Skip to main content

About Me & Tokyo [3]

Saya lanjutkan cerita tentang kehidupan disini spesial untuk orang-orang yang selalu memperhatikan, kehidupan macam apa yang saya jalani disini.

KAMPUS
Kampus tempatku menuntut ilmu adalah Tokyo Institute of Technology(TIT). Dalam bahasa setempat namanya adalah Tokyo Kogyo Daigaku (東京工業大学) dengan nama kecil Tokodai (東工大).

Dibanding ITB-kampusku tercinta, Tokodai lebih luas. Letaknya persis berhadapan dengan stasiun Ookayama. Saat memasuki kampus, Gedung Perpustakaan dan Centenian Hall menyambut kita. Lalu pemandangan hijau taman utama yang cantiknya luar biasa kala sakura bermekaran.

Perpustakaan
Perpustakaan kampus ini lengkap dan hidup. Padahal menurut sensei (dosen-dosen) tahun-tahun terakhir ini perpustakaan bertambah sepi. Sebagian besar pelajarnya lebih tertarik untuk kerja parttime dari pada belajar benar-benar di perpus.

Masuk ke perpus perlu menggunakan kartu mahasiswa untuk menembus sensor yang dipasang dipintu. Begitupun saat meminjam buku, kartu mahasiswa tak boleh ketinggalan. Masuk ke perpus boleh membawa tas. Rasa-rasanya di Jepang ini tak ada satupun fasilitas umum yang mengharuskan kita menitipkan tas, baik itu perpustakaan maupun supermarket atau minimarket.

Buku-bukunya beragam bahasa, terbanyak bahasa Jepang, lalu bahasa Inggris kemudian China, dll. tersedia di perpus ini. Selain itu tersedia juga ruangan audio visual. Akses jurnal internasional sangat leluasa. Setiap komputer di lab dapat mengaksesnay dengan mudah. Kalaupun kita memerlukan literatur lain, kita dapat meminta mereka mendapatkannya untuk kita.

Ohya, selain perpustakaan pusat, di setiap departemen pun ada perpustakaan. Disitu kita hanya tinggal menulis buku yang kita pinjam, tanpa harus menggunakan kartu mahasiswa.

Kantin
Kantin sejenis kokesma, ada juga disini. Dikelola oleh koperasi mahasiswa (COOP). Ada dua kantin dan satu supermarket. Supermarketnya jauh lebih besar dari kokesma ITB.

Yang unik di kantin ini, makanannya telah ditakar dalam cawan atau piring kecil. Makanan itu diberi label harga, nama (alfabet dan kanji), juga besar kalori yang dikandungnya. Nasi pun ditakar dengan cara ditimbang dengan dua ukuran, small dan medium size. Ohya, mereka juga mencantumkan gambar bahan di label. Misalnya ikan, babi, ayam, sayur, dsb.

Biasanya kita urutan makan di kantin itu: mengantri, mengambil baki, lalu memilih makanan, kemudian membayarnya di kasir. Lalu mengambil alat makan, minum, saus dsb (bila suka). Setelah makan, kita juga yang membawa peralatan beserta sampah. Sampah dibuang ditempat sampah, lalu peralatan beserta baki dilewatkan di atas sebuah mesin berjalan. Ohya, sendok-garpu, dll disimpan di tempat terpisah.

Ini yang saya pikir harus ditiru. Betapa baiknya mendistribusikan pekerjaan merapikan meja pada setiap konsumen. Tak perlu ada petugas yang hilir mudik membersihakan meja seperti di kantin salman atau kokesma.

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar