Skip to main content

Al Quran dan malaikat

Sabtu kemarin, menggantikan seorang saudari mengisi acara untuk muslimah Jepang di Masjid Otsuka. Temanya keutamaan membaca al Quran. Alhamdulillah, lagi-lagi saya beruntung. Menyiapkan materi itu, berarti bukan hanya mencari referensi untuk membuat tulisan sederhana tentang itu tapi kembali membaca ayat-ayat dan hadits-hadits yang memotivasi untuk lebih banyak membaca dan menghapal. Sebanyak huruf-huruf yang dikeluarkan lisan kita, sebanyak itu pula ia akan terlipat sepuluh. Wow...banyak sekali. Dan bisa jauuuuuuh lebih banyak, kalau kita mau.

Sabtu itu di sesi tanya jawab seorang peserta bertanya, "Apakah membaca al quran adalah sebuah kewajiban?"

Maksudnya, kewajiban seperti sholat. Saya menjawab tidak. Kecuali yang dibaca dalam sholat, tentu. Hukumnya sunnah. Tapi membaca al quran adalah sumber energi. Untuk memahami, untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban utama dengan optimal. Yang kalau energi itu tak ada, kita bisa 'mati'...

Satu lagi adalah tentang malaikat. Terutama malaikat yang bersayap.

Beberapa muslimah Jepang akrab dengan malaikat dan sayapnya itu sejak kanak-kanak. Namun setelah masuk Islam, mereka memutuskan hubungan dengan malaikat-malaikat seperti yang ada dalam cerita-cerita. Tapi waktu diceritakan bahwa majlis al Quran itu dinaungi malaikat maka ada rasa baru. Rasa senang yang tak tergambarkan 'menemukan lagi' malaikat bersayap yang baik hati. Bedanya, ini bukan khayalan. Meski ghaib, ini adalah nyata.

Saya jadi teringat masa-masa sekolah dulu. Dimana setiap keluar berangkat saya membayangkan malaikat-malaikat yang menundukkan sayap mereka karena menyukai orang-orang yang mencari ilmu. Rasanya semangat dan senang sekali...

Sekarang ini setiap kali belajar harus membawa pasukan, minimal satu prajurit kecil. Perbekalan banyak, persiapan dan perjalanan pun lama. Mengingat-ingat hal indah akan sangat menghibur, bukan?

Begitulah... Selalu, kalau mengajar itu sesungguhnya saya yang belajar...

Semoga bisa tetap belajar dan mengajar sampai maut tiba...aamiin...

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar