Skip to main content

Halangan

Lama tak berjumpa, akhirnya aku dan dia memutuskan untuk bertemu. Duduk berdua selama lebih dari satu jam, di tengah-tengah kantin yang tak begitu ramai karena jam makan siang baru saja berlalu.

"Aku sedih sekali, aku kembali tak bisa bangun pagi." ujarnya di tengah obrolan, tentang kemajuan riset, asrama, ataupun calon keponakannya.

Aku mengerutkan kening. Mengingat masa dimana dialah gadis terajin di asrama kami, dimana kami sering berpapasan saat membuat roti bakar di dapur dulu. Sarapan yang relatif amat pagi bila dibandingkan kawan-kawan yang lain.

"Aku bangung, hanya untuk mematikan jam. Aku sering melewatkan kuliah pagi karena terlalu malas untuk bangkit dan pergi."

Aku hanya diam mendengar. Masalah ini pernah tercuat beberapa bulan yang lalu dan kami mendiskusikan banyak hal sebagai solusi. Owh, bukan hanya dia, kala itu aku mengalami nasib yang tak jauh berbeda. Kami lalu janjian untuk saling menelepon, atau mengetuk kamarnya pada saat dimana aku tahu ia ada kuliah pagi. Aku sedikit lebih beruntung, karena ada sholat shubuh yang masih menjadi penjaga gawang. Tapi kalau lepas itu tertidur kembali? Hemm...

"Tapi setelah itu, aku pergi ke lab. Aku menikmati riset, mempersiapkan bahan konferensi, apalagi saat menemukan sesuatu. Tapi bangun paginya itu looh... Sudah tidur lebih cepat, ga ngaruh."

"Uhm...aku sedang berpikir, sepertinya selalu ada sesuatu rintangan yang kecil di depan kita. Andai kita mau melewatinya, maka kita akan bisa melakukan sesuatu yang jauuuuh lebih besar. Kita harus mau mengatasi yang kecil ini." kataku yang lebih banyak berkata pada diri sendiri.

Dia tersenyum, setuju. Lalu entah bagaimana topik pun berganti.

Tinggal aku, yang memikirkan percakapan ini. Ketika sore harinya pekerjaan yang menjadi target hari ini bisa selesai. Betapa leganya, dan betapa besar efeknya. Ya, setidaknya dibandingkan bila aku menyerah pada sakit yang berpadu malas.

Maha benar Allah dengan segala firmanNya, yang meminta kita untuk pergi berjihad, kala semangat ataupun payah....

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Berhenti Sejenak

Pagi itu kami berempat (saya dan A3-A5) menuju stasiun. Baby Anas (A5) setia duduk di strolernya. Dinginnya menggigil tapi matahari menyapa dengan hangat. Tujuan kami adalah Kabe, rumah mba Nita tuk bersilaturahim dengan sahabat Azzahra. Di tengah jalan, di area favorit anak-anak untuk berhenti, Azmi (A3) tiba-tiba bertanya, "Bunda, itu tulisannya apa?" Ia menunjuk setengah bola yang biasanya mereka duduk bermain di atasnya.  Setiap melewati area ini memang mereka hampir selalu berhenti untuk bermain. Tapi pagi ini (seperti biasa) kami sedang mengejar waktu. Jadi saya menjawab sekenanya, "Engga tahu. Ayo kereta menunggu!" "Karena jauh ga keliatan? Ayo kesana!" Ah...  "Seperti ini tulisannya. Apa bacanya bunda? Tapi ini kanji bunda ga ngerti ya?" Akhirnya saya (seperti biasa, harus) mengalah. Berjongkok mengamati tulisan. Ternyata.... Tulisannya adalah "Saturn" lengkap dengan kanji di bawahnya dan angka2.... Saya lalu melihat ke sekelili...

Puzzle 46 (Terkurung di rumah)

Puzzle 46 (Terkurung di rumah) Puzzle terakhir ditulis 28 Desember 2009. Seperti apa kepingan yang ada 10 tahun kemudian? Dengan covid-19 yang sedang mewabah di seluruh dunia. perempuan itu bekerja dari rumah. Sewaktu-waktu lelaki itu juga di rumah. Serasa liburan tapi banyak kerjaan. Mereka berbagi tugas. Siapa yang belanja siapa yang masak. Siapa yang beres-beres siapa yang menemani anak belajar. Ada banyak istri stress karena suaminya di rumah. Repot katanya. Tapi perempuan itu bahagia. Ada hari-hari dimana ia bisa puas memandang suaminya sepanjang hari. Alhamdulillah. Pekerjaan lebih ringan, hati juga lebih lapang. Ada banyak target yang bisa dikejar, alhamdulillah