Kemarin, jelang pukul lima sore bunda sudah tiba di sekolah bubu. Telinga bunda samar-samar menangkap suara tangisan yang sangat dikenalnya, diantara aneka tangisan dan jeritan bayi/anak-anak di ruangan itu. Mata bunda berusaha mencari dimana bubu. Melihat ke beberapa area ruang besar yang dibagi menjadi 6 bagian itu.
Para sensei bubu tersenyum dan menunjukkan ke arah bawah. Hati bunda bergetar. Ada apa di bawah? Apakah ada bubu? Bunda segera melewati palang setinggi lutut, lalu melongok ke kolong, salah satu tempat bermain anak-anak.
Masya Allah...ada bubu disana. Ternyata ia merangkak sendiri hingga masuk ke dalam kolong.
Mata bunda berkaca, menahan haru. Sayang bunda tak membawa kamera. Bunda memanggil putri kecilnya, ia menoleh. Pipinya basah. Mungkin karena kepentok papan. Bubu diminta merangkak menghampiri bunda tapi ia sudah tak mau. Mungkin terlalu kalut. Akhirnya seorang sensei masuk ke dalam kolong, lalu membantu bubu keluar.
Bunda langsung memeluk bubu, berusaha menenangkannya. Keningnya kelihatan merah, tapi bukan memar.
Bubu sayang, alhamdulillah...
Para sensei bubu tersenyum dan menunjukkan ke arah bawah. Hati bunda bergetar. Ada apa di bawah? Apakah ada bubu? Bunda segera melewati palang setinggi lutut, lalu melongok ke kolong, salah satu tempat bermain anak-anak.
Masya Allah...ada bubu disana. Ternyata ia merangkak sendiri hingga masuk ke dalam kolong.
Mata bunda berkaca, menahan haru. Sayang bunda tak membawa kamera. Bunda memanggil putri kecilnya, ia menoleh. Pipinya basah. Mungkin karena kepentok papan. Bubu diminta merangkak menghampiri bunda tapi ia sudah tak mau. Mungkin terlalu kalut. Akhirnya seorang sensei masuk ke dalam kolong, lalu membantu bubu keluar.
Bunda langsung memeluk bubu, berusaha menenangkannya. Keningnya kelihatan merah, tapi bukan memar.
Bubu sayang, alhamdulillah...
Comments