Salju turun di keremangan bada subuh kala perempuan itu membuka tirai jendela untuk pertama kalinya. Atap-atap rumah dan jalan mulai cantik, memutih. Lalu ia bergegas menyiapkan diri untuk kemudian segera melesat ke bandara. Ya, lelaki itu akan datang.
Setelah terlunta-lunta dalam ketidakpastian visa, ia kini akan berada disini. Di bumi Tokyo.
Lauk, kue, bahkan bubur kacang hijau disiapkannya sejak semalam. Pagi ini ia hanya perlu memasak nasi, supaya kala mereka tiba di rumah siangnya, nasi itu lebih terasa nikmat.
Saat ia keluar, udara dingin menyergapnya tanpa ampun. Ya, meminjam istilah seorang mbak, hari ini Tokyo menjelma serupa freezer raksasa. Dingin, bersama salju yang menderas. Angka-angka jadwal kereta dihapalnya dengan baik, sehingga insya Allah ia akan tiba tepat waktu di terminal 2 Narita.
Suasana khas Yamanote-line dengan aroma pagi dan penumpang padat terkantuk-kantuk, tak terlalu dipedulikannya. Ia masih mengeja doa pagi yang belum usai dilantunkan pagi ini, sambil sesekali membayangkan orang yang dinantinya. Benarkah ini bukan mimpi?
Berganti kereta di stasiun Nippori, dan 69 menit setelah itu ia sudah menjejakkan kaki di bandara. Tak lama kemudian duduk menunggu di lobby kedatangan. Dibukanya buku favorit, al Aliy (kali ini nomor 29) sampai papan pengumuman menunjukkan bahwa para kelompok penumpang lelaki itu akan keluar.
Segera ia perhatikan satu persatu orang-orang yang keluar. Arus manusia semakin besar, membuatnya harus menajamkan pandangan, menggunakan tambahan sepasang mata.
Ah, tak usah berdiri saja. Biar dia yang menemukanku. Bisiknya dalam hati.
Menit demi menit berlalu, yang ditunggunya tak jua muncul. Getaran hatinya mulai melipatgandakan frekuensi. Semoga tak ada masalah di dalam...Doanya pelan.
Seseorang berjaket hitam muncul. Ia segera mengenalinya, tapi tak diubahnya posisi. Kemudian dalam bilangan detik, merekapun bertemu pandang bertukar senyum.
Alhamdulillah, ia benar-benar menjadi nyata.
Bantu hamba ya Rabb...untuk mimpi yang lain,
tentang rumah yang diberkahi,
miniatur rumah idaman di kampung sejati
Setelah terlunta-lunta dalam ketidakpastian visa, ia kini akan berada disini. Di bumi Tokyo.
Lauk, kue, bahkan bubur kacang hijau disiapkannya sejak semalam. Pagi ini ia hanya perlu memasak nasi, supaya kala mereka tiba di rumah siangnya, nasi itu lebih terasa nikmat.
Saat ia keluar, udara dingin menyergapnya tanpa ampun. Ya, meminjam istilah seorang mbak, hari ini Tokyo menjelma serupa freezer raksasa. Dingin, bersama salju yang menderas. Angka-angka jadwal kereta dihapalnya dengan baik, sehingga insya Allah ia akan tiba tepat waktu di terminal 2 Narita.
Suasana khas Yamanote-line dengan aroma pagi dan penumpang padat terkantuk-kantuk, tak terlalu dipedulikannya. Ia masih mengeja doa pagi yang belum usai dilantunkan pagi ini, sambil sesekali membayangkan orang yang dinantinya. Benarkah ini bukan mimpi?
Berganti kereta di stasiun Nippori, dan 69 menit setelah itu ia sudah menjejakkan kaki di bandara. Tak lama kemudian duduk menunggu di lobby kedatangan. Dibukanya buku favorit, al Aliy (kali ini nomor 29) sampai papan pengumuman menunjukkan bahwa para kelompok penumpang lelaki itu akan keluar.
Segera ia perhatikan satu persatu orang-orang yang keluar. Arus manusia semakin besar, membuatnya harus menajamkan pandangan, menggunakan tambahan sepasang mata.
Ah, tak usah berdiri saja. Biar dia yang menemukanku. Bisiknya dalam hati.
Menit demi menit berlalu, yang ditunggunya tak jua muncul. Getaran hatinya mulai melipatgandakan frekuensi. Semoga tak ada masalah di dalam...Doanya pelan.
Seseorang berjaket hitam muncul. Ia segera mengenalinya, tapi tak diubahnya posisi. Kemudian dalam bilangan detik, merekapun bertemu pandang bertukar senyum.
Alhamdulillah, ia benar-benar menjadi nyata.
Bantu hamba ya Rabb...untuk mimpi yang lain,
tentang rumah yang diberkahi,
miniatur rumah idaman di kampung sejati
Comments
you always make my heart warm.
dulu saat saya terpaksa menolak kp, ada pesen sms yang mengabarkan dikau lulus momb.
saat saya sedang uring2an TA, kabar ttg asrama yang bikin cemas...
dikau kirim kabar gembira..
jangan pernah lelah untuk semangati saya ukhti...
Dari kemarin2, pingin nanya ttg perjumpaanmu dg-nya, tapi...akhirnya memilih menunggu Ka yg bercerita...
-selamat menuai pahala dari pertemuan dengan-nya, Ka-
*umm nida*
semoga masa-masa ini bisa terus istimewa..:)