Skip to main content

Memilih

Dedek Abdurrahman baru tiga pekan, dan selama itu saya belum pernah membawanya keluar. Tapi Ahad lalu tetangga baik yang punya mobil mengajak kami pergi ke SRIT bersama. Alhamdulillah, jadi berani meski masih deg-degan.

Ramadhan di negeri asing akan lebih terasa nikmat persaudaraannya kala berjumpa dengan banyak rekan. Acara kajian ahad di SRIT salah satu pengobatnya. Memang sih, kadang terjadi pilihan berat antara duduk manis mendengarkan nasihat ustadz dengan bertukar kabar dengan saudara seiman yang sebulan sekali pun belum tentu berjumpa. Ustadz yang pakar dan beken juga tidak sebulan sekali berjumpa. Jadinya....

Tapi oleh-oleh Ahad lalu memang lumayan. Selain materi Ust. Cahyadi Takariawan tentang keluarga, saya juga mendapat obrolan tentang keluarga kala makan bersama dengan seorang ibu. Ibu salah satu senior di sini. Sebenarnya saya ingin bercerita tentang bagaimana ibu dan putranya itu. Tapi agak tidak enak karena khawatir tergambarkan siapa-siapanya hehe... Yang pasti, saya menyukai beberapa karakter putranya dan penasaran bagaimana karakter itu bisa terbangun.

Dan ternyata awalnya memang ibu sendiri yang berusaha menanamkan dalam hatinya sifat seperti itu. Berusaha mengontrol diri dari keinginan-keinginan yang sebetulnya wajar, tapi diprioritaskan untuk hal-hal yang benar-benar lebih penting. Misalnya untuk makanan bergizi, pendidikan dll.

Membantu orang lain juga hal yang dianggap penting, lebih penting dari membeli pakaian (yang sebetulnya kurang perlu), berlian, hiasan rumah, dll. Membantu orang tak akan membuat miskin.

Kondisi sulit juga tak boleh membuat anak-anak kehilangan kesempatan tuk belajar dan bermain. Ia membawa anaknya ke toko mainan supaya anaknya bisa mencoba mainan/bermain tanpa harus membeli, atau memberinya pewarna makanan dan air untuk dijadikan sarana menggambar.

Menjadikan doa sebagai kekuatan terbesar. Berdoa untuk diringankan dalam setiap kondisi. Terutama disaat-saat sulit tentunya. Kondisi keuangan yang menghimpit tak perlu membuat sedih, hina, apalagi kehilangan harga diri. Kondisi keuangan yang berlimpah, tak perlu membuat sombong dan belanja berlebihan.

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar