Skip to main content

Rumah Rapi (6)

Liburan hampir berakhir. Harusnya sudah selesai acara beres-beresnya. Tapi masih ada tumpukan kertas dan banyak printilan yang belum menemukan "rumah"nya. Mudah-mudahan bisa terselesaikan.

Sensei bilang rumah rapi bukanlah tujuan. Tapi sebuah sarana untuk mencapai tujuan. Sebelum kita membereskan rumah kita, kita harus menyeting dengan jelas apa tujuan dari kerapian itu sendiri. Dan itu harus tergambar detil dalam benak.

Saya sendiri bermimpi hidup yang lebih tenang dan tertib. Tenang dalam artian tidak sibuk mencari kertas pengumuman sekolah yang terselip entah kemana, hati nyaman membuka laci kaos kaki karena semua punya pasangan, memandang ruangan dengan bahagia karena yang ada disana ada hal-hal yang menyejukkan hati, dll. Pada gilirannya bisa beribadah dengan tenang, berinteraksi dengan pasukan tanpa tegang dan bisa tenang dan tertib mengerjakan setiap amanah. 

Anak-anak juga senang dengan misi membuat rumah rapi ini. Mereka membantu sebisanya. Memilah mainan atau memakai lagi (re-use) majalah atau kertas sebelum dibuang baik itu dengan menggambar, menggunting gambar yang menarik, menempel, membuat alat-alat, gerobak dll.

Tumpukan kertas yang sudah diikat digunting lagi oleh si tiga tahun hingga tercecer lagi. Potongan-potongan kertas mewarnai setiap sisi lantai. Hingga kaus kakinya, sarung tangan abangnya dan celananya pun mendapat sentuhan kreatifnya. Katanya ia mau buat saku di celana. FYI, ia memotong satu lapisan dari celana training yang ada dua lapis kain.

A1-A3 sudah pandai memvakum lantai. Menata buku (yang kadang dijatuh-jatuhkan lagi oleh si satu tahun). Dll. 

Menyisir barang-barang yang terkumpul selama 11 tahun lebih disini, membuat saya merenung tentang kehidupan ini. Apa yang kemudian bertahan lama, apa yang memberi kebahagiaan dalam waktu yang singkat, apa yang berharga untuk dibawa kalau ada bencana, dll.

Benar kata senseinya, kalau untuk barang kita bisa memilih apa yang penting dan berharga maka kita juga bisa memilih aktivitas atau tujuan hidup apa penting dan berharga. Kalau buat saya, agar hidup bahagia dunia akhirat itu bisa tercapai. Agar hidup singkat ini bisa betul-betul menjadi bekal untuk hidup yang panjaaang....

#catatanrumah
#sharingbuku
#konmarimethod

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R