Skip to main content

...

Saya baru saja keluar eki, selintas, ujung mata saya menangkap sesosok wanita berjilbab bersama tiga orang anaknya. Saya bisa menebaknya ia siapa. Ibu bersama bayi lelaki yang mungil di kereta dan dua balita perempuan yang berjalan di sekitarnya itu adalah ibu dari salah satu murid saya di TK Otsuka. Muslimah Jepang yang bersuaikan orang asing.

Seketika mata saya membasah. Saya mengetahui bahwa perjuangan tuk memberikan pendidikan Islam di negari sakura ini bukan perkara yang mudah. Rumah yang jauh dari Masjid/ sekolah Islam, belum lagi harga yang mahal dan ongkos transportasi yang tidak sedikit.

Rumah yang jauh, dengan kondisi keluarga inti membuat para ibu harus rela mengantarkan anaknya dengan membawa pasukan. Karena ayah bekerja, dan di rumah tak ada siapa-siapa. Setiap pagi...

Semoga mereka selalu ikhlas dan semoga Allah selalu merahmati.

Seorang ibu yang putranya lulus tahun ini juga bercerita, bagaimana rasanya dengan kondisi keluarganya, secara perhitungan biasa sulit untuk menyekolahkan anaknya disini. Namun ia merasakan ada saja rejeki dariNya yang membuatkan merasa yakin akan pertolonganNya.

Sekolah ini juga belum menjadi sekolah yang luar biasa. Baru berupa sekolah 'seadanya' yang bermodalkan semangat untuk mendidik generasi yang lebih baik, beserta semangat dari pengelola dan guru-gurunya untuk belajar dan terus belajar supaya kualitas pengajaran bisa semakin baik.

Tekad tuk bisa mengajarkan al Quran (membaca, menghapal, mengenalkan isinya, melaksanakan dll) adalah yang paling mendominasi, selain tentu saja untuk mengembangkan potensi anak-anak yang sesuai dengan masanya, baik dari sisi fisik, mental, otak, dan hati.

Uhm... kadang saya takut, pun guru-guru lain. Tapi ada saja kejutan-kejutan kecil yang muncul yang membuat bara tekad itu tak jadi mati...

Semoga Allah mengkaruniakan keikhlasan, pertolongan, dan petunjukNya selalu. Aamiin...

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar