Eksperiman di dapur memang lebih menyenangkan bila dilakukan bersama-sama.
Ada menu baru yang dikenal perempuan itu, beserta bumbu-bumbu yang dahulu hanya dikenal namanya, tanpa diketahui secara persis efek-efeknya pada makanan. Apalagi lelaki itu gemar meracik aneka bumbu. Kontras dengan dirinya yang sebelumnya hanya memasak bersenjatakan bawang putih, garam, gula, dan merica. Hiyaa...tomat, bawang daun, apalagi seledri menjadi sedikit mewah disini...
Untung saja, apa yang disukainya, lelaki itu pun ternyata menyukainya juga. Entah memang karena suka, atau belajar mengamalkan hadits rasul untuk tidak mencela makanan. Atau karena tak tega. Hihi...
Nyatanya pada banyak hal, yang disukai dan tidak disukai tetap menimbulkan ketakjuban bagi kedua pihak.
Satu kali, lelaki itu memasukkan cinamon alias kayu manis serbuk dalam salah satu menu. Perempuan itu ingin mencegah, tapi berpikir mungkin sebaiknya membiarkan saja lelaki itu bereksperimen. Siapa tahu dia memang menyukainya.
Apa yang dikhawatirkannya terjadi. Pada suapan pertama, aroma itu begitu menusuk hidungnya. Ada yang menyesak di tenggorokan. Ditahannya, dan ia makan dengan amat perlahan.
"Ga enak, ya?" Lelaki itu bertanya.
Perempuan meringis. "Jangan bertanya, pertanyaan itu susah sekali untuk dijawab"
Lelaki diam. Acara makan menjadi kaku, meski satu piring berdua.
**
Lama...ia berpikir. Apakah boleh sedih saat memasak untuk seseorang tapi orang tersebut tak menyukainya? Apakah boleh kecewa saat apa yang kita anggap enak ternyata tidak bagi yang satu? Apakah ia tak mengamalkan sunnah kala ia tak mampu berpura-pura suka padahal mual sangat.
Mungkin imannya memang masih lemah...
Tapi ia berpikir lain. Mestinya tak boleh sakit hati, bila ia tak menyukai masakan buatanmu sendiri. Itu bukan karena tak sayang, tak cinta atau tak menghormati. Ada yang mungkin harus dibiarkan berbeda. Selera tak mesti sama.
Selama tak mencela. Apalagi mencela apa yang tidak ia suka.
Perempuan merasa lega, menyusut airmata, tersenyum, dengan kesimpulan baru yang ditemukannya.
Alhamdulillah...
Ada menu baru yang dikenal perempuan itu, beserta bumbu-bumbu yang dahulu hanya dikenal namanya, tanpa diketahui secara persis efek-efeknya pada makanan. Apalagi lelaki itu gemar meracik aneka bumbu. Kontras dengan dirinya yang sebelumnya hanya memasak bersenjatakan bawang putih, garam, gula, dan merica. Hiyaa...tomat, bawang daun, apalagi seledri menjadi sedikit mewah disini...
Untung saja, apa yang disukainya, lelaki itu pun ternyata menyukainya juga. Entah memang karena suka, atau belajar mengamalkan hadits rasul untuk tidak mencela makanan. Atau karena tak tega. Hihi...
Nyatanya pada banyak hal, yang disukai dan tidak disukai tetap menimbulkan ketakjuban bagi kedua pihak.
Satu kali, lelaki itu memasukkan cinamon alias kayu manis serbuk dalam salah satu menu. Perempuan itu ingin mencegah, tapi berpikir mungkin sebaiknya membiarkan saja lelaki itu bereksperimen. Siapa tahu dia memang menyukainya.
Apa yang dikhawatirkannya terjadi. Pada suapan pertama, aroma itu begitu menusuk hidungnya. Ada yang menyesak di tenggorokan. Ditahannya, dan ia makan dengan amat perlahan.
"Ga enak, ya?" Lelaki itu bertanya.
Perempuan meringis. "Jangan bertanya, pertanyaan itu susah sekali untuk dijawab"
Lelaki diam. Acara makan menjadi kaku, meski satu piring berdua.
**
Lama...ia berpikir. Apakah boleh sedih saat memasak untuk seseorang tapi orang tersebut tak menyukainya? Apakah boleh kecewa saat apa yang kita anggap enak ternyata tidak bagi yang satu? Apakah ia tak mengamalkan sunnah kala ia tak mampu berpura-pura suka padahal mual sangat.
Mungkin imannya memang masih lemah...
Tapi ia berpikir lain. Mestinya tak boleh sakit hati, bila ia tak menyukai masakan buatanmu sendiri. Itu bukan karena tak sayang, tak cinta atau tak menghormati. Ada yang mungkin harus dibiarkan berbeda. Selera tak mesti sama.
Selama tak mencela. Apalagi mencela apa yang tidak ia suka.
Perempuan merasa lega, menyusut airmata, tersenyum, dengan kesimpulan baru yang ditemukannya.
Alhamdulillah...
Comments