Skip to main content

Camp Otsuka (ke-7)

Sabtu hingga Senin lalu, saya dan dua bocah pergi kemping ke Chichibu-Saitama, tempat Masjid Otsuka mengadakan Tarbiyah Campnya yang ketujuh. Kalau tahun-tahun sebelumnya saya bergabung di tim program wanita, tahun kemarin di program TK, tahun ini saya ambil tantangan baru di program anak SD Putri.

Sebelum pergi sempat deg-degan juga, karena makanan disana hampir bisa dipastikan kare, sementara saya sedang kurang menikmatinya selama kehamilan. Kekhawatiran kedua, kondisi badan yang masih belum stabil, terutama pagi dan malam hari. Ketiga, tentu saja dua bocah ditangani sendiri, belum terbayang seperti apa.

Tapi, di atas semua itu, doa dan sabar adalah senjata mujarab, ya. Alhamdulillah, masih bisa makan kare-kare itu, bahkan sekali bisa merasakan nikmatnya makan lagi. Badan yang tidak stabil engga sampai parah banget, bahkan sakit-sakit yang biasanya ada tidak terlalu mengganggu.

Anak-anak juga relatif bisa diatasi. Meskipun keajaiban camp kali ini adalah mereka hampir tak pernah mau berpisah dengan saya. Nabila saja setiap kali bunda tak ada dalam pandangan matanya, maka ia akan langsung berteriak, "Bunda Rieskaaaaaaaaaaa..."

Dd Azka apalagi. Dititipkan ke toilet saja ia akan terus menangis, hanya sebentar saja ia lupa. Hal ini tentu sangat mengherankan bagi yang tahu kebiasaan-kebiasaan mereka selama ini yang selalu bisa bermain sendiri dan membiarkan bundanya kesana-kemari mengurus macam-macam.

Mungkin karena lingkungan itu terlampau asing untuk mereka, ditambah ada banyak sekali serangga yang berkeliaran di lembah itu. Nabila dan Dd sama sekali tidak mau duduk di alas terpal sebelum dialasi dengan kain yang lain. MasyaAllah...

Tangan-tangan pertolonganNya diturunkan melalui saudari-saudari yang ringan tangan selalu membantu. Mata-mata yang sigap selalu mencari tahu apakah saya mengalami kesulitan? Atau pertanyaan-pertanyaan untuk memastikan bahwa saya baik-baik saja, kala wajah mulai memucat, atau terlihat kurang semangat. Subhanallah...

Meski bertugas di bagian anak, saya masih kebagian mengintip materi untuk program wanita. Alhamdulillah. Sharing dari sister Raihana muslimah Jepang yang menetap di USA, sister Fathimah muslimah Mesir yang sedang menemani suaminya studi di Jepang, dan tentu saja Syeikh Yusuf, pengisi utama yang didatangkan khusus dari Kuwait.

Alhamdulillah..alhamdulillah...

Jadi mikir...tahun depan bisa ikutan lagi tidak yaa...

Comments

Dina Faoziah said…
wah, petualangan baru buat Nabila dan Azka, ya.... tahun depan plus satu lagi, insya Allah :D
rieska oktavia said…
hehe, betul sekali... pengalaman baru. sampai sekarang baru bisa sedikit-sedikit aja mengakrabkan sama serangga nih. tapi kalau bundanya juga takut emang susah juga ya :D
waktu nulis tahun depan mikirnya mungkin udah pulang, jadi ga bisa ikutan lagi
sekarang ada kemungkinan ikut lagi, insyaAllah plus satu jagoan, hehe...
Dina Faoziah said…
hihihi, insya Allah. eh, bentar lagi Rieska berangkat, ya? semoga beroleh haji mabrur.

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar