Skip to main content

Harga sepotong lelah

Tsukareta...

Seorang adik terduduk di sofa balai indonesia. Wajah lelah setelah seharian bekerja. Aku tersenyum memandangnya. Ia dan kawan-kawannya adalah panitia sebuah seminar yang baru saja diselenggarakan, atas nama keputrian KAMMI-Jepang.

Aku menyukai mereka. Mengingatkanku pada adik-adik yang ada di Indonesia. Dan ini adalah kali pertama mereka bertanggung jawab penuh dalam sebuah acara. Selama ini lebih banyak acara ibu-ibu-termasuk aku, dan mereka membantu. Jadi, melihat bagaimana mereka bekerja, seperti mengingatkanku pada tahun-tahun di ITB, saat S1 dulu.

Sepotong lelah, yang harganya sangat mahal. Karena pekerjaan menyelenggarakan majlis ilmu, serupa dengan pekerjaan yang mengantarkan hidayah. Hidayah yang mengantarkan manusia mampu beramal shalih.

Bila harga amal shalih itu sendiri sangat mahal harganya, bagaimana dengan amal shalih yang mendorong terjadinya amal shalih itu sendiri???

**mengenang serombongan adik, yang baru hari ini aku merasa yakin bahwa aku telah mengingat nama-nama mereka dengan cukup baik**

Comments

eLogs said…
aduh, aku malah suka lupa nama-nama orang, Ries. Kadang ketuker-tuker. Gimana caranya supaya nggak gampang lupa ya ? hiks..
rieska oktavia said…
waduh...sama banget. itu dia...masalahnya.
kalo dipikir2 lagi, kayaknya harus bisa nginget hal yang unik ttg dia itu ya. atau ngobrol aga dalam dikit, jd bisa ngamatin dengan seksama...

yosh gambarimashoo mengingat nama-nama ^_^

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Berhenti Sejenak

Pagi itu kami berempat (saya dan A3-A5) menuju stasiun. Baby Anas (A5) setia duduk di strolernya. Dinginnya menggigil tapi matahari menyapa dengan hangat. Tujuan kami adalah Kabe, rumah mba Nita tuk bersilaturahim dengan sahabat Azzahra. Di tengah jalan, di area favorit anak-anak untuk berhenti, Azmi (A3) tiba-tiba bertanya, "Bunda, itu tulisannya apa?" Ia menunjuk setengah bola yang biasanya mereka duduk bermain di atasnya.  Setiap melewati area ini memang mereka hampir selalu berhenti untuk bermain. Tapi pagi ini (seperti biasa) kami sedang mengejar waktu. Jadi saya menjawab sekenanya, "Engga tahu. Ayo kereta menunggu!" "Karena jauh ga keliatan? Ayo kesana!" Ah...  "Seperti ini tulisannya. Apa bacanya bunda? Tapi ini kanji bunda ga ngerti ya?" Akhirnya saya (seperti biasa, harus) mengalah. Berjongkok mengamati tulisan. Ternyata.... Tulisannya adalah "Saturn" lengkap dengan kanji di bawahnya dan angka2.... Saya lalu melihat ke sekelili...

Puzzle 46 (Terkurung di rumah)

Puzzle 46 (Terkurung di rumah) Puzzle terakhir ditulis 28 Desember 2009. Seperti apa kepingan yang ada 10 tahun kemudian? Dengan covid-19 yang sedang mewabah di seluruh dunia. perempuan itu bekerja dari rumah. Sewaktu-waktu lelaki itu juga di rumah. Serasa liburan tapi banyak kerjaan. Mereka berbagi tugas. Siapa yang belanja siapa yang masak. Siapa yang beres-beres siapa yang menemani anak belajar. Ada banyak istri stress karena suaminya di rumah. Repot katanya. Tapi perempuan itu bahagia. Ada hari-hari dimana ia bisa puas memandang suaminya sepanjang hari. Alhamdulillah. Pekerjaan lebih ringan, hati juga lebih lapang. Ada banyak target yang bisa dikejar, alhamdulillah