Skip to main content

Satubulan ARa

Si ganteng Abdurrahman (untuk selanjutnya ditulis ARa) berusia satu bulan tanggal 3 Oktober ini. Beratnya diperkirakan sekitar 4.5 kg (karena pekan lalu saat ditimbang 4,400 kg). Di rumah tak ada timbangan bayi, jadi harus menyempatkan mampir ke Tokyu, dept. store dekat rumah yang menyediakan fasilitas buat bayi.

Sebagai bayi baru lahir tentu saja ARa masih tetap lucu. Saat tidur, bangun, menangis ataupun tertawa, semuanya membuat hati bunda dan baba senang. Menurut bunda, garis besar mukanya mirip bubu dulu, tapi sangat cowok dengan mata yang lebih kecil dan hidung yang sangat mancung.

Dua pekan awal dia masih sangat terikat dengan jadwal rumah sakit, bangun 3 jam sekali untuk mimi dan ganti popok. Selanjutnya ia bangun lebih sering tapi tidur malamnya lebih panjang. ARa semingguan ini lebih suka digendong dengan kain gendongan. Lebih cepat terlelap. Dan setiap hari ada waktu-waktu dimana ia tak bisa tidur nyenyak di kasur. Jadinya bunda/baba harus memangkunya selama beberapa lama. Tentu saja dengan kain gendongan itu.

Mujahid cilik, tumbuh terus jadi anak sholeh yaa...

***
Cerita selingan
Sejak awal menikah, nama Abdurrahman sudah disepakati. Jadi baba menyebut dirinya Abu Abdurrahman, dan bunda Ummu Abdurrahman. Saat bunda hamil, janin di perut selalu dipanggil Abdurrahman. Sampai usia 4-5 bulan saat dokter memperkirakan ia perempuan. Saat itu bunda merasa janin itu berganti, Abdurrahman pergi sebentar dan kakaknya datang. Si kakak yang perempuan.

Katanya, "Kakak aja duluan. Nanti saya menyusul."

Jadi di dalam benak bunda, ada perasaan bahwa satu saat ia akan hadir, entah kedua, ketiga, dst. Padahal belum tahu juga kalau yang pertama itu pasti perempuan (karena belum lahir). Ternyata ia cepat datang menyusul kakaknya. Alhamdulillah...

Comments

Popular posts from this blog

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha

DalamHening

Sejak acara rutin kami diadakan, hanya sekali dua kali saja dia datang. Lalu ia menghilang. Pekerjaan dan sakit ibunya-sampai ia meninggal di kota lain-membuatnya lama tak hadir. Hingga kemarin ia tak muncul. Sampai-sampai, aku tak pernah berhasil mereka-reka seperti apakah wajah muslimah jepang yang satu ini. Saat ibunya meninggal, Juli lalu, aku sempat mengiriminya e-mail lewat kawan (dia membantu menerjemahkan) balasannya adalah ia merasa tak ingat aku, tapi ia mengucapkan terima kasih. Walah...guru yang masih payah aku ini...tak mengenali dan tak dikenali muridnya sendiri. Hiks... Kemarin, Allah mengizinkan kami bertemu. Ia hadir saat acara hampir usai. Aku memang tak mengenalinya. Tapi ketika di sekitarnya berserakan kertas, dan orang-orang di sekitarnya dan ia bergantian menulis kertas itu, puzzle di kepalaku mulai tereka. Yaa.. dia lah orang itu. Orang yang aku nanti kehadirannya. Tapi seperti biasa, dalam keramaian, aku masih saja terlalu pemalu untuk mengajaknya bicar