Terlambat menjadi mahluk sosial, begitulah saya sering menyebut diri sendiri. Betapa banyak hal-hal tentang sikap-sikap atau perbuatan sebagai orang yang baik kepada sesamanya, terlambat/baru dewasa saya pelajari. Mungkin karena tipikal bawaan yang kurang percaya diri, dan senang bersembunyi.
Misalnya saja menjenguk orang sakit, mengunjungi seseorang untuk sekedar silaturahim, atau menghadiri pernikahan.
Sejak mendengar hadits nabi tentang menjenguk orang yang sedang sakit, saya jadi belajar menjenguk. Bahkan masa kuliah, kami punya tim sendiri yang bersepakat untuk saling mengajak kalau ada yang sakit. Beramai-ramai menjenguk.
Tapi menjenguk orang yang melahirkan belum ada dalam kamus saya. Bahkan hingga umur saya sudah menjadi dua puluh lima dan menikah! Baru saat saya hamil dan banyak berinteraksi lebih intens dengan ibu-ibu lain saya menyadari hal ini. Pelan-pelan saya mulai mewajibkan diri untuk mengunjungi saudari-saudari yang baru melahirkan.
Ternyata meski lelah menghadapi persalinan, kunjungan banyak orang di rumah sakit itu adalah hiburan yang menyenangkan. Rasa sepi, sendirian di rumah sakit menjadi tergantikan oleh wajah-wajah ceria yang bergantian mengunjungi.
Membawa buah tangan atau tidak bukan satu-satunya ukuran penilaian perhatian. Karena saya pun menyadari rasa gembira dan empati menyeruak dalam bentuk berbeda alias bergantung kondisi. Ada masa-masa dimana kita mampu memberikan sesuatu yang sangat berharga, ada dimana hanya bisa sekedar melangkahkan kaki untuk memberikan sedikit senyum.
Yang saya takjub, sebagian besar membawa hadiah yang beragam dan sangat sesuai dengan apa yang saya butuhkan. Padahal tentunya ga janjian kan? Dari baju hingga mainan, buah hingga kue. Bahkan ada oleh-oleh haji dari mba dan adik kelas yang baru pergi haji.
Dan yang unik, diantara sekian banyak hadiah untuk si kecil, hanya ada satu hadiah spesial untuk bunda yang sedang menyusui: piyama khusus bunda.
Ehm...kok ya terpikir???
Misalnya saja menjenguk orang sakit, mengunjungi seseorang untuk sekedar silaturahim, atau menghadiri pernikahan.
Sejak mendengar hadits nabi tentang menjenguk orang yang sedang sakit, saya jadi belajar menjenguk. Bahkan masa kuliah, kami punya tim sendiri yang bersepakat untuk saling mengajak kalau ada yang sakit. Beramai-ramai menjenguk.
Tapi menjenguk orang yang melahirkan belum ada dalam kamus saya. Bahkan hingga umur saya sudah menjadi dua puluh lima dan menikah! Baru saat saya hamil dan banyak berinteraksi lebih intens dengan ibu-ibu lain saya menyadari hal ini. Pelan-pelan saya mulai mewajibkan diri untuk mengunjungi saudari-saudari yang baru melahirkan.
Ternyata meski lelah menghadapi persalinan, kunjungan banyak orang di rumah sakit itu adalah hiburan yang menyenangkan. Rasa sepi, sendirian di rumah sakit menjadi tergantikan oleh wajah-wajah ceria yang bergantian mengunjungi.
Membawa buah tangan atau tidak bukan satu-satunya ukuran penilaian perhatian. Karena saya pun menyadari rasa gembira dan empati menyeruak dalam bentuk berbeda alias bergantung kondisi. Ada masa-masa dimana kita mampu memberikan sesuatu yang sangat berharga, ada dimana hanya bisa sekedar melangkahkan kaki untuk memberikan sedikit senyum.
Yang saya takjub, sebagian besar membawa hadiah yang beragam dan sangat sesuai dengan apa yang saya butuhkan. Padahal tentunya ga janjian kan? Dari baju hingga mainan, buah hingga kue. Bahkan ada oleh-oleh haji dari mba dan adik kelas yang baru pergi haji.
Dan yang unik, diantara sekian banyak hadiah untuk si kecil, hanya ada satu hadiah spesial untuk bunda yang sedang menyusui: piyama khusus bunda.
Ehm...kok ya terpikir???
Comments