Perempuan itu belum tahu persis, selain atas karuniaNya, dengan apa sebenarnya cinta akan tumbuh dan berkembang. Yang ia rasakan hanyalah setiap kali ia merasa, melihat, dan mendengar lelaki itu berkorban untuknya, maka hatinya akan menghangat hingga kemudian ia jatuh cinta kembali pada lelaki itu.
Lelaki yang (hampir) tidak pernah merasa lelah untuk berkorban bagi keluarganya, dan senantiasa berupaya memberikan yang terbaik untuknya.
Hingga kemudian ia berpikir, bahwa semestinya pengorbanan dijadikan sebuah tradisi dalam suatu hubungan untuk memperkuat hubungan itu sendiri.
Tradisi pengorbanan...
Namun kadang ia sendiri merasa ngeri, di waktu yang lain ia melihat seseorang yang selalu dan selalu dalam posisi berkorban suatu saat merasa lelah. Hingga kemudian orang tersebut merasa tak membutuhkan siapa-siapa untuk hidup, atau justru mempertanyakan kehidupannya sendiri.
Mungkin karena orang itu tahu bahwa manusia tak bisa diharapkan terlalu banyak untuk membalas budi, membalas cinta, membalas pengorbanan. Mungkin karena yakin bahwa hanya Allah saja sebaik-baiknya pemberi balasan.
Tapi kalau dengan itu orang itu menjadi tak bisa merasakan kenikmatan kebersamaan, apakah itu tidak ngeri?
Atau mungkin lebih ngeri lagi kalau ia melihat dirinya sendiri. Selama ini ia sering merasa dicintai dan mencintai, namun sedikit yang mengetahui. Mungkin termasuk lelaki itu, tak sadar betapa dalam cintanya. Alasannya sederhana saja, karena cinta itu tak ternyatakan dengan lisan dan lakunya yang salah satu bentuknya adalah pengorbanan.
Hem...terus belajar tuk berkorban...
Jadi tradisi itu mestinya, berkorban dan membiarkan orang lain berkorban untuk kita. Atas namaNya. Agar cinta selalu bersemi di hati-hati kita...
Lelaki yang (hampir) tidak pernah merasa lelah untuk berkorban bagi keluarganya, dan senantiasa berupaya memberikan yang terbaik untuknya.
Hingga kemudian ia berpikir, bahwa semestinya pengorbanan dijadikan sebuah tradisi dalam suatu hubungan untuk memperkuat hubungan itu sendiri.
Tradisi pengorbanan...
Namun kadang ia sendiri merasa ngeri, di waktu yang lain ia melihat seseorang yang selalu dan selalu dalam posisi berkorban suatu saat merasa lelah. Hingga kemudian orang tersebut merasa tak membutuhkan siapa-siapa untuk hidup, atau justru mempertanyakan kehidupannya sendiri.
Mungkin karena orang itu tahu bahwa manusia tak bisa diharapkan terlalu banyak untuk membalas budi, membalas cinta, membalas pengorbanan. Mungkin karena yakin bahwa hanya Allah saja sebaik-baiknya pemberi balasan.
Tapi kalau dengan itu orang itu menjadi tak bisa merasakan kenikmatan kebersamaan, apakah itu tidak ngeri?
Atau mungkin lebih ngeri lagi kalau ia melihat dirinya sendiri. Selama ini ia sering merasa dicintai dan mencintai, namun sedikit yang mengetahui. Mungkin termasuk lelaki itu, tak sadar betapa dalam cintanya. Alasannya sederhana saja, karena cinta itu tak ternyatakan dengan lisan dan lakunya yang salah satu bentuknya adalah pengorbanan.
Hem...terus belajar tuk berkorban...
Jadi tradisi itu mestinya, berkorban dan membiarkan orang lain berkorban untuk kita. Atas namaNya. Agar cinta selalu bersemi di hati-hati kita...
Comments
rada mikir *agak berat kek na*. mungkin karena pemahamanku tentang tradisi ini yang masih dangkal