Skip to main content

Puzzle 18 [MoU dan keputusan]

Apa yang membuat kita bisa meminimalkan gesekan saat hidup bersama dengan orang lain di suatu tempat?

Selain kesamaan itikad/niat/tujuan yang ditunjang kesamaan rujukan (dalam hal ini dua warisan dari lelaki pilihan) diperlukan juga aturan-aturan sepele-tapi penting-untuk menjaga stabilitas keamanan dalam negeri.

Pun yang terjadi dengan mereka berdua. Tanpa diminta, perempuan itu mengeluarkan undang-undang satu persatu tetapi sering. Hehe...Tentu saja aturan itu boleh dikompromikan bila perlu. Tidak perlu tercatat rapi, yang penting diingat dan dilaksanakan. Tentang pembagian handuk, sampah, kaos kaki, sampai batasan privacy, dll. Khas perempuan sekali.

Tak ketinggalan, lelaki itupun mengeluarkan aturan, yang kalau dibandingkan masih kalah banyak dibandingkan yang dikeluarkan istrinya. Beberapa aturan kadang hanya ditampilkan dengan sorot mata, bahasa tubuh yang membuat perempuan itu mengerutkan kening.

---
Cinta itu adalah keputusan, kata Anis Mata di majalah tarbawi. Keputusan untuk merawat, menumbuhkan, mengembangkan, dan melindungi orang yang kita cintai.

Mereka berdua, lelaki dan perempuan membuat keputusan itu, untuk saling mencintai. Salah bagian jelmaannya adalah saling mengupgrade diri. Semisal bertukar kebisaan bahasa arab-jepang, hapalan al quran, dll. Dan sungguh, ternyata menyenangkan sekali memiliki seorang partner yang baik. Meski perempuan itu masih sangat malu. Ia masih saja tertinggal jauh di belakang...

Ya Rahman, rahmati langkah-langkah kecil kami menujuMu...

Comments

Anonymous said…
Salam kenal Mbak Risvya, aku udah baca dikit2 postingan sebelumnya.. aih bahasanya santun sekali, isinya juga menyentuh ..

Ninink - Montreal
http://stradivari.blogspot.com
Anonymous said…
amiiin, allahumma amiin.
Wah, subhanallah bisa buat MoU, semoga bisa dilaksanakan dg istiqomah ya:)

-ummi nida-
Ka, shoutnya harus diganti kayaknya:)
Teh.. gimana caranya bikin MoU itu? trus apa aja yang musti diatur dalam MoU?? Bagi-bagi ilmunya duonk..
Peluk sayang dari Jakarta

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R...

Rahasia Hati

Percaya tidak, bahwa kita akan benar-benar jatuh cinta pada pasangan kita setelah kita menikah? Itu pesan yang tersirat di kitab suci, yang aku coba percayai. Aku selalu bilang pada orang-orang di sekitarku bahwa aku tak ingin jatuh cinta dan punya pacar karena tak mau patah hati. Beberapa kawan menganggap hal ini gila. Kadang aku sendiri tak benar-benar yakin sepenuhnya. Tapi dengan apa kita kan sanggup menyangkal apa-apa yang telah Ia tetapkan? Hal itu baru kubuktikan sendiri setelah aku menimbang perasaan dan pikiranku, tentang orang yang menjabat tangan ayahku, tepat 20 hari yang lalu. Lelaki ini datang dari dunia yang teramat beda dengan dunia yang selama ini akrab denganku. Bahkan kami bertemu pertama kali hanya selang 3 hari sebelum hari yang bersejarah itu. Namun hari demi hari, selapis demi selapis, rasa kasih itu menyusup dalam hati kami. Dia menyebutnya cinta yang bertambah setiap hari, aku menyebutnya syukur setiap hari karena menemukannya, menemukan belahan ha...