Skip to main content

Raising Our Children Raising Ourselves

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Childrens Books
Author:Dr. Naomi Aldort
Raising Our Children Raising Ourselves
Transforming parent-child relationships from reaction and strugle to freedom and joy
For parents of babies and teens

Cerita
Link untuk buku edisi online, saya temukan di blognya mba Andini. Membaca satu bab cukup membuat saya tertegun, menitikkan airmata, dan jatuh cinta. Ingin mencetak, tapi sayang tinta. Alhamdulillah beberapa waktu yang lalu baca di situsnya bahwa ada edisi cetak. Pesan di amazon dan datang ke rumah dua pekan kemudian.
(Omong-omong tentang amazon, katanya termasuk yang membantu Israel. Alternaif lain apa ya?)

Tentang buku
Bagian awal buku bercerita bagaimana berbicara akan mampu mengobati perasaan anak. Rumusnya adalah S.A.L.V.E (Separate, Attention, Listen, Validate, Empower).

Sedangkan bagian berikutnya adalah mengenai kebutuhan dasar anak. Penulis memaparkan lima hal yang dibahasnya masing-masing dalam satu bab. Lima kebutuhan dasar anak itu adalah:
1. Love (cinta, kasih sayang)
2. Freedom of Self-Expression (kebebasan mengekspresikan diri)
3. Autonomy dan Power
4. Emotional Safety
5. Self Esteem
(no 3-5 masih engga tahu terjemahan tepat dalam bahasa Indonesianya apa.

Selain menuliskan paparan yang begitu mengena, ada kisah-kisah tentang orang tua dan anak-anaknya yang melengkapi buku itu, yang saat membacanya membuat saya haru. Banyak hal yang harus dikoreksi dari hubungan saya dengan anak-anak selama ini. Apalagi si sulung yang mulai sering membuat diri ini menahan geram.

Mudah-mudahan kebaikan yang semata-mata dari Allah SWT bisa saya serap. Dan hal-hal yang buruk bisa dihindari.

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar