Skip to main content

Detak-detak yang mendekat

Uhm...hampir satu bulan absen menulis disini. Kemana saja? Sembunyi di pertapaan, saat jari-jari menjadi kaku untuk sekedar memencet tuts keyboard. Padahal banyak yang ingin ditulis...

Terima kasih untuk sapa dan kunjungannya, meski belum semua dibalas. Makasih juga untuk semua doa-doanya. Yayaya...tinggal itungan hari menyambut kehadiran mahluk baru di dunia ini. Semoga Allah selalu kuatkan...

Apa rasanya menghitung hari?
Iro-iro, kata orang Jepang. Nano-nano, kata orang Indonesia.

Ada banyak yang mudah, semisal bisa makan lahap dan enak serta bernapas agak lega karena adik kecil sudah turun ke bawah, ga lagi mendesak-desak dada. Ada juga yang susah, semisal mual-mual, punggung panas, mulas-mulas, berat, dll. Ada bahagia yang campur aduk dengan kecemasan: apa rasanya jadi ibu baru? Plus tebak-tebakan, tentang rupa dan sifat yang akan datang ini.

Dan sampai sekarang, kami belum sepakat dengan nama. Hehe...

Ada banyak rencana yang bertaburan di kepala. Diskusi tentang pola mendidik anak, rencana bila sudah di Indonesia, juga kerap mewarnai obrolan-obrolan kami.

Tapi ada rasa yang menggigit hati, kalau ingat dua hal. Pertama, membayangkan 'libur' selama sekian pekan karena nifas. Saya pasti merindukan sholat jamaah, tilawah al Quran, dll. Meski sekarang pun, jumlah rakaat yang dilakukan dan ayat-ayat yang dibaca belum juga berlipat-lipat.

Kedua, yang lebih dari sekedar libur. Masalah waktu saya, apakah sampai disini atau tidak. Rasa-rasanya ingin meminta maaf pada setiap orang yang saya kenal. Membereskan catatan utang-piutang, terutama kepada orang-orang yang terkait dengan bisnis majalah yang sudah dikelola selama hampir setahun ini. Meski selama ini lelaki baik hati itu bekerja paruh waktu, tapi dia belum tahu persis masalah detil keuangan para pelanggan. Utang tugas juga masih ada beberapa.

Hemm...apakah saya siap pulang? Pulang membawa setumpuk dosa dan sedikit amal? Astaghfirullah...

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R