Skip to main content

Persimpangan

Setiap kurun waktu tertentu, selalu ada persimpangan. Uhm...sebenarnya hampir setiap waktu, hanya saja kadarnya berbeda, antara yang membingungkan dan tidak, serta seberapa besar resiko-resiko yang bisa ditimbulkannya.

Dan di ujung masa kuliah kali ini pun persimpangan itu harus dipilih...

Seperti menapaktilasi masa dua-tiga tahun yang lalu, saat baru lulus S1. Sampai-sampai mengunjungi seorang psikolog, mengambil psikotes, untuk membantu melihat berbagai alternatif. Dan tentu saja memantapkan pilihan.

Sekarang kembali pertanyaan besar itu ditanyakan, dengan apa kontribusi itu akan kausumbangkan? Menjadi apa dirimu sepuluh atau dua puluh tahun yang akan datang? Diawali dengan pertanyaan 'simple', lanjut S3 atau tidak?

Uhm...besok adalah deadline pengajuan formulir perpanjangan beasiswa monbusho itu.

Kalau ada catatan yang pernah ditulis, sekitar tiga-empat tahun yang lalu itu, niscaya jawabannya sebenarnya sederhana saja, tidak dulu. Setidaknya sampai anak-anak (aamiin...) berusia TK/SD. Saat mereka mulai mandiri, berinteraksi dengan lingkungan, dan tidak terpusat pada bundanya.

Belum lagi, karena belum ada hal yang benar-benar nyata, yang ingin ditemukan. Diteliti, dan ditemukan formulanya.

Tapi kalau ada peluang/kesempatan, dan mumpung masih disini?
Kalau pulang, emangnya mau ngapain?
Lulusan S2 bisa apa sih?
Kalau suami, keluarga, kawan mendukung penuh?


Termenung-menung dengan pertanyaan mendasar kembali hadir, buat apa sebenarnya?
Apa tujuan jangka pendek dan panjang yang ingin dicapai?
Mana prioritas yang harus didahulukan, dipentingkan?

Tuing-tuing...

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Berhenti Sejenak

Pagi itu kami berempat (saya dan A3-A5) menuju stasiun. Baby Anas (A5) setia duduk di strolernya. Dinginnya menggigil tapi matahari menyapa dengan hangat. Tujuan kami adalah Kabe, rumah mba Nita tuk bersilaturahim dengan sahabat Azzahra. Di tengah jalan, di area favorit anak-anak untuk berhenti, Azmi (A3) tiba-tiba bertanya, "Bunda, itu tulisannya apa?" Ia menunjuk setengah bola yang biasanya mereka duduk bermain di atasnya.  Setiap melewati area ini memang mereka hampir selalu berhenti untuk bermain. Tapi pagi ini (seperti biasa) kami sedang mengejar waktu. Jadi saya menjawab sekenanya, "Engga tahu. Ayo kereta menunggu!" "Karena jauh ga keliatan? Ayo kesana!" Ah...  "Seperti ini tulisannya. Apa bacanya bunda? Tapi ini kanji bunda ga ngerti ya?" Akhirnya saya (seperti biasa, harus) mengalah. Berjongkok mengamati tulisan. Ternyata.... Tulisannya adalah "Saturn" lengkap dengan kanji di bawahnya dan angka2.... Saya lalu melihat ke sekelili...

Puzzle 46 (Terkurung di rumah)

Puzzle 46 (Terkurung di rumah) Puzzle terakhir ditulis 28 Desember 2009. Seperti apa kepingan yang ada 10 tahun kemudian? Dengan covid-19 yang sedang mewabah di seluruh dunia. perempuan itu bekerja dari rumah. Sewaktu-waktu lelaki itu juga di rumah. Serasa liburan tapi banyak kerjaan. Mereka berbagi tugas. Siapa yang belanja siapa yang masak. Siapa yang beres-beres siapa yang menemani anak belajar. Ada banyak istri stress karena suaminya di rumah. Repot katanya. Tapi perempuan itu bahagia. Ada hari-hari dimana ia bisa puas memandang suaminya sepanjang hari. Alhamdulillah. Pekerjaan lebih ringan, hati juga lebih lapang. Ada banyak target yang bisa dikejar, alhamdulillah