Skip to main content

Ketika pilihan itu (akan) ditetapkan...

Ketika seseorang membuat sebuah proposal pernikahan, ataupun hanya sekedar mereka (e-nya ebi) sebuah puzzle tentang model rumah tangga yang diidamkan atau sosok pasangan yang diharapkan, apakah yang kemudian terbayang di benaknya?

Mungkin ada yang begitu detil dan jelas, atau super abstrak dan tak terdefinisi. Atau sederhana saja: asal menikah. Atau ada yang membuat beberapa hal pokok, kemudian membuat bagian sisa dibiarkan mengalir.

Nyatanya pasangan dan hubungan dengan pasangan, atau model rumah tangga itu sendiri adalah sesuatu yang sangat unik, yang berbeda dengan tipe hubungan-hubungan lain semisal teman, sahabat, kawan diskusi, kawan main, kawan seperjuangan, atau teman bekerja, dsb. Unik karena kita dan dia akan bersisian di sepanjang jalan kehidupan pasca ikrar. Bergesekan sepanjang waktu, tanpa kita pernah mampu mempertahankan topeng-topeng yang mungkin terpasang saat kita berinteraksi pada titik-titik waktu dengan orang-orang sekitar.

"Saya ingin berlabuh," ujar si A, yang membayangkan seorang istri tempatnya menemukan ketenangan.
"Saya ingin partner diskusi", kata si B, yang bisa mengimbangi minatnya pada sesuatu, mendorong saya mencapai mimpi-mimpi.
"Saya ingin pelindung, untuk melakukan banyak hal yang tak bisa saya lakukan sekarang", C menerawang. Membayangkan ia dan seseorang mendaki gunung, bertualang di alam yang masih asing.

Lalu apakah rumah tangga itu akan seperti pesanggrahan, perusahaan, atau LSM? Atau mungkin sekolah? Atau klub pecinta alam, kelompok hobby?

Uhm...

Comments

Popular posts from this blog

ke odaiba

Bertiga di atas perahu Dulu...waktu kaka sedang di Maroko, saya, Ima, mamah dan keluarga kakak dari Sendai (K Zakir, K Salma, Hilyah dan Gilman) pergi ke Odaiba. Jalan-jalan terakhir Kak Salma yang akan pulang ke Makassar. Kaka 'iri berat', sehingga saya pun berjanji suatu saat akan kesana bersamanya. Alhamdulillah, di antara jadwal yang cukup padat, masih ada celah sebuah hari libur tanpa tugas dimana kami bisa pergi kesana. Dengan tiket 900 yen perorang, kami bisa naik Rinkai line, Yurikamome line, dan juga naik perahu sesukanya. Kami memilih stasiun Oimachi yang paling dekat dari rumah. Walaupun hujan turun cukup deras, perjalanan masih bisa dinikmati dengan enak.

Gaya-gaya di bulan Oktober dan November 2006

Ini sebagian gaya-gaya neng qonitat yang sempet terjepret keetai/hp bunda. Setiap kali dijepret otomatis senyumnya mengembang. Imut, bikin gemesss.

Dua Anugrah

Sabtu itu 30 Mei-seperti kebanyakan sabtu-sabtu yang lain-saya menghabiskan waktu hampir seharian di masjid. Bertemu dengan saudari-saudari untuk rapat koordinasi kegiatan masjid, belajar Islam, bercengkrama, dan makan bersama. Tak disangka, saya bertemu kembali dengan sepasang kakak-beradik dari Iraq. Pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dalam suasana duka, saat suami sang kakak meninggal lalu dimandikan dan disholatkan di masjid ini. Kalau tak salah bulan Maret 2009 yang lalu. Subhanallah...ternyata mereka berdua diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar gembira: Undangan mengunjungi rumahNya yang sudah lamaaa sekali saya rindukan. Iya, setelah mengobrol kesana-kemari, saat mereka memilih-milih hijab untuk dipakai ke Tanah Suci tahun ini, saat saya meminta supaya didoakan untuk bisa pergi juga, mereka malah spontan berkata: "Come with us. We ll cover all for you..." Saya masih terbengong meski sejurus kemudian berusaha menahan tangis yang nyaris tumpah. Ya Allah...Ya R