Skip to main content

Memberi warna pada lelah

Setiap kali status YM saya 'memberi warna pada lelah', ada saja kawan-kawan yang mengirimkan 'buzznya' via YM.

"Warna apa, Ka?"
"Gimana kalo biru?" Kata penyuka biru.
"Dikasih warna pink ajah" Kata mbak yang menyukai warna pink.

Saya hanya tersenyum, kadang saya jelaskan, kadang tidak. Tapi disini akan saya ceritakan sebagian maknanya.

Biasanya status itu saya buat kala masih saya rasakan sisa-sisa lelah yang menyusup sepulang kuliah atau melakukan kegiatan akhir pekan. Meski tak setiap hari, tapi ada masa-masa dimana tenaga dan pikiran serta emosi benar-benar terkuras habis.

Tapi kemudian saya menemukan bahwa tak ada warna untuk lelah yang lebih tepat selain warna pengabdian padaNya. Satu-satunya warna, yang membuat lelah kita menjelma serupa pelangi. Melengkung, menghubungkan kaki langit, terurai menjadi tujuh warna yang mempesona.

Selain memberi warna, apa ada penawar untuk lelah?

Saya mencoba beragam cara untuk menawarkan lelah. Minuman dingin, tidur, duduk sejenak, berdialog dengan jiwa, dan macam-macam lainnya. Ada obat yang diajarkan Rasulullah SAW yang juga saya coba kemudian. Penawar yang hebat. Ya...kamu betul. Sholat. Ia-lah penghilang penat, sumpek, dan juga lelah.

Berdiri menghadapNya, lalu berdoa setelahnya. Akan dirasakan kemudian, perlahan-lahan tubuh kita menjadi ringan. Saat membereskan kembali perlengkapan sholat, bersiap dengan pekerjaan yang baru, maka kita bisa bilang pada diri kita,

"Lelah? Sudah lupa tuuh..."

Tapi...sst...jangan lupa makan, ya ;)

---

Bagaimana bila yang lelah adalah jiwa???

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R