Skip to main content

Harga sepotong lelah

Tsukareta...

Seorang adik terduduk di sofa balai indonesia. Wajah lelah setelah seharian bekerja. Aku tersenyum memandangnya. Ia dan kawan-kawannya adalah panitia sebuah seminar yang baru saja diselenggarakan, atas nama keputrian KAMMI-Jepang.

Aku menyukai mereka. Mengingatkanku pada adik-adik yang ada di Indonesia. Dan ini adalah kali pertama mereka bertanggung jawab penuh dalam sebuah acara. Selama ini lebih banyak acara ibu-ibu-termasuk aku, dan mereka membantu. Jadi, melihat bagaimana mereka bekerja, seperti mengingatkanku pada tahun-tahun di ITB, saat S1 dulu.

Sepotong lelah, yang harganya sangat mahal. Karena pekerjaan menyelenggarakan majlis ilmu, serupa dengan pekerjaan yang mengantarkan hidayah. Hidayah yang mengantarkan manusia mampu beramal shalih.

Bila harga amal shalih itu sendiri sangat mahal harganya, bagaimana dengan amal shalih yang mendorong terjadinya amal shalih itu sendiri???

**mengenang serombongan adik, yang baru hari ini aku merasa yakin bahwa aku telah mengingat nama-nama mereka dengan cukup baik**

Comments

eLogs said…
aduh, aku malah suka lupa nama-nama orang, Ries. Kadang ketuker-tuker. Gimana caranya supaya nggak gampang lupa ya ? hiks..
rieska oktavia said…
waduh...sama banget. itu dia...masalahnya.
kalo dipikir2 lagi, kayaknya harus bisa nginget hal yang unik ttg dia itu ya. atau ngobrol aga dalam dikit, jd bisa ngamatin dengan seksama...

yosh gambarimashoo mengingat nama-nama ^_^

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar