Ditulis beberapa pekan yang lalu.
Saya `muat` untuk mengiringi doa buat yang lagi berjuang...
PASRAH
Beberapa sahabat saya sedang mengerjakan tugas akhirnya di tahun ketujuh S1. Di kampus kami, ITB, angkatan 97 harus lulus maksimal bulan Juli-Agustus ini. Kalau tidak, mereka akan keluar tanpa toga dari kampus, alias DO.
Mereka sama sekali tidak bodoh atau malas. Yang satu, misalnya, pernah mendapat IPK 3.5 (skala 4, saat kuliah tahun ke-3 atau 4) juga aktivis kampus dan satunya adalah salah seorang mahasiswa dengan jam terbang organisasi tinggi dilengkapi wawasan dan analitis politik yang jempolan. Kawan lain lagi-bukan tipe aktivis, adalah programmer yang cukup handal di tempat dia bekerja. Ini baru tiga diantaranya.
Lalu saya berpikir, bahwa setiap kita punya titik-titik puncak, dimana apa yang dia lakukan selalu baik dan menghasilkan prestasi yang cemerlang. Tapi ada juga di suatu titik dimana kita `jatuh` dalam kesabaran dan keuletan benar-benar teruji. Kesombongan, rasa percaya diri dilebur secara paksa, untuk menunjukkan pada jiwa,
bahwa tak ada yang lebih berkuasa selain Dia.
Pelajaran tentang ini kadang mahal harganya. Semakin `tinggi` seseorang terbang, jatuhnya makin sakit. Meskipun tentu saja, sekali dia berhasil melewati itu dia akan mampu terbang jauh lebih tinggi lagi.
Orang bilang, pertolongan Allah datang pada saat kita benar-benar terjepit dan tak bisa mencari jalan keluar, benar-benar menyerahkan segala urusan kepadanya. Kadang-kadang saat saya merasa sulit, saya ingin mempercepat rasa pasrah itu muncul dan mencuat dalam diri saya, untuk kemudian menghadirkan pertolongan Allah.
Masalahnya adalah Dia tak bisa ditipu. Dia sangat tahu jika ada sejumput kesombongan yang masih mengarat pada diri ini. Kepasrahan yang masih `pura-pura`, belum meluruh ke dalam jiwa. Dan pertolonganNya tak kan tiba begitu saja.
Ya...ikhtiar yang tak kenal lelah, karena itu yang menjadi amal shalih kita; kepasrahan yang makin memuncak, smoga menjadi jalan untuk menggapai titik baru bernama keberhasilan.
Seorang sahabat lain, menjelang sidang berbisik lirih pada saya,
"Ka, doakan saya... Berhasil dan gagal sidang ini, telah tercatat dalam suratan takdirNya. Doakan agar ikhtiar saya selama ini jadi ibadah di sisiNya...."
Subhanallah...
Tokyo 9 Mei 2004
Saya `muat` untuk mengiringi doa buat yang lagi berjuang...
PASRAH
Beberapa sahabat saya sedang mengerjakan tugas akhirnya di tahun ketujuh S1. Di kampus kami, ITB, angkatan 97 harus lulus maksimal bulan Juli-Agustus ini. Kalau tidak, mereka akan keluar tanpa toga dari kampus, alias DO.
Mereka sama sekali tidak bodoh atau malas. Yang satu, misalnya, pernah mendapat IPK 3.5 (skala 4, saat kuliah tahun ke-3 atau 4) juga aktivis kampus dan satunya adalah salah seorang mahasiswa dengan jam terbang organisasi tinggi dilengkapi wawasan dan analitis politik yang jempolan. Kawan lain lagi-bukan tipe aktivis, adalah programmer yang cukup handal di tempat dia bekerja. Ini baru tiga diantaranya.
Lalu saya berpikir, bahwa setiap kita punya titik-titik puncak, dimana apa yang dia lakukan selalu baik dan menghasilkan prestasi yang cemerlang. Tapi ada juga di suatu titik dimana kita `jatuh` dalam kesabaran dan keuletan benar-benar teruji. Kesombongan, rasa percaya diri dilebur secara paksa, untuk menunjukkan pada jiwa,
bahwa tak ada yang lebih berkuasa selain Dia.
Pelajaran tentang ini kadang mahal harganya. Semakin `tinggi` seseorang terbang, jatuhnya makin sakit. Meskipun tentu saja, sekali dia berhasil melewati itu dia akan mampu terbang jauh lebih tinggi lagi.
Orang bilang, pertolongan Allah datang pada saat kita benar-benar terjepit dan tak bisa mencari jalan keluar, benar-benar menyerahkan segala urusan kepadanya. Kadang-kadang saat saya merasa sulit, saya ingin mempercepat rasa pasrah itu muncul dan mencuat dalam diri saya, untuk kemudian menghadirkan pertolongan Allah.
Masalahnya adalah Dia tak bisa ditipu. Dia sangat tahu jika ada sejumput kesombongan yang masih mengarat pada diri ini. Kepasrahan yang masih `pura-pura`, belum meluruh ke dalam jiwa. Dan pertolonganNya tak kan tiba begitu saja.
Ya...ikhtiar yang tak kenal lelah, karena itu yang menjadi amal shalih kita; kepasrahan yang makin memuncak, smoga menjadi jalan untuk menggapai titik baru bernama keberhasilan.
Seorang sahabat lain, menjelang sidang berbisik lirih pada saya,
"Ka, doakan saya... Berhasil dan gagal sidang ini, telah tercatat dalam suratan takdirNya. Doakan agar ikhtiar saya selama ini jadi ibadah di sisiNya...."
Subhanallah...
Tokyo 9 Mei 2004
Comments
-rieska-