Skip to main content

Tidur di Kelas

April di Jepang adalah tahun ajaran baru. Begitu juga dengan di TK. Beberapa siswa baru hadir menambah keceriaan anak-anak. Tambah teman tambah meriah kan?

Salah satu siswa baru adalah Sa-chan (5) yang datang di hari keduanya dengan muka cemberut. Mamanya memintanya masuk tapi ia tak mau. Saat ditinggal sang ibu, ia berdiri sebentar lalu lari ke depan mesjid-di samping TK.

Saya mengejarnya dan menemukannya memojok. Ia berkata bahwa ia mengantuk. Tadi pagi bangun cepat bersamaan dengan ayahnya. Wah pagi sangat, pikir saya, mengingat waktu subuh sudah mulai semakin cepat di musim semi ini. Jam 5 sekarang sudah terang!

"Tidur saja dulu di kelas. Kalau sudah tidak mengantuk boleh belajar." Kata saya sambil mengajaknya masuk.

Tapi di kelas ia malah duduk bersama teman-temannya di kursi. Masih dengan wajah cemberut sambil membisu saat kawan-kawannya mulai melafalkan al Quran. Lalu turun ke pojok mainan.

Saya menghampirinya. Mengatakan padanya bahwa kalau ia mengantuk, ia boleh tidur, tapi bukan bermain. Bermain bisa di waktu main. Akhirnya saya menuntunnya ke sebelah, sambil menggelar kasur, lengkap dengan bantal dan selimut. Ia pun meringkuk disitu.

Kira-kira lima belas menit kemudian saat kami mulai ganti pelajaran ke bahasa Inggris, ia datang. Langsung bersemangat belajar. Alhamdulillah...

***

Esok paginya gadis manis itu datang dengan muka lebih segar. Melafalkan quran dengan semangat. Dan berkata pada saya, ia ingin mengajari teman-temannya doa masuk dan keluar toilet. ^^

Comments

laksita wijayanti said…
hohohohohoh, dulu waktu TK aku minta bundaku berdiri deket kaca nako kelas
biar kalo nengok aku bisa ngeliat beliau, hohohohoh

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R...

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha...