Skip to main content

Jilbab mungil Bubu

Mulai kapan bubu akan dipakaikan jilbab?

Pertanyaan itu pernah dibahas baba dan bunda di awal-awal kelahiran bubu. Baba berpikir, bubu masih kecil, tak perlu dipakaikan jilbab. Toh kewajiban baru akan datang saat ia baligh nanti. Apalagi bayi...tak ada aturan yang mengharuskannya.

Bunda setuju, bubu kecil tak harus pakai jilbab. Tapi, bukan berarti tak dikenalkan. Hehe, ini gaya bunda berdiplomasi. Artinya, tak mengapa bubu dipakaikan jilbab sejak bayi, selama ia nyaman, tak kepanasan, dan tak dipaksa. Biarkan jilbab menjadi bagian dari gaya fashion yang diakrabinya di masa kecil seperti nanti ia akan menyukai pita, jepit, bondu, topi, dll. Bedanya, pelengkap yang satu ini adalah gaya yang amat disukai Robb-nya. Cantik dunia dan akhirat.

Pada masa-masa menjelang baligh, akan diperkenalkan bahwa jilbab itu adalah sebuah identitas muslimah sejati, kewajiban menutup aurat, dll. Mudah-mudahan ketika tiba waktu ia harus mengenakannnya, ia telah jatuh cinta pada gaya berbusana yang syar'i.

*ehm, kalimat bunda waktu mengobrol sama baba sepertinya tak seindah itu. mohon maaf, itu mah intisari dalam bahasa lain alias kesimpulan bunda saat menulis sekarang ini*

Tentu saja baba tak keberatan. Jadinya bubu dipakaikan jilbab sejak jilbab-jilbab mungil kiriman mamih cukup di kepala imutnya. Tentu saja kalau pas tidak sedang dicuci atau musim panas, hehe. Dia cukup senang dan terbiasa dengan jilbab itu. Kadang-kadang saat kepanasan di kereta bubu suka juga menarik-narik jilbabnya sendiri, yang kemudian langsung bunda copot.

Ajaibnya, muka bubu berjilbab dengan tidak lain sekali. Dia cenderung terlihat imut dan anggun *cieh...* dengan jilbabnya. Mungkin karena rambutnya masih pendek, jadi kalau jilbab dibuka masih susah dibedakan apakah ia bayi perempuan atau laki-laki.

Namun kalau di rambutnya dipasangkan jepit, ia juga terlihat manis. Seperti foto di samping ini:

Ohya Jumat kemarin, saat bunda periksa kehamilan, bubu ikut. Kali itu ia berjilbab manis. Para perawat yang mengenal bunda dan membantu pemeriksaan kehamilan bunda lebih dari setahun yang lalu menyukai bubu. Seperti biasa mereka menyapa bubu.

Di ruang tunggu, salah satu perawat menanyakan tentang jilbab bubu. Mungkin heran ada jilbab untuk anak seumuran bubu. Jadinya bunda bercerita sekilas tentang jilbab. Bahwa anak kecil seperti bubu hanya pembiasaan saja, bukan harus. Ketika dewasa, barulah harus memakainya.

Cerita tentang itu ia sebarkan ke perawat yang lain. Hingga perawat lain di ruang periksa ikut bertanya pada bunda. Pada usia berapa kira-kira seorang wanita harus memakai jilbab? Apakah saat tidur juga harus dipakai? Bunda menjelaskan sebisanya dan sesingkatnya.

Subhanallah, sudah bertahun-tahun rumah sakit itu menjadi langganan para muslimah di kawasaki ini. Mereka sudah tahu makanan yang tak bisa dimakan pasien muslim, namun mungkin kesempatan tuk menggelitik tentang Islam, tentang jilbab termasuk yang langka. Dan jilbab bubu menjadi salah satu jalan tuk mengenalkannya.

Semoga ada kesempatan-kesempatan lain tuk mengenalkan Islam lebih dalam pada mereka... Aamiin

* bubu jilbab pink, 16 Des 2006 (10.5 bulan)
* bubu jepit rambut, 5 Maret 2007 (13 bulan)
**tuk mba mona di kotak teriak, salam kenal yaa... semoga postingan ini juga menjawab pertanyaan mba tentang onnanoko atau otokonokonya bubu. :)
*** tuk semua rekan di kotak teriak, makasih banyak sapa-sapanya yaa... jazaakumullah khairan katsiraa

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar