Skip to main content

Berbagi Membagi

Kala kedua bayi sudah terlelap, saya akan mulai berpikir lebih dalam tentang mereka berdua. Baru tujuh belas hari bubu menjadi kakak, saya seringkali mengira-ngira apa yang ada di benaknya melihat bayi mungil di rumah kami.

Hari pertama, saat saya pulang ke rumah setelah enam hari menginap di rumah sakit, bubu hanya memandangi adiknya. Tak berani menyentuh, apalagi mencium. Ini sikap normalnya kala berjumpa orang yang dirasanya asing.

Hari-hari berikutnya ia mulai lebih terbiasa. Begitu dengar kata "sun dedek..." maka ia akan mencium adiknya. Selanjutnya ia sendiri terbiasa mencium dedek, menyentuh tangan atau kakinya (bubu itu penggemar kaki, setiap melihat kaki ia selalu terlihat gembira dan mengoceh).
Bubu juga masih berpikir di perut bunda ada dedek, jadi tetap saja ia dengan senang hati sun perut bunda, meski berkali-kali diberitahu bunda kalau dedek sudah keluar.

Bubu masih tetap si penolong yang perhatian...

Kala dedek menyusu, tanpa diminta-dengan susah payah- ia membawakan bantal yang biasa bunda gunakan untuk menyangga dedek. Bantal itu lumayan berat untuk ukuran bubu. Ia juga membawakan popok dedek-meskipun masih saja senang mengeluarkan dan mengacak-acak tisu basah dari tempatnya. Bubu juga akan membelai dedek dan berkata "ayang...ayang..." kala dedek menangis.

Apakah ini cemburu?

Saya bertanya dalam hati. Melihatnya begitu bersemangat tidur di tempat tidur dedek (yang sebenarnya pernah dipakainya saat ia seumur dedek), ingin ikut dipangku baba saat baba memangku, memukul dedek, melempari dedek dengan pampersnya, ingin dipangku bunda menjelang tidur-sebelum memeluk kaki (biasanya bubu ditidurkan dengan membiarkannya memeluk kaki), dll.

Dan baru saja-malam ini-ia tak mau dipakaikan popoknya sendiri. Ia mau popok dedek. Ia menolak tidur sebelum dipakaikan popok untuk bayi lahir itu. Akhirnya bunda mengalah. Ia pun senang, dipangku bunda, lalu turun memeluk kaki, dan tertidur dengan pulas... Hem, semoga tidak bocor. Hehe...

Bisa jadi ia hanya gemas dan ingin meniru seperti biasanya...

Ia gemes dengan bayi lucu
Ia ingin dipakaikan popok bayi, seperti ia ingin dipakaikan jilbab bunda (ah, jadi ingat, beberapa hari yang lalu ia bergaya mengusap-ngusapkan pelembab bunda ke wajahnya sendiri)

Membagi cinta dengan bijak, semoga kami bisa melakukannya. Langkah awal saja, semisal asi dan hamil sudah cukup berat. Apalagi sekarang....

Saat dedek disusui lalu bubu ingin disuapi makan
Saat bubu baru tertidur di pelukan lalu dedek menangis
...

Alhamdulillah saat-saat awal, masih ada mama yang menemani. Mama dan baba membantu mengalihkan perhatian bubu pada bunda.
Alhamdulillah saat-saat awal, pekerjaan utama bayi adalah tidur dan tidur. Bunda masih bisa relatif bersama bubu sepenuhnya.
Alhamdulillah sejak hamil kedua, pembagian tugas baba-bunda mengurus bubu sudah cukup baik.

Di atas segalanya...alhamdulillah...
semoga bisa sabar, semoga bisa sabar, semoga bisa sabar.

***
malamramadhankesembilan-menungguibabaselesaitarawih

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar