Skip to main content

Anak ibu

Amaturrahman beberapa kali terbangun dalam tidur. Saya harus memeluknya, menggendongnya, dan mengayunkannya. Kadang memberinya ASI sudah cukup membuainya kembali ke alam mimpi. Namun tak jarang ia sangat mengantuk yang membuatnya tak bisa minum dengan baik. Jadi daripada tersedak lebih baik menepuk-nepuk, atau menimangnya perlahan.

Saya berusaha untuk selalu berkata lembut dan berlaku manis, selelah apapun, semengantuk apapun. Termasuk ketika menghadapi semprotan mautnya yang berwarna kuning kala saya lalai memasang nappynya cepat-cepat. Pernah juga ada hujan lokal kala saya tinggalkan ia tanpa tutup.

Betapa saya ingin terlihat olehnya dalam wajah senyum...sepenuh cinta


Malam tadi, saat menimangnya, saya teringat mamah yang selama dua bulan lebih ini menemani saya merawat si kecil. Apakah tekad serupa sudah dicanangkan?

Apakah saya selalu berusaha berwajah senyum di hadapannya? Apakah saya sudah benar-benar menyenangkan hatinya? Apakah saya sudah berusaha membaca banyak hal cara terbaik untuk bersikap kepadanya?

Uhm...banyak sekali panduan menjadi ibu yang saya pelajari, tapi panduan menjadi anak berbakti...sekali-sekali saja dikaji. Astaghfirullah...

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R...

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha...