Dulu, perempuan itu mengaku sebagai seseorang yang tak bisa mengobrol. Ia selalu mengalami kebuntuan untuk memulai percakapannya. Namun semenjak mempelajari Diennya lebih seksama, ia pun belajar untuk lebih peduli dalam berkomunikasi dengan sesama. Untungnya, ia menemukan tempat latihan yang bagus, yaitu saat ia tinggal di asrama putri ITB dimana pilihannya adalah mulailah percakapan, atau kau akan disebut orang sombong.
Dan bakat terpendamnya yaitu cerewet, akhirnya keluar sehingga kini tak seorang pun yang percaya bahwa dulu ia itu tak pandai mengobrol.
Lalu Allah mempertemukannya dengan seorang lelaki yang juga mengaku tak pandai mengobrol, apalagi dengan orang yang baru dikenal. Pada hari-hari pertama menikah yang merupakan hari-hari awal interaksi mereka, perempuan itulah yang bercerita tentang apasaja yang menyangkut dirinya. Memperlihatkan sekian banyak album, mengisahkan banyak hal terkait keluarga besar, sekolah, aktivitasnya, prinsip-prinsipnya, dll. Dan lelaki itu banyak menyimaknya dengan perhatian sambil sesekali menanggapi pendek-pendek.
Saat datang ke Jepang, perempuan itu pun berusaha mengenalkan lelaki itu kepada sebanyak mungkin rekan-rekannya, dan meminta mereka untuk memulai persahabatan dengan lelaki pemalu itu.
Ketika perempuan itu mengandung anak pertama mereka, ia sering meminta lelaki bercakap-cakap dengan si calon bayi. Awalnya berbicara dengan bahasa Arab, lama-lama dengan bahasa Indonesia, kadang dengan bahasa Jepang patah-patah yang terdengar lucu.
Kejutan baru dibawa lelaki itu ketika ia menjaga bayinya sementara perempuan itu mengerjakan hal yang lain. Ayah baru itu diam-diam begitu asyik mengobrol dengan putrinya yang menimpali dengan gerakan tangan, mulut dan mata (meski melihatnya entah kemana). Sungguh, kini ia justru yang berbicara dengan putrinya lebih banyak dari pada istrinya.
Apa saja yang dibicarakan/dilakukan?
- olahraga/gerakbadan sambil berhitung
- saat si kecil menangis, minta digendong/mimik, lelaki itu membujuknya dengan membacakan ayat-ayat tentang sabar
- bernyanyi
- ... (banyakkk)
Dan bakat terpendamnya yaitu cerewet, akhirnya keluar sehingga kini tak seorang pun yang percaya bahwa dulu ia itu tak pandai mengobrol.
Lalu Allah mempertemukannya dengan seorang lelaki yang juga mengaku tak pandai mengobrol, apalagi dengan orang yang baru dikenal. Pada hari-hari pertama menikah yang merupakan hari-hari awal interaksi mereka, perempuan itulah yang bercerita tentang apasaja yang menyangkut dirinya. Memperlihatkan sekian banyak album, mengisahkan banyak hal terkait keluarga besar, sekolah, aktivitasnya, prinsip-prinsipnya, dll. Dan lelaki itu banyak menyimaknya dengan perhatian sambil sesekali menanggapi pendek-pendek.
Saat datang ke Jepang, perempuan itu pun berusaha mengenalkan lelaki itu kepada sebanyak mungkin rekan-rekannya, dan meminta mereka untuk memulai persahabatan dengan lelaki pemalu itu.
Ketika perempuan itu mengandung anak pertama mereka, ia sering meminta lelaki bercakap-cakap dengan si calon bayi. Awalnya berbicara dengan bahasa Arab, lama-lama dengan bahasa Indonesia, kadang dengan bahasa Jepang patah-patah yang terdengar lucu.
Kejutan baru dibawa lelaki itu ketika ia menjaga bayinya sementara perempuan itu mengerjakan hal yang lain. Ayah baru itu diam-diam begitu asyik mengobrol dengan putrinya yang menimpali dengan gerakan tangan, mulut dan mata (meski melihatnya entah kemana). Sungguh, kini ia justru yang berbicara dengan putrinya lebih banyak dari pada istrinya.
Apa saja yang dibicarakan/dilakukan?
- olahraga/gerakbadan sambil berhitung
- saat si kecil menangis, minta digendong/mimik, lelaki itu membujuknya dengan membacakan ayat-ayat tentang sabar
- bernyanyi
- ... (banyakkk)
Comments