Skip to main content

Cepat


Saat SD dulu, saya terhitung jarang dibelikan orang tua baju atau barang. Boleh dibilang baju atau sepatu baru dibeli pada saat lebaran tiba saja. Kemudian sepatu itu digunakan sekolah sepanjang tahun. Meski sepatu itu masih bagus dan hanya perlu disol bagian bawahnya saja, tapi tahun berikutnya tetap tak bisa dipakai karena sudah tak cukup lagi. Rasanya sayang sekali tak bisa memakainya lagi. Tentu saja ini menyebabkan saya nyaris selalu hanya memiliki satu sepatu saja selama satu tahun.

Setelah dewasa batasan itu hampir tak ada. Apalagi postur yang nyaris tak berubah sejak SMP membuat banyak baju dan sepatu bisa digunakan lama. Batasannya kemudian adalah layak atau tidaknya dipakai. Rekor sepatu kesayangan adalah sepatu sandal yang digunakan selama tiga tahun. Meski digunakan kuliah hampir setiap hari, jalan-jalan di alam bebas, dll, sepatu itu begitu awet.

Untuk bayi ternyata rekornya lebih cepat. Waktu untuk menggunakan baju dengan ukuran yang pas sangat terbatas. Lebih banyak baju yang digunakan dengan ukuran kebesaran. Ukuran pas mungkin hanya satu bulan saja, setelah itu menyempit. Sebagus apapun semahal apapun, sesuka apapun, kita tak dapat memaksakan diri untuk terus memakaikannya pada anak-anak.

Uhm... Seperti itukah dunia? Sementara dan begitu cepat berlalu. Dan tak ada yang bisa kita miliki lama-lama. Selama-lamanya pun bilangannnya hanya tahunan saja. Tapi kesibukan kita untuk itu terus saja menguras energi, sampai-sampai jatah untuk masa dewasa yang panjang terkikis habis...

**ket foto: amaturrahman (7pekan) dengan baju kebesaran**

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R