Skip to main content

Haus

Konon katanya supaya sehat kita dianjurkan minum delapan gelas sehari. Tapi nasihat itu sulit sekali untuk saya penuhi. Sejak dulu-rasanya-saya minum paling banyak satu gelas sehari. Dengan rincian: seteguk setiap selesai makan. Itu pun lebih banyak air teh dari pada air putih. Untungnya hobi minum jus dan makan sayur (berkuah) masih dijalani sehingga belum pernah dehidrasi. Minum agak banyak hanya saat-saat tertentu semisal olahraga, demo (demonstrasi mahasiswa), kepanasan, dll minumnya sedikit lebih banyak.

Alasannya sederhana: karena saya jarang/tidak haus pada kondisi normal.

Disini, saya sangat berterima kasih pada musim panas. Meskipun kepanasan, kegerahan, dll., efek baiknya adalah saya sering kehausan sehingga jadi banyak minum. Di musim dingin sebaliknya. Dorongan untuk ngemil begitu luar biasa sementara minum adalah hal sebaliknya.

Saat menjadi IBG (ibu baru gede) harus memberi ASI, nasihat yang agak 'mendebarkan' adalah anjuran untuk memperbanyak minum air putih. Sebaiknya sebelum dan sesudah memberikan ASI. Tapi alhamdulillah, Allah ciptakan lagi mekanisme haus untuk para IBG ini. Saya sering haus sehingga jadi banyak minum.

Saya mensyukuri rasa haus ini. Juga rasa lapar yang kerap mendera. Kalau tidak ada sinyal-sinyal mungkin saya tak kan begitu peduli dengan ada atau tidak, serta apa yang masuk ke dalam perut ini.

Tapi sungguh, saya berlindung kepada Allah untuk diberi 'sakit' sebagai peringatan bagi jiwa untuk mawas diri.

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Berhenti Sejenak

Pagi itu kami berempat (saya dan A3-A5) menuju stasiun. Baby Anas (A5) setia duduk di strolernya. Dinginnya menggigil tapi matahari menyapa dengan hangat. Tujuan kami adalah Kabe, rumah mba Nita tuk bersilaturahim dengan sahabat Azzahra. Di tengah jalan, di area favorit anak-anak untuk berhenti, Azmi (A3) tiba-tiba bertanya, "Bunda, itu tulisannya apa?" Ia menunjuk setengah bola yang biasanya mereka duduk bermain di atasnya.  Setiap melewati area ini memang mereka hampir selalu berhenti untuk bermain. Tapi pagi ini (seperti biasa) kami sedang mengejar waktu. Jadi saya menjawab sekenanya, "Engga tahu. Ayo kereta menunggu!" "Karena jauh ga keliatan? Ayo kesana!" Ah...  "Seperti ini tulisannya. Apa bacanya bunda? Tapi ini kanji bunda ga ngerti ya?" Akhirnya saya (seperti biasa, harus) mengalah. Berjongkok mengamati tulisan. Ternyata.... Tulisannya adalah "Saturn" lengkap dengan kanji di bawahnya dan angka2.... Saya lalu melihat ke sekelili...

Puzzle 46 (Terkurung di rumah)

Puzzle 46 (Terkurung di rumah) Puzzle terakhir ditulis 28 Desember 2009. Seperti apa kepingan yang ada 10 tahun kemudian? Dengan covid-19 yang sedang mewabah di seluruh dunia. perempuan itu bekerja dari rumah. Sewaktu-waktu lelaki itu juga di rumah. Serasa liburan tapi banyak kerjaan. Mereka berbagi tugas. Siapa yang belanja siapa yang masak. Siapa yang beres-beres siapa yang menemani anak belajar. Ada banyak istri stress karena suaminya di rumah. Repot katanya. Tapi perempuan itu bahagia. Ada hari-hari dimana ia bisa puas memandang suaminya sepanjang hari. Alhamdulillah. Pekerjaan lebih ringan, hati juga lebih lapang. Ada banyak target yang bisa dikejar, alhamdulillah