Skip to main content

Hujan dan jemuran

Gerimis membasahi jilbabku saat kami keluar dari rumah salah sebuah keluarga muda, yang kami kunjungi sore ini. Seketika, kami teringat jemuran yang ditinggalkan di umah. Duuh...mungkin kehujanan. Semoga tak terlalu basah dan bau sehingga tak perlu dicuci ulang.

Untung saja ada payung di tas, yang segera kubuka untuk sedikit melindungi kami berdua. Aroma debu yang terkena hujan segera tercium mengiringi langkah kami menuju rumah. Aroma yang tak begitu kusukai ternyata menjadi favoritnya.

Sekitar dua puluh lima menit kemudian kompleks apato mungil ada di depan mata. Jemuran segera menjadi target utama. Tapi ternyata, tak sehelai baju pun tergantung disana. Bersih.

Bukan pencuri, bisik hatiku. Baju-baju kami biasa saja dan bukan baju-baju baru, apalagi mahal. Tak akan ada yang tertarik untuk mengambilnya. Ada yang baik hati yang menyimpannya untuk kami. Tapi siapa? Tetangga depan rumah yang orang malaysia atau orang Indonesia kah? Atau tetangga samping rumah yang orang jepang?

Sambil bertanda tanya kami segera menuju pintu. Membuka kotak surat, mencari pesan. Hanya ada surat dari provider internet. Aha, di gagang pintu ada selembar memo kecil terselip disana. Memo dengan tulisan tangan, yang bila diterjemahkan menjadi:

"Saya Niitsu, yang tinggal di kamar no 103. Karena tadi hujan turun, jemurannya saya simpan. Kalau mau diambil silakan datang".

Subhanallah...Niitsu-san. Pasangan suami istri, tetangga sebelah rumah. Aku tak menyangka.

Hatiku menghangat. Setelah peristiwa bertukar makanan tempo hari untuk perkenalanan, aku menjadi semakin yakin. Bahwa disini aku tak kan kehilangan tetangga-tetangga yang baik seperti di tempat-tempat lain.

Di rumah orang tua, di asrama putri, di dekat kos-an, di asrama komaba, bahkan di rumah yang baru ini. Meski berlainan adat dan bangsa. Seperti yang dikatakan yang tercinta Nabi SAW, mengenai wasiat jibril tentang tetangga yang begitu ditekankan, sampai-sampai beliau berpikir mereka bisa menjadi ahli waris.

Hemm...smoga bisa menjadi tetangga yang baik...

Comments

Anonymous said…
selalu dicintai..disayangi....
iya...itu yang saya belum bisa...

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Berhenti Sejenak

Pagi itu kami berempat (saya dan A3-A5) menuju stasiun. Baby Anas (A5) setia duduk di strolernya. Dinginnya menggigil tapi matahari menyapa dengan hangat. Tujuan kami adalah Kabe, rumah mba Nita tuk bersilaturahim dengan sahabat Azzahra. Di tengah jalan, di area favorit anak-anak untuk berhenti, Azmi (A3) tiba-tiba bertanya, "Bunda, itu tulisannya apa?" Ia menunjuk setengah bola yang biasanya mereka duduk bermain di atasnya.  Setiap melewati area ini memang mereka hampir selalu berhenti untuk bermain. Tapi pagi ini (seperti biasa) kami sedang mengejar waktu. Jadi saya menjawab sekenanya, "Engga tahu. Ayo kereta menunggu!" "Karena jauh ga keliatan? Ayo kesana!" Ah...  "Seperti ini tulisannya. Apa bacanya bunda? Tapi ini kanji bunda ga ngerti ya?" Akhirnya saya (seperti biasa, harus) mengalah. Berjongkok mengamati tulisan. Ternyata.... Tulisannya adalah "Saturn" lengkap dengan kanji di bawahnya dan angka2.... Saya lalu melihat ke sekelili...

Puzzle 46 (Terkurung di rumah)

Puzzle 46 (Terkurung di rumah) Puzzle terakhir ditulis 28 Desember 2009. Seperti apa kepingan yang ada 10 tahun kemudian? Dengan covid-19 yang sedang mewabah di seluruh dunia. perempuan itu bekerja dari rumah. Sewaktu-waktu lelaki itu juga di rumah. Serasa liburan tapi banyak kerjaan. Mereka berbagi tugas. Siapa yang belanja siapa yang masak. Siapa yang beres-beres siapa yang menemani anak belajar. Ada banyak istri stress karena suaminya di rumah. Repot katanya. Tapi perempuan itu bahagia. Ada hari-hari dimana ia bisa puas memandang suaminya sepanjang hari. Alhamdulillah. Pekerjaan lebih ringan, hati juga lebih lapang. Ada banyak target yang bisa dikejar, alhamdulillah