Skip to main content

Kreatif [1]

Harusnya tulisannya dimuat di blog satunya. Tapi rasanya disimpan disini lebih enak. (bilang aja, ka...ga pede nulis-nulis pake english :P)

Kreatif [1]

Rasanya-rasanya aku tak pernah berpikir serius tentang masalah kreativitas, sampai aku masuk kuliah dan bergaul serius dengan lebih banyak orang, terutama para senior dengan beragam wacana. Dan menyadari satu hal: bahwa aku sama sekali ga kreatif.

Beberapa kawan meyakinkan bahwa kekreatifan bukan hanya memadukan gambar, membuat karya seni, dll. Memecahkan persoalan, menuntaskan pekerjaan pun memerlukan kekreatifan. Masalahnya adalah, itu pun aku tak punya. Betapa sering aku hanya jadi pengekor kawan-kawan yang punya ide brilian. Dan tak terhitung kali saat aku selalu mentok dan merasa tak berdaya dengan masalah di depan mata.

Jadi, wajar bila kemudian ada kesedihan di hati. Rasa tak berdaya yang menggayuti jiwa pada rentang waktu lama, tak bisa kuhindari. Meski ternyata dalam beberapa hal, waktu mengajarkanku, bahwa output itu sebanding dengan input. Jika ada masalah dan kepalamu tak mampu menyelesaikan, maka carilah bahan tambahan untuk kemudian bisa diolah kepala ini. Alhamdulillah sedikit demi sedikit, kemampuan untuk menyelesaikan persoalan bisa semakin bertambah. Meski masih sangat jauh dari sempurna.

Untuk bidang-bidang yang terkait dengan seni-menyeni pun, keinginan untuk belajar, mengasah sense, sedikit timbul dan membantuku, meskipun belum sampai membuat karya yang baik, apalagi luar biasa.

***
Disini, sekian tahun kemudian, ada sebuah buku yang dijadikan bahan diskusi dalam kuliah kami. Buku itu berjudul 'Creativity', dimana penulisnya memaparkan hasil study atas orang-orang yang dinilai kreatif di bidangnya. Ia mendefinisikan standar 'creativity' itu sangat bergantung pada efek sosial yang dihasilkannya. Jadi tidak hanya membuat sesuatu yang 'berbeda', 'lain' atau luar biasa secara penampakkan, tapi juga dilihat bagaimana efeknya terhadap lingkungan, terutama, kemanusiaan secara umum.

Contoh yang ia ajukan adalah einstein, thomas alva edison, dsb.

Dan menurut dia, kita bisa belajar menjadi kreatif dengan membangun sikap-sikap pendukung, yang kemudian itu akan menjadi kebiasaan untuk menstimuli lahirnya kreatifitas. Bagaimana dan seperti apa, bersambung dulu yaa...

Comments

Assalamualaikum tante Rieska, Makasih sudah mampir ke blognya zubia...makasih juga doanya buat Sohaib. Zubia link ya Tante?
Selamat hari raya Idul Adha buat tante Rieska dan keluarga..
Assalaamu'alaikum...
Nice blog :) Seneng bacanya... Musim dingin ya di jepun... bbbrrrr...

wass.
iugee said…
Eceu, Salam..
Udah lama gak mengunjungi blog nya eceu..
Saya suka ttg 'creativity' nya..

Kalo eceu nulis creativity dengan low profile saya sebaliknya.. seringkali saya ngrasa ge-er udah menjadi creative dan punya solusi yang 'beda' dari keumuman orang2..

Tapi untuk creative yang berefek sosial.. hem... itu masih jadi pikiran gede saya.. hehe..

obsesinya ada, tapi ngeliat semakin mantab nya tatanan sosial di dunia ini apalagi dibandingkan dengan wawasan saya yang sudutnya masih se'emprit' rasanya suka muncul pesimisme.. sepertinya ruang creativity untuk membuat dunia ini 'terhentak' dan kemanusiaan membaik semakin nggak menyediakan ruang buat manusia sekerdil daku..

gimana yah ceu?
any idea???

Yugi tea ;)
rieska oktavia said…
waalaikumussalam wrwb

buat zubia sekeluarga, sama-sama, selamat idul adha (biarpun terlambat)

buat muslimah berjilbab, iyah disini musim dingin. asli menggigil sampai ke tulang

buat yugi, apa atuh yaa? kayaknya saya malah selalu tercengang-cengang dengan ide-ide yang cemerlang dari yugi yang kayak ga ada abis-abisnya. smoga makin terasah dan berkah yaa.
sok geura diupdet kontemplasinya supaya makin mencuatkan banyak ide kreatif^_^

Insya Allah, bersama Allah, kita semua bisa!!!

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar