Skip to main content

dua sembilan

Jumat ini ia berusia tepat 29 pekan (menurut perhitungan dokter). Terlhat sehat, alhamdulillah. Beratnya nyaris mencapai 2kg. Tepatnya 1,94 kg.

Kegiatannya sehari-hari menggoda bundanya dengan tendangan dan tonjokan menggelikan. Baru komunikasi seperti itulah yang bisa terjadlin. Bahasa jedak jeduk, yang sering ditanggapi dengan aneka respon seperti belaian, tekanan, dan tentu saja bicara langsung padanya.

Ada waktu-waktu khusus berjedak jeduk. Umumnya hari-hari diawali dengan 'jedak-jeduk'nya menjelang subuh, bersaing ketat dengan alarm pada hp, berusaha membangunkan.

Ia memang cukup peka dengan kondisi emosi bundanya. Seringkali saat cemas dan khawatir, jedukannya menghebat-entah ingin menenangkan atau menambah ketegangan, hehe.

Pernah saat terjadi sedikit ketegangan antara kedua orang tuanya di malam hari. Seperti biasa pada usapan sebelum tidur, dia aktif merespon dengan jedukan khasnya. Tapi ketika tangan bundanya berganti ayah, ia menjadi diam. Rupanya ia merasakan bundanya saat itupun sedang merasa segan kepada sang ayah, dan ia pun ikut-ikutan segan, hehe. Baru esok paginya ia kembali normal.

Jedak jeduk lainnya adalah saat al quran dibaca. Kadang diajak bicara biasa tak ada tanggapan, tapi bila sudah diperdengarkan bacaan al quran, ia langsung memberikan responsnya. Tak mesti dibacakan langsung, dengarkan imam, dengar murattal, ia pun aktif memberikan sinyal-sinyal khasnya.

Salah satu surat favoritnya adalah an nuur. Surat itu mendapatkan respon jedukan yang lebih banyak dari biasanya. Entah tertular dari sang bunda yang memang pengagum surat itu, atau dia tau tentang kisah seputar surat itu di keluarganya. Padahal sih rasanya orang tuanya tak pernah memberitahukan padanya bahwa surat itu adalah surat kenangan hehe...

Jadi dahulu kala, saat calon ayah dan kawannya berkunjung ke rumah untuk taaruf dengan keluarga, (bundanya sih masih di jepang) kawannya itu menyebarkan kabar kalau si calon ayah ini hafidz alias hapal al quran.

Terus saat calon istrinya itu pulang ke indonesia beberapa hari menjelang akad, tercetuslah permintaan untuk memintanya tasmi' surat tersebut. Pas akad ternyata yang keluar malah Waqiah. Hehe...

Selidik punya selidik, dalam taaruf pasca menikah, mempelai pria ternyata mengaku belum pernah sekalipun menghapalkan surat an nuur. Dia memang 'pernah' menghapal hingga sekian juz, tapi tidak termasuk an nuur. Akhirnya hari-hari setelah itu diwarnai oleh setoran-setoran an nuur. Hanya 19 hari bersama, lalu dilanjutkan lagi setoran akhir di Maroko, saat mereka bertemu untuk kedua kalinya.

Jujur saja, bunda sangat iri dengan kelebihan ayah yang satu itu. Cepat sekali setoran hapalan itu datang, dan saat-saat murajaahnya pun terlihat tak seberapa sulit. Uhm...kalau bunda belum bisa sebaik itu, semoga kebaikan putra/putrinya itu bisa mewarisi kebaikan itu.

Ambil yang baik-baik saja dari kedua orang tuamu ya, nak. Pilih-pilih dengan baik dan cermat...

Sekian cerita tentang dua-sembilan pekan....

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar