Skip to main content

Kunjungan - Catt Kel 1

Terlambat menjadi mahluk sosial, begitulah saya sering menyebut diri sendiri. Betapa banyak hal-hal tentang sikap-sikap atau perbuatan sebagai orang yang baik kepada sesamanya, terlambat/baru dewasa saya pelajari. Mungkin karena tipikal bawaan yang kurang percaya diri, dan senang bersembunyi.

Misalnya saja menjenguk orang sakit, mengunjungi seseorang untuk sekedar silaturahim, atau menghadiri pernikahan.

Sejak mendengar hadits nabi tentang menjenguk orang yang sedang sakit, saya jadi belajar menjenguk. Bahkan masa kuliah, kami punya tim sendiri yang bersepakat untuk saling mengajak kalau ada yang sakit. Beramai-ramai menjenguk.

Tapi menjenguk orang yang melahirkan belum ada dalam kamus saya. Bahkan hingga umur saya sudah menjadi dua puluh lima dan menikah! Baru saat saya hamil dan banyak berinteraksi lebih intens dengan ibu-ibu lain saya menyadari hal ini. Pelan-pelan saya mulai mewajibkan diri untuk mengunjungi saudari-saudari yang baru melahirkan.

Ternyata meski lelah menghadapi persalinan, kunjungan banyak orang di rumah sakit itu adalah hiburan yang menyenangkan. Rasa sepi, sendirian di rumah sakit menjadi tergantikan oleh wajah-wajah ceria yang bergantian mengunjungi.

Membawa buah tangan atau tidak bukan satu-satunya ukuran penilaian perhatian. Karena saya pun menyadari rasa gembira dan empati menyeruak dalam bentuk berbeda alias bergantung kondisi. Ada masa-masa dimana kita mampu memberikan sesuatu yang sangat berharga, ada dimana hanya bisa sekedar melangkahkan kaki untuk memberikan sedikit senyum.

Yang saya takjub, sebagian besar membawa hadiah yang beragam dan sangat sesuai dengan apa yang saya butuhkan. Padahal tentunya ga janjian kan? Dari baju hingga mainan, buah hingga kue. Bahkan ada oleh-oleh haji dari mba dan adik kelas yang baru pergi haji.

Dan yang unik, diantara sekian banyak hadiah untuk si kecil, hanya ada satu hadiah spesial untuk bunda yang sedang menyusui: piyama khusus bunda.

Ehm...kok ya terpikir???

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R