Skip to main content

Cinta

Seorang adik, dalam hitungan hari akan menggenapkan separuh diennya. Dan ia bertanya pada saya tentang bagaimana menumbuhkan cinta.

Ah, mengapa engkau bertanya kepada saya, dik?

Padahal kau tahu persis, bahwa saya bukan orang yang pandai mencinta. Buktinya, sebersit rasa di hati ini cuman bergumpal menyesakkan dada, saat kau sendiri pasti tak kan yakin, bila ditanya, apakah engkau merasa saya mencintaimu, dengan cinta yang sesungguhnya? Seperti cinta yang dibawa Abu Bakar ra pada Umar ra.

Apalah lagi cinta pada seseorang yang akan menemani kita dalam separuh hidup. Ugh... Sampai hari ini saya masih tertatih-tatih...

Mungkin sebaiknya kita berkaca pada junjunan terkasi, Nabi SAW tentang cinta yang ada bersama bunda Khadijah ra. Atau tentang kasih Aisyah ra pada beliau. Atau kepada bunda Hajar, atau kepada...

Ya, sepanjang mata ini memandang, menyusuri jejak-jejak yang ada, cinta abadi itu hanya ada pada cinta yang berdasar padaNya, karenaNya, dan untukNya. Karena itu, bila kita ingin cinta dalam hidup kita, padaNya saja kita meminta, dan atas namaNya saja kita mencinta.

Apakah ini terlalu klise?

Tidak, sayang. Mencintai karenaNya, membantumu untuk mencintai seperti Ia mencintaimu. Meski jauhnya lebih dari pada timur dan barat, tapi setitik saja kita mencontoh, maka bahagia akan mengalir dalam hati.

mari kita lihat caraNya mencinta...
memberikan maaf dan ampunan
berlaku adil
menjaga, memelihara, menyayangi
menanti, menunjukkan jalan agar orang-orang kembali padaNya,
ah, mata saya sudah terlalu berat untuk melanjutkannya.

Uhm...sudahlah semoga kau mengerti maksud saya, mari saling mendoakan, agar Ia suburkan hati kita dengan cintaNya

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar