"teteh..aku ga lulus. hiks sih. tapi ga akan sedih, insya Allah. jd gak perlu dihibur ya..hehe. doakan.."
Itu teks yang terbaca pada layar HPku. Aku mencuri-curi membacanya saat kuliah "Human Interface" Jumat kemarin. Dengan mencuri-curi juga, aku membalasnya tanpa banyak bergerak dan tetap memasang mata ke arah sensei agar tak menarik perhatiannya.
"mudah2an rejeki dikau ada di kobe. ganbatte dan optimis ya..jgn takut sedih. klo perlu nangs ma Allah.
Mataku berkaca-kaca. Aku susut berkali-kali, butiran bening tetap saja berusaha meluncur. Setelah beberapa saat baru aku berhasil menguasai diri dan kembali menyimak materi kuliah.
Aku teringat beberapa waktu yang lalu saat meneleponnya, dia mengatakan padaku perihal proses ujian masuk univ. Katanya dia aga pesimis dan hanya berdoa tak terlalu sedih. Aku hanya mengerutkan kening mendengarnya.
Dalam banyak hal, orang memandang harapan yang ia bangun dengan cara berbeda. Pun melihat kenyataan yang ada. Kesedihan tak selalu menjadi kesedihan, bila kita gunakan kacamata lain saat memandangnya.
...
buntu
Sudahlah, tak perlu berteori tentang kesedihan. Aku hanya ingin bercerita bahwa aku sedih, kala adikku sedang tidak bersedih [katanya, karena malamnya kulihat status YMnya aga sendu, berita kegagalan yang berpadu dengan milad ayah yang ke 49, seperti biasa, dia hanya berempati pada kesedihan yang mungkin dirasakan orang-orang yang dicintainya]. Tapi aku tak buat kesedihan itu serupa keputusasaan, sekedar menamakan rasa, mengekspresikan jiwa. Lalu bangkit lagi, membangun kenyataan baru...
Semoga Allah menolongmu senantiasa, adikku...
Itu teks yang terbaca pada layar HPku. Aku mencuri-curi membacanya saat kuliah "Human Interface" Jumat kemarin. Dengan mencuri-curi juga, aku membalasnya tanpa banyak bergerak dan tetap memasang mata ke arah sensei agar tak menarik perhatiannya.
"mudah2an rejeki dikau ada di kobe. ganbatte dan optimis ya..jgn takut sedih. klo perlu nangs ma Allah.
Mataku berkaca-kaca. Aku susut berkali-kali, butiran bening tetap saja berusaha meluncur. Setelah beberapa saat baru aku berhasil menguasai diri dan kembali menyimak materi kuliah.
Aku teringat beberapa waktu yang lalu saat meneleponnya, dia mengatakan padaku perihal proses ujian masuk univ. Katanya dia aga pesimis dan hanya berdoa tak terlalu sedih. Aku hanya mengerutkan kening mendengarnya.
Dalam banyak hal, orang memandang harapan yang ia bangun dengan cara berbeda. Pun melihat kenyataan yang ada. Kesedihan tak selalu menjadi kesedihan, bila kita gunakan kacamata lain saat memandangnya.
...
buntu
Sudahlah, tak perlu berteori tentang kesedihan. Aku hanya ingin bercerita bahwa aku sedih, kala adikku sedang tidak bersedih [katanya, karena malamnya kulihat status YMnya aga sendu, berita kegagalan yang berpadu dengan milad ayah yang ke 49, seperti biasa, dia hanya berempati pada kesedihan yang mungkin dirasakan orang-orang yang dicintainya]. Tapi aku tak buat kesedihan itu serupa keputusasaan, sekedar menamakan rasa, mengekspresikan jiwa. Lalu bangkit lagi, membangun kenyataan baru...
Semoga Allah menolongmu senantiasa, adikku...
Comments