Skip to main content

Puzzle 17 [Pertemuan Ketiga]

Salju turun di keremangan bada subuh kala perempuan itu membuka tirai jendela untuk pertama kalinya. Atap-atap rumah dan jalan mulai cantik, memutih. Lalu ia bergegas menyiapkan diri untuk kemudian segera melesat ke bandara. Ya, lelaki itu akan datang.

Setelah terlunta-lunta dalam ketidakpastian visa, ia kini akan berada disini. Di bumi Tokyo.

Lauk, kue, bahkan bubur kacang hijau disiapkannya sejak semalam. Pagi ini ia hanya perlu memasak nasi, supaya kala mereka tiba di rumah siangnya, nasi itu lebih terasa nikmat.

Saat ia keluar, udara dingin menyergapnya tanpa ampun. Ya, meminjam istilah seorang mbak, hari ini Tokyo menjelma serupa freezer raksasa. Dingin, bersama salju yang menderas. Angka-angka jadwal kereta dihapalnya dengan baik, sehingga insya Allah ia akan tiba tepat waktu di terminal 2 Narita.

Suasana khas Yamanote-line dengan aroma pagi dan penumpang padat terkantuk-kantuk, tak terlalu dipedulikannya. Ia masih mengeja doa pagi yang belum usai dilantunkan pagi ini, sambil sesekali membayangkan orang yang dinantinya. Benarkah ini bukan mimpi?

Berganti kereta di stasiun Nippori, dan 69 menit setelah itu ia sudah menjejakkan kaki di bandara. Tak lama kemudian duduk menunggu di lobby kedatangan. Dibukanya buku favorit, al Aliy (kali ini nomor 29) sampai papan pengumuman menunjukkan bahwa para kelompok penumpang lelaki itu akan keluar.

Segera ia perhatikan satu persatu orang-orang yang keluar. Arus manusia semakin besar, membuatnya harus menajamkan pandangan, menggunakan tambahan sepasang mata.

Ah, tak usah berdiri saja. Biar dia yang menemukanku. Bisiknya dalam hati.

Menit demi menit berlalu, yang ditunggunya tak jua muncul. Getaran hatinya mulai melipatgandakan frekuensi. Semoga tak ada masalah di dalam...Doanya pelan.

Seseorang berjaket hitam muncul. Ia segera mengenalinya, tapi tak diubahnya posisi. Kemudian dalam bilangan detik, merekapun bertemu pandang bertukar senyum.

Alhamdulillah, ia benar-benar menjadi nyata.

Bantu hamba ya Rabb...untuk mimpi yang lain,
tentang rumah yang diberkahi,
miniatur rumah idaman di kampung sejati

Comments

echa said…
heheheh.....
you always make my heart warm.
dulu saat saya terpaksa menolak kp, ada pesen sms yang mengabarkan dikau lulus momb.

saat saya sedang uring2an TA, kabar ttg asrama yang bikin cemas...
dikau kirim kabar gembira..

jangan pernah lelah untuk semangati saya ukhti...
Zalfany said…
Wah... sudah datang ya... Alhamdulillah... kemarin sempat menjadi bahan perbincangan kita [perbincangan yang baik tapi ;-)]: "Ustadz kita bakalan nambah satu nih". Kapan dikenalin ke Midori nih ...
Anonymous said…
ehemm..ehemmm...ikut seneeeeeeeng Ka:)
Dari kemarin2, pingin nanya ttg perjumpaanmu dg-nya, tapi...akhirnya memilih menunggu Ka yg bercerita...

-selamat menuai pahala dari pertemuan dengan-nya, Ka-

*umm nida*
Anonymous said…
rieska, Barokallohu lakum,
semoga masa-masa ini bisa terus istimewa..:)

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R