Skip to main content

Antara Banyak dan Sedikit

Pulang dari pengajian atau liqaat tarbawi biasanya bunda membawa sedikit ghanimah (oleh-oleh makanan). Oleh-oleh itu-terutama snack-adalah hal yang sering dinanti pasukan karena biasanya homemade dan enak.

Pasukan dipanggil dan kami makan sama-sama. Tentu saja makanan yang ada dengan 7 anggota menjadikan setiap anggota keluarga mendapat bagian yang sedikit.

Tiba-tiba saja kakak Annabila berbicara dan ditimpali bunda.
A1: Kalau cuman sedikit orangnya, misalnya keluarga cuman 3 saja tiap orang bisa makan banyak ya... Enak...
B2: Iya kalau orang sedikit masing-masing dapat banyak.Tapi kak... Ada yang namanya berkah.
A1: Apa itu?
Bunda bingung juga menjelaskannya bagaimana...
B2: Dapat cuman sedikit tapi enak/nikmatnya banyak. Seperti minum air saat haus sekali. Rasanya pasti enak luar biasa. Beda dengan minum saat kenyang karena sebelumnya udah minum macam-macam. Makan sesuatu sedikit tapi bersama-sama rasanya bisa lebih enak daripada makan banyak sendiri. Karena ada berkah disana...

Kakak mengangguk-angguk tapi entah ia mengerti atau tidak. Bunda berharap suatu saat dia memahami bahwa tak selalu yang sedikit itu bernilai sedikit dan sebaliknya yang banyak itu bernilai banyak. Bahwa rizki yang kita terima harus selalu disyukuri dan berkah serta rahmat Allah selalu dikejar sehingga ringan berbagi...

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar