Skip to main content

Berbeda tapi bersama

Dulu saya pernah termenung, apakah untuk bisa bekerja sama, melangkah bersama, setiap orang harus menjadi sama?

Misalnya begini, saat kita menjadi anggota suatu tim yang sangat eksklusif, baik teknik perektrutan maupun pembinaan, dan menghasilkan karakter anggotanya yang sangat khas/unik, serta kuat dan solid.

Kemudian dalam perjalanannya, disadari, bahwa ternyata beban kerja tim meluas sehingga diperlukan perluasan. Selain itu, dalam banyak hal ternyata ada beberapa pos-pos kebutuhan yang belum bisa dipenuhi, karena keterbatasan kemampuan anggota tim tersebut.

Maka dibuatlah perluasan, merekrut lebih banyak orang lagi, karena medan kerjanya tak bisa menunggu tim untuk mampu melipatgandakan kekuatan baik kualitas maupun kuantitas anggota yang standar. Kedatangan para pendatang baru itu menyebabkan seolah terjadi penurunan standar kualitas anggota tim. Belum lagi terimbasnya beberapa side efek kedatangan 'para pendatang' kepada para pendahulunya.

Apakah yang sebaiknya dilakukan oleh tim itu? Kembali pada kondisi awal, atau terus melaju dengan segala tantangannya?

Namun tetap berada pada lingkaran yang sama rupanya adalah sebuah langkah bunuh diri. Perluasan adalah sebuah kebutuhan, meskipun tentu saja, ada banyak hal-hal yang mendasar yang harus dipelihara, semisal standar kualitas anggota.

Untuk bisa menjalankan banyak pekerjaan pada aneka bidang, kerjasama dengan banyak pihak adalah sebuah kemestian. Kerja sama antar tim, menjadi tim yang besar yang berpadu menjalankan tugas kemanusiaan.

Dalam bekerja sama diperlukan adanya kesamaan tujuan. Ada orang-orang yang memiliki tujuan jangka panjang dan pendek yang sama, sehingga mereka bisa bersama dan bekerja sama. Ada orang yang tujuan jangka panjangnya sama, tapi jangka pendeknya berbeda. Mereka bisa bekerja sama pada satu fase tertentu saja.

Ibarat pulang kampung dari Tokyo ke Bandung tempo hari. Rute yang ditempuh: Tokyo-Hongkong-Singapura-Jakarta-Bandung. Ada kawan perjalanan dari Tokyo-Jakarta, Tokyo-Hongkong, Hongkong-Singapura, Hongkong-Jakarta, Singapura-Jakarta, dan tentu saja, Jakarta-Bandung. (saat itu tidak ditemukan kawan seperjalanan Tokyo-Bandung, red)

Mungkin tak semua orang sejak awal-akhir bersama kita, masing-masing dengan pilihan, tujuan dan cara yang berbeda. Namun toh kita perlu bekerja sama pada potongan garis pertemuan yang ada dalam rute hidup ini. Apalagi jika mimpi kita terlalu besar untuk dipikul sendirian, atau hanya segelintir orang.


Uhmm...berbeda tapi bekerja sama dalam kebaikan, dalam takwa...

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar