Skip to main content

Masa

Mestinya sore ini kuselesaikan satu dari dua tugas: membaca paper dan membuat resumenya agar nanti malam di rumah siap untuk ditampilkan dalam website, atau membaca paper dan artikel lain untuk bahan diskusi persiapan presentasi kelompok yang akan diadakan satu jam lagi.

Tapi ternyata mataku terlalu payah untuk kuajak membaca. Beberapa menit yang lalu aku jatuh tertidur di meja, setelah membaca satu dua berkas artikel. Mungkin menulis saja akan lebih baik, karena bada ashar seperti ini konon bukan waktu yang tepat untuk tidur.

Entah sejak kapan, waktu antara ashar dan maghrib ini sebenarnya adalah salah satu waktu waktu favoritku untuk menyelesaikan tugas-tugas. Pikiran rasanya lebih jernih, dan ide cukup mudah mengalir saat aku memikirkan solusi-solusi akan permasalahan yang harus kuselesaikan. Aku pikir memang benar pepatah yang mengatakan, saatan saatan (entah benar entah tidak tulisannya) tapi artinya kira-kira segala sesuatu itu punya waktunya sendiri.

Ada waktu yang enak untuk belajar, untuk istirahat, untuk bekerja, untuk berdoa, untuk sholat, dll. Hal yang paling baik adalah bila kita memahami waktu-waktu utama untuk beberapa hal mendasar lalu mempelajari ritme kita sendiri dan memadukan keduanya. Pengetahuan yang tepat dan kesesuaian dengan karakter kita sendiri adalah merupakan modal untuk mampu menggunakan waktu dengan tepat.

Kenapa waktu menjadi sedemikan penting?

Karena waktu adalah kehidupan itu sendiri. Guliran waktu serupa nafas yang kita hembuskan. Dan nafas ini adalah simbol kita dalam kehidupan. Hidup kita inilah modal kita berniaga dengan Allah. Apakah modal yang kita punya ini akan kita gunakan untuk keuntungan yang sebesar-besarnya atau malah membuat kita bangkrut, sepenuhnya menjadi pilihan dan tanggung jawab kita.

So, salah satu upayanya adalah seperti yang tadi diuraikan, yaitu memahami waktu-waktu utama dan kemudian memadukannya dengan ritme tubuh kita sendiri sehingga kemudian kita bisa membuat ritme kerja yang sesuai untuk menghasilkan produktivitas maksimal.

Aku pikir sholat itu (wajib terutama, tapi sunnah diikutkan baik sekali) adalah salah satu patokan terbaik yang membuat ritme kerja kita proporsional.

---
Satu masalah lagi terkait dengan waktu, yang kusadari sejak lama adalah rasanya hanya sedikit sekali pekerjaan dimana aku akan menghabiskan waktu lama dengannya. Umumnya aku mengerjakan beragam hal dengan waktu yang sesaat (saat aku sendirian). Hanya pada kasus-kasus khusus dimana aku bisa dengan mudah menjaga konsentrasi sampai akhir.

Contoh kasus itu misalnya, membaca buku yang menarik (bisa sampai 6 jam nonstop). Atau contoh lain yang ada di catatan adalah mengerjakan finishing touch untuk tesis S2 seorang kawan dimana aku harus mentransformasikan sebuah matriks. Aku mengerjakannya dengan matlab dari pukul 8 pagi sampai 8 malam, hanya diselingi makan. Hal lain lagi adalah saat aku menjadi asisten dosen dan memecahkan soal untuk latihan di kelas. Hampir sepanjang malam hanya untuk dua soal!

Dalam buku psikologi mereka menyebutnya flow. Bagaimana diri kita mengalir, segala potensi dan perhatian tertuju pada pekerjaan itu. Rata-rata saat bekerja dengan flow yang baik, hasilnya sangat baik.

Sayangnya flow itu menjadi kasus yang agak langka buatku karena sifat moody dan mudah bosan. Kadang aku sengaja membagi pekerjaan dalam jeda waktu yang pendek. Supaya bisa tetap menjaga ritme, dan tidak bete ketika rasa bosan hadir saat aku masih bergerak dalam satu pekerjaan.

Satu hal yang menguntungkan dengan rasa mudah bosan ini adalah aku memiliki banyak kesempatan untuk menerima banyak tawaran pekerjaan. Tidak terlalu khawatir seperti banyak orang yang terbiasa bekerja dengan waktu yang banyak untuk sebuah pekerjaan.

Tantangannya tentu: tuntutan efisiensi
Dan sampai sekarang aku masih merasa hasilnya sangat belum memuaskan dibanding orang lain yang memiliki flow yang baik.

Comments

sarah said…
baguslah ries :D ya mmg masa itu ada tuntutan2 yang berpadanan dengannya.. saya pun masih belajar hal ini.. nice one ries :)

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R