serupa potongan puzzle. Ternyata dia istimewa... Dan aku kehilangan rasa percaya diri. Ya Rahman... apa benar hamba ini sudah siap dengan amanah baru?

Seperti ketika masa sebelum aku pergi ke negeri sakura ini, pertanyaan besar yang menghantuiku adalah sanggupkah aku istiqomah? Dalam kondisi apa akan kuhadapi hari-hari disana? Apakah kecintaanku akan perjuangan di jalan ini akan menjadi luntur? Apakah dunia akan mengkarati hatiku dan lalu membuatnya busuk? Apakah aku akan senantiasa sanggup menapaki jalan yang lurus? Jalan orang-orang yang diberi nikmat? jalannya para nabi, para syuhada, para shadiqin dan shalihin?

Duhai...siapakah aku?
Orang hina yang senantiasa bermimpi untuk berada dalam parade panjang orang-orang mulia, yang bergabung di dalamnya semenjak nabi Adam as hingga manusia akhir zaman...


Selama ini Dia lah yang menyelamatkanku. Aku tak punya apa-apa kecuali yang diberikanNya. Dengan segala tantangan yang ada, Dia siapkan perangkat penolong yang tak berkesudahan. Inilah bukti kasihNya, perpaduan antara Ibadah (mengabdi) dan Isti'anah (memohon pertolongan) yang diperintahkanNya.

Ya Rahman...diriku ini memang tak bisa kupercaya. Tapi Engkaulah Pemilik kekuatan, yang Kuat, Perkasa, kuatkan hamba...

Tetapkan hamba pada jalan ini...
jangan biarkan bergeser seujung rambutpun.
Dan mampukan hamba untuk menjalankan setiap peran pada setiap fase, dengan sebaik-baiknya. Dengan keikhlasan dan kesungguhan yang semestinya, yang senantiasa berawal dan bermuara...padaMU

---
Jazaakumullah khair untuk para sahabat yang menemaniku di masa sulit. Allah kirimkan kalian untuk menjadi jalan kebaikan buatku.

Special untuk chatting malam kemarin:
Sis S, u re great... I m so speechless...
Miss E, thanks a lot...I hope I can face this new zone...I ll wait for ur writing, pal

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar